Bandar Lampung (SL)- Dalam rangka mengetahui perbandingan harga pupuk urea subsidi dan non subsidi, Petugas Pertanian Lapangan (PPL) Kecamatan Sukarame Cepi Parman mengujungi ketua kelompok tani Harapan Jaya, Kecamatan Sukarame, pada Selasa 22 November 2022.
Dalam kunjungan itu, Cepi Parman mengatakan petani yang ingin mendapatkan pupuk urea bersubsidi tidak harus membeli melalui distributor melainkan dapat membeli dikios yang telah disediakan dibawah naungan PT. Anugerah Alam dan Kios tersebut yang akan mendatangi petani jika stok pupuk telah tersedia.
“Jadi kios yang akan mendatangi petani dalam istilah kata kios yang menjemput bola. Karena kalau tidak seperti itu akan mengalami keterlambatan administratif,”terang Cepi kepada Saeran Ketua Kelompok Tani Harapan Jaya.
Lanjutnya, di tahun 2023 mendatang akan ada pembaharuan data administratif untuk pupuk urea, maka dari itu untuk semua kelompok tani yang telah terdata harus melakukan penebusan itu melalui Kartu Petani Berjaya (KPB).
Saeran Ketua kelompok tani yang memiliki 28 orang anggota itu sangat antusias mendengarkan penjelasan yang diberikan PPL tersebut dan dirinya (Saeran-Red) juga tak luput menceritakan keluhan para anggotanya terkait sulitnya mendapat pupuk subsidi, lahan pertanian yang menumpang serta faktor lainnya dalam hal peningkatan hasil pertanian itu sendiri
“Selain pupuk, beberapa keluhan petani terkait RDKK. Seperti di tahun 2022 ini ada petani yang menggarap itu akan dimasukkan ke RDKK dan di tahun 2023 nanti petani itu tidak menggarap lagi karena tidak semua petani memiliki lahan sendiri melainkan menumpang dan itu harus ada izin dari yang punya dan yang kita tahu dibuatnya RDKK itu sendiri bertujuan untuk pengajuan pupuk bersubsidi jadi kalo seperti itu bagaimana pertanian kita meningkat,”ungkap Saeran.
Saeran juga menuturkan jika hasil pertanian yang ada di kelompok tani Harapan Jaya menghasilkan gabah kering setiap panenya sekitar 6 sampai 7 Ton. “Dan kalo diproduksi hasilnya itu rata-rata sampai 5 ton saja,”ucapnya.
“Karena banyaknya faktor untuk meningkatkan hasil pertanian yang pertama dengan keadaan air yang tidak bisa dipastikan lalu pupuk bersubsidi yang jumlahnya sedikit seperti pupuk urea itu hanya 58%. Jadi untuk memaksimalkan hasil pertanian disini itu juga harus diseimbangkan dengan suplay pupuk yang harus maksimal,”ungkap Saeran kembali.
Menurutnya, jika petani harus memakai pupuk yang non subsidi, petani itu sendiri harus bergotong-royong, apalagi untuk petani penggarap lahan milik orang lain. Itu hasilnya akan dibagi 33% untuk yang memiliki sawah 77% untuk biaya operasional seperti membeli pupuk upah tanam upah bajak dan lain-lain.
“Petani di kota upah panennya lebih tinggi dibandingkan di Kabupaten-Kabupaten lain, disini Kisaran nya 15% banding 0,8%. kendala untuk sawah yang paling besar adalah cuaca, air, dan hama. Hama itu sendiri seperti keong mas, ulat, Walang Sangit. Jadi meski kami petani di dekat Kota harap diperhatikan juga,”katanya.
Selain itu, petani juga mengeluhterkait kebijakan pemerintah yang dinilai sering telat mengeluarkan pupuk bersubsidi untuk petani. “Misalnya, seperti di bulan Desember lalu, sudah ada para petani yang mulai tanam sedangkan SK dari pemerintah itu keluarkan di bulan Januari jadi mau tidak mau petani itu menggunakan pupuk non subsidi sesuai dengan kemampuan dari pada harus berakibat fatal dan produksi turun drastis. Sehingga itu juga menjadi kendala di petani,”tutur Saeran. (Red)
Reporter : Tiya dan Adi (Mahasiswa Magang UIN Raden Intan Lampung)
Tinggalkan Balasan