Berdalih PAD Pemprov Lampung Jualan Aset 89 Hektar Lahan Way Dadi

Bandar Lampung (SL)-Berdalih untuk pendapatan asli daerah, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung secara resmi menjual aset tanah yang ada di Kelurahan Way Dadi, Kecamatan Sukarame, Kota Bandar Lampung. Tanah yang selama ini menjadi sengketa itu dihargai variatif sesuai keputusan tim appraisal. Warga yang menempati lahan tersebut, kini mulai melakukan pembayaran, dan mengurus sertifikat di BPN Provinsi Lampung.

Kantor Kelurahan Way Dadi

“Luas tanah saya sekitar 400 meter dan kemarin saya bayar per meternya Rp1,4 juta. Saya tinggal sudah sejak lama sekitar 10 tahun yang lalu. Alhamdulillah akhirnya yang kita tunggu-tunggu untuk bisa dapat sertifikat dan bisa legal bisa terwujud,” kata Hendra (38), yang menempati lahan 400 m2, saat di Kantor Wilayah BPN Provinsi Lampung, Senin 26 September 2022.

Kabid Aset pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Lampung, Meydiandra, mengatakan aset lahan tanah di Way Dadi yang ditempati warga ada sekitar 89 hektar. “Luas tanah nya kurang lebih 89 hektar. Saat ini ada seribuan kepala keluarga yang menempati lahan itu. Saat ini uang yang sudah masuk ke kas daerah totalnya sekitar Rp400 juta lebih dengan luasan 400 meter. Yang sudah melakukan proses adalah bangunan rumah milik warga,” kata Meydiandra.

Menurut Meydiandra jika harga yang harus dibayarkan oleh warga kepada Pemprov Lampung nilainya berbeda-beda yang akan ditentukan oleh tim appraisal atau penilai dari Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN). “Jadi nilainya beda-beda tergantung dengan penilaian dari tim appraisal. Hari ini juga sedang proses Gedung Bagas Raya. Semoga ini bisa memancing warga yang lain untuk melegalkan status lahannya,” katanya.

Wakil Gubernur Lampung Chusnunia Chalim, mengatakan jika dilepasnya aset tanah di Way Dadi menjadi salah satu upaya pemerintah dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pemprov Lampung. “Ini sudah bertahun-tahun terjadi, Pemprov Lampung tidak mau mengambil sikap yang keras dan tegas. Kita gunakan pendekatan secara pelan-pelan dan tidak ada penggusuran. Jadi harapannya ini bisa memancing warga lain untuk melakukan hal yang sama,” katanya.

Bermasalah Sejak tahun 1981

Sebelumnya rencana Pemerintah Propinsi Lampung akan melepaskan hak pengelolaan lahan (HPL) lahan 89 hektar di Kelurahan Waydadi dan sekitarnya. Lahan tersebut terletak di wilayah kota Bandar Lampung dan rencana pelepasan HPL akan diawali terlebih dahulu dengan sosialisasi terhadap masyarakat setempat.

Hal tersebut dibahas dalam Rapat Persiapan Sosialisasi Pelepasan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) milik Pemprop Lampung, dipimpin oleh Sekda Propinsi Lampung Hamartoni Ahadis, Selasa 12 November 2018 lalu. Rapat yang berlangsung di ruang Abung Balai Keratun ini berlangsung tertutup dan dihadiri juga oleh perwakilan BPN, kepolisian, dan kejaksaan.

Rapat itu membahas mekanisme sosialiasi, lokasi dan personel yang akan disiapkan. “Sebenarnya ini hanya tahapan lanjutan, proses pelepasan HPL sudah berlangsung dengan tahapan-tahapan sejak 2015 pada era Gubernur sebelumnya, dan dapat pengesahan oleh DPRD, ” kata Hamartoni.

Menurut Hamartoni, masyarakat akan diberi edukasi bahwa tempat yang didiami masyarakat harus ada azas legal dan kepastian hukum. “Agar masyarakat bisa menunjukan hak sebenarnya, HPL merupakan hak Pemprov Lampung yang sesuai dengan undang-undang maka provinsi dapat melepasnya,” ujarnya.

Sengketa lahan masyarakat dan Pemprop Lampung di Kelurahan Waydadi Sukarame dan sekitarnya sudah berlangsung cukup lama. Menurut keterangan warga sekitar, awal mula konflik lahan Waydadi muncul kepermukaan pada awal tahun 1981.

Saat itu PT. Way Halim Permai membuat peta lahan yang peruntukannya semula hanya 200 hektar menjadi 540 hektar. Masyakakat menggangap, PT Way Halim Permai mencaplok tanah peruntukan rakyat dan Perumnas. Karena timbul protes dan berkembang menjadi konflik, maka diadakanlah pengukuran ulang dan terdapat kelebihan seluas 120 hektar.

Dari kelebihan tersebut, sekitar 89 hektar tersebut kemudian diberikan kepada Pemda TK I Lampung. Kelompok masyarakat setempat menilai proses HPL cacat hukum, dengan klaim masyakakat bahwa lahan Waydadi sudah dihibahkan kepada penggarap melalui SK Mendagri No.BTU.3.50/3.80 tanggal 26 Maret 1980, dan sudah didiami sejak lama.

Namun hingga 2017 lahan Waydadi masih tercatat sebagai aset milik Pemerintah Propinsi Lampung di Kementerian Keuangan dan Kementerian Dalam Negeri, dan SK-nya diterbitkan pada tahun 1994 oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang Republik Indonesia. (Red)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *