Jakarta (SL)-Media arus utama International, menyoroti tingginya korban tewas terutama anak-anak dalam tragedi di stadion Kanjuruhan hari Sabtu 1 Oktober 2022 lalu. Media besar dunia, seperti kantor berita AFP, Reuters, Al Jazeera, Arab News, BBC dan Associated Press menyoroti tragedi memilukan di Malang, terutama tingginya jumlah korban jiwa anak-anak.
Tragedi pada Sabtu malam di kota Malang menyebabkan 125 orang tewas, 33 di antaranya anak-anak dan lebih dari 300 lainnya terluka setelah petugas menembakkan gas air mata di stadion yang penuh sesak, untuk memadamkan tindakan pendukung Arema yang masuk ke lapangan.
Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian PPPA Nahar menyebutkan 33 anak meninggal dunia, terdiri delapan anak perempuan dan 25 anak laki-laki, dengan usia antara empat tahun sampai 17 tahun. Peristiwa itu disusul bentrokan dengan aparat lalu memicu penembakan gas air mata membabi buta ke arah tribun penonton dan jalan keluar.
“Semua yang bertanggung jawab harus bertanggung jawab atas bencana ini, terlepas dari status atau posisi mereka. Tidak cukup bagi Polri dam PSSI melakukan penyelidikan sendiri karena mereka mungkin tergoda untuk mengecilkan atau melemahkan akuntabilitas penuh dari pejabat yang terlibat,” kata Phil Robertson, Wakil Direktur Asia untuk Human Rights Watch yang berbasis di New York, Senin 3 Oktober 2022, seperti dilaporkan Straits Times.
Dr Bobi Prabowo, Direktur RS Kanjuruhan, seperti dilansir Straits Times mengatakan kepada wartawan bahwa mereka yang dibawa ke rumah sakit pada Sabtu malam sebagian besar menderita trauma, sesak napas, dan kekurangan oksigen. “Ketika Anda berada dalam situasi kekurangan oksigen, karena gas air mata, dan Anda panik pada saat yang sama, hal berikutnya yang bisa terjadi adalah Anda pingsan. Beberapa pasien menderita banyak luka karena terinjak-injak oleh orang banyak,” kata Dr Bobi Prabowo.
Salah satu orang tua korban, Ester Andayanengtyas mengatakan putrinya yang berusia 17 tahun, Debora, menderita luka serius, termasuk patah leher dan pembengkakan di otak dari peristiwa itu. “Saya minta dia tidak menonton pertandingan hari itu. Dia tidak pulang, paginya teman-temannya mencarinya. Kami mencarinya di UGD, tapi dia tidak ada di sana. Rumah sakit menyuruh kami untuk melihat kamar mayat. Kebingungan terjadi karena putri saya tidak membawa kartu identitas,” kata Andayanengtyas, kepada BBC, Senin 3 Oktober 2022.
Saksi lain melaporkan mendengar orang tua berteriak “di mana anak saya” di antara kekacauan, dan seorang pria mengatakan dia melihat orang tua pingsan saat melindungi anak-anak mereka. “Seorang ibu pingsan saat memeluk anaknya, di sebelahnya anak laki-laki pingsan. Kemudian beberapa pendukung mengangkat ibu dan anak itu untuk keluar dari stadion. Mereka tidak sadar ketika digendong itu karena gas air mata.” katanya.
Ketika kemarahan meningkat terhadap polisi, Menko Polkam Mahfud MD mengumumkan bahwa satuan tugas khusus dibentuk untuk penyelidikan. “Kami meminta Polri untuk menemukan pelaku yang telah melakukan kejahatan dalam beberapa hari ke depan. Kami meminta mereka untuk mengambil tindakan terhadap mereka dan kami juga berharap polisi nasional akan mengevaluasi prosedur keamanan mereka,” kata Mahfud MD. (Red)
Tinggalkan Balasan