Aliran Dana Kadis Pendidikan Lampung ke Rektor Unila Gratifikasi?

Kebenaran merupakan pilar kejernihan berfikir dan berprilaku. Karenanya kebenaran menjadi standar dalam dunia pendidikan. Bagaimana mungkin dunia pendidikan menjadi baik jika tercemar oleh polusi dusta. Maka untuk persoalan ini kita perlu mensikapi dengan sangat serius. Tulisan ini dihadirkan tidak bersandar dari sentimentil karatan yang bisa menjebak dalam nalar ilusi.

Ini adalah fakta melalui petikan kata dan rangkaian kalimat yang sesungguhnya akan menjadi renungan dan sikap objektif tentang fenomena kasus suap Mantan Rektor Universitas Lampung (Unila), Karomani, yang melibatkan Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Kadisdik) Provinsi Lampung, Sulpakar.

Hadir untuk memaknai dari apa yang tersurat dari yang tersirat dalam bungkusan kata gratifikasi, dengan bungkusan pasal yang bisa membebaskan pelaku kejahatan yang tidak bermoral.

Merinci kebenaran yang merupakan lawan dari kebohongan dan kekeliruan yang menjadi objek pengetahuan tidak berkesesuaian.

Tidaklah bisa kita katakan kebenaran apabila tanpa baling-baling pesawat bisa diterbangkan. Namun menjadi benar jika dikatakan pesawat memiliki mesin untuk bisa diterbangkan.

Analogi yang bisa kita cermati dengan permainan narasi untuk mengarahkan alam fikir. Objek mana yang akan kita tampilkan sebagai sebuah kebenaran dalam pengetahuan.

Disinilah kita mulai tentang objek pengetahuan yang obyektif. Karena sesungguhnya suatu objek memiliki banyak aspek, sehingga harus benar-benar jeli dalam menterjemahkannya. Penterjemahan tentang objek secara obyektif: kebenaran.

Memang tidak bisa sembarangan saja untuk menelaah keseluruhan mencakup aspek (mencoba meliputi seluruh kebenaran dari objek tersebut)

Lantas bagaimana dengan kebenaran aliran dana mengatas namakan SNMPTN dan SBMPTN yang digelontorkan Sulpakar ke Karomani. Sah kah dana tersebut, atau hanya kamuflase untuk menutupi kebenaran yang sesungguhnya.

Pertanyaan berikut: Dari mana sumber dana yang teralirkan dari Sang Kadis ke Sang Rektor saat itu.

Jawabannya bisa saja hadir sebagai sebuah ketidakbenaran (kebohongan) selanjutnya. Karena memang untuk menutupi kebohongan maka akan menghadirkan kebohongan yang baru. Untuk meminimalisir kebohongan selanjutnya yang bisa saja dihadirkan diruang publik, maka perlu kita memahami tentang SNMPTN dan SBMPTN.

SNMPTN adalah singkatan dari Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Sedangkan SBMPTN adalah singkatan dari Seleksi Bersama Masuk Peguruan Tinggi Negeri.

Keduanya merupakan proses seleksi, dengan cara yang berbeda: dengan jalur tanpa seleksi ujian tertulis berbasis komputer dan melalui jalur ujian tertulis berbasis komputer sebagai syaratnya.

Ini merupakan peluang untuk bisa masuk perguruan tinggi negeri. Jika gagal melalui SNMPTN dengan pertimbangan skor Ujian Nasional, pencapaian akademis, nilai rapor pada lima semester paling akhir, maka masih ada kesempatan masuk melalui SBMPTN.

Seleksi SBMPTN harus mengikuti ujian tertulis, tes kemampuan akedemik dan tes potensi skolastik.

Tentunya bukan hal yang mudah dalam seleksi melalui kedua pola rangkaian proses tersebut (: SNMPTN dan SBMPTN). Terlebih harus bersaing dengan ribuan atau bahkan jutaan peminat lainnya berdasarkan quota penerimaan yang ada berbanding kelulusan siswa.

Naahtidak mudahnya inilah yang kemudian menjadi celah bagi pemegang kewenangan untuk memuluskan keinginan melalui cara tidak bermoral. Sehingga terjadilah transaksi haram dalam mewujudkannya.

Demikianlah yang kemudian terjadi di kasus suap Mantan Rektor UNILA, Karomani, melibatkan Sulpakar.

Meski sebenar-benarnya tidak ada korelasi pemberian dana oleh KADISDIKBUD Provinsi Lampung, Sulpakar, kepada Rekor UNILA, Karomani, namun ini dijadikan sandi dalam penghantar dana suap.

Jalur SNMPTN dan SBMPTN merupakan jalur yang tidak bisa diinterfensi oleh kekuatan apapun selain kemampuan pesertanya. Tidak juga bisa diinterfensi oleh kemampuan jabatan seseorang dan uang.

Bagaimana mungkin catatan Karomani yang dibacakan dalam dakwaan persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang, Bandarlampung, Selasa (10 Januari 2023), tertulis aliran dana yang tertulis Penerimaan Dari Sulpakar Kelulusan SNMPTN dan SBMPTN.

BUKAN GRATIFIKASI

Bisa menjadi aliran dana yang dinyatakan aman apabila memang ada nota kesepakatan antara kedua belah pihak: Dinas Pendidikan (DISDIK) Lampung dan Pihak Universitas Lampung. Namun apakah itu yang dilakukan. Tentunya tidak. Karena memang tidak mungkin nota kesepakatan memuat konsideran berapa siswa dari sekolah mana yang harus diterima di UNILA, terlebih lagi dengan berbayar.

Ruang lingkup nota kesepahaman kerjasama dua lembaga biasanya meliputi: Pembantuan tenaga kerja, kursus dan penataran berbagai ahli bidang, program magang, seminar dan lokalarya, program penelitian, pembanguan manajemen terpadu dalam rangka peningkatan mutu akademik, program pengabdian kepada masyarakat, dan lainnya. Bukan pada persoalan SNMPTN dan SBMPTN.

Korelasi kinerja kedua lembaga tentang SNMPTN dan SBMPTN meliputi tentang data siswa yang bisa ikut SNMPTN sesuai akreditasi sekolah dengan ketersediaan persentasi quota dari sekolah berakreditasi A, B, atau C. Sehingganya penerimaan aliran dana kelulusan SNMPT dan SBMPTN itu merupakan ketidakbenaran. Dana yang juga cukup serius disimak: Rp1,1 Milyar. Dengan keseninambungan waktu secara berkala: Tahun 2020, 2021,dan 2022.

Entah dari mana asalnya dana itu, sudah pasti bisa terbaca bahwa itu adalah praktik haram dalam dunia pendidikan. Keharaman yang saat ini dikategorikan pihak-pihak sebagai prilaku gratifikasi.

Arah yang tidak sulit ditebak dengan mengatasnamakan gratifikasi, agar pelaku pemberinya bisa lepas dari jeratan hukum. Hanya saja jangan lupa bahwa frasa hukum bisa menjadi “jebakan” bagi mereka pelaku kejahatan.

Prilaku gratifikasi sesungguhnya tidak bisa dijerat pidana terkecuali memenuhi unsur tindak pidana suap. Ketentuan yang diatur pada Undang-Undang (UU) Tipikor Pasal 5 ayat (1).

Jangan pula kita lupakan bahwa menurut Pasal 12C ayat (1) UU Tipikor, gratifikasi yang diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara tidak akan dianggap sebagai suap apabila penerima gratifikasi melaporkan kepada KPK.

Pelaporan tersebut paling lambat adalah 30 hari sejak tanggal diterimanya gratifikasi (Pasal 12C ayat [2] UU Tipikor). Apakah aliran dana dari Sulpakar berdalih aliran dana kelulusan SNMPTN dan SBMPTN itu dilaporkan oleh Karomani, sesuai perundangan yang berlaku….?

Ataukan justru Penyematan saat ini dalam tindakan Sulpakar sebagai gratifikasi kepada pegawai negeri (Rektor UNILA) sudah bisa dianggap pemberian suap.

Jawabannya adalah Sulpakar merupakan KADISDIK dan Karomani saat terjadinya peristiwa aliran dana adalah Rektor UNILA. Berarti ada berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya (Pasal 12B ayat [1] UU Tipikor).

Maka dari tinjauan aspek sosiologis dari awal tulisan ini hadir hingga aspek hukum yang tersedia, bukan lagi gratifikasi namanya pemberian dana dari Sulpakar ke Karomani. Sudah masuk ranah penyuapan. Secara logis, tidak mungkin dikatakan adanya suatu penyuapan apabila tidak ada pemberi suap dan penerima suap.

Menjadi catatan penting setelah apa yang telah dipaparkan dan dalam konteks pemahaman alur cerita, serta peraturan perundangan yang ada, aliran dana tersebut tidak masuk kategori gratifikasi, tetapi penyuapan. Tidak bermaksud memaksakan kehendak dalam tulisan ini, hanyalah untuk memberikan kebebasan berfikir dalam atmosfir kebenaran.

Kebanaran dalam dunia pendidikan sebagai hak menuju kemajuan provinsi (khususnya) dan negara yang kita cintai. Selanjutnya kita bebas mengekspresikan pikir dan tindak dalam mengapresiasi fenomena memilukan dan memalukan Dunia Pendidikan Lampung. ***

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *