Orang tua DA sudah melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan agar anaknya tetap bisa sekolah. Termasuk dengan membawa Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Namun SMKN 1 Katibung sepertinya tidak peduli dan tetap memaksakan agar siswi tersebut membayar tunggakannya.
Bahkan orang tua dari DA kembali mendatangi pihak agar ada kebijakan dari pihak sekolah terhadap putrinya. Namun lagi lagi tetap ditolak. Orang tuanya justru disodorkan keterangan tunggakan yang harus segera dibayarkan pada bendahara sekolah, Yaitu dengan rincian:
Bayaran biaya PKL Rp 300.000.,
SPP Kelas XI Rp 1.600.000,- ,
DU Kelas Rp 1.220.000,-,
SPP kelas XII Rp 1.280.000.
Total Rp4.400.000,=
“Jika ditotal keseluruhan biaya yang harus dibayar Rp4.400.000. Kami tidak mampu, dan tidak ada uang sebanyak itu. Ya terpaksa anak kami harus berhenti dari sekolah,” kata orang tua DA, di rumahnya, di Dusun Sidorukun, Desa Seloretno, Kecamatan Katibung.
Menurut orang tuanya, DA sendiri sebenarnya ingin melanjutkan pendidikan di sekolah itu. Tetapi pihak sekolah harus membayar hutang tunggakan ke sekolah. “Bayaran itupun wajib dibayarkan baik itu melanjutkan ataupun putus sekolah, harus tetap bayar tunggakan,” katanya.
“Kami ini orang dengan kondisi yang kurang mampu mas. Kami hanya minta keringanan tunggakan. Tapi pihak sekolah bersikukuh harus bayar. Dan anak saya sekarang jadi pekerja jaga toko di pasar Sidomulyo,” ucap orang tua DA.
Kepada wartawan, DA mengaku bahwa dirinya masih ingin sekolab. Dia juga menyesalkan ulah salah satu oknum guru yang mengeluarkan perkataan dengan nada menghina dirinya. “Guru itu bilang “Kamu itu hanya menjadi parasit disekolah saja,” kata DA menirukan ucapan oknum guru tersebut.
DA mengaku tidak tahu mengapa guru itu menghina dirinya. “Apakah karena saya ini belum bayar tunggakan sekolah dan menjadi parasit di sekolahan,” Ucap DA tertuduk dengan mata berkaca-kaca.
Karena gagal mendapat kebijakan di SMK N1 Katibung, orang tua Da kemudian ingin memindahkan DA untuk melanjutkan pendidikan dan pindah ke sekolah lain. Akan tetapi rencana tersebut batal, karena data DA masih terdaftar pada sekolah tersebut.
“Padahal anak saya sudah tidak sekolah lagi, tetapi masih terdata di SMK Negeri 1 Katibung. Mungkin pihak sekolah masih mengambil dana yang masuk dari aplikasi dapodik,” katanya.
Orang tua DA juga berharap pihak sekolah bisa mengeluarkan data putrinya dari dapodik agar bisa melanjutkan ke sekolah lain. Agar DA dapat mengenyam pendidikan sampai tuntas SMK.
Kepala sekolah SMKN 1 Katibung Suparman, belum.merespon konfirmasi wartawan terkait masalah tersebut. Dihubungi melalui telepon, dan whatshapnya Kepala Sekolah tidak merespon.
Copot Kepala Sekolah
Ketua LSM Pematank Suadi Romli meminta Dinas Pendidikan Provinsi Lampung, agar segera turun ke sekolah tersebut, dan mencopot kepala sekolah, dan memberikan sanksi oknum guru yang membullying siswi tersebut. Pasalnya itu bisa mencoreng citra Pendidikan, di Provinsi Lampung berjaya ini
Menurut Suadi Romi pihak sekolah SMK N 1 itu harus dievaluasi, karena diduga sudah melanggar peraturan seperti Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 61 Tahun 2020 Tentang Peran Serta Masyarakat Dalam Pendanaan Pendidikan Pada Satuan Pendidikan Menengah Negeri.
“Sekolah itu harus di evaluasi. Kepala Dinas pendidikan harus memecat kepala srkolah dan oknum guru itu. Sanksi keras, dan harus diberhentikan,” katanya.
Dalam Peraturan Pemerintah Pusat, kata Suadi Romi, melalui Kementerian Pendidikan, dikatakan bahwa Sekolah Negeri mulai dari Tingkat SD, SMP dan SMA/SMK, bebas iuran Pembayaran SPP.
Lalu adanya undang-undang no 20 tahun 2003 yang menjelaskan mengenai dasar, fungsi, dan tujuan sistem pendidikan nasional; prinsip penyelenggaraan pendidikan; hak dan kewajiban warga negara, orang tua, masyarakat, dan pemerintah; peserta didik; jalur, jenjang, dan jenis pendidikan; bahasa pengantar; dan wajib belajar.
“Tetapi fakta semua aturan itu diabaikan, dan tidak dianggap pihak sekolah. Sepertinya dianggap tidak ada. Bahkan sekolah yang dikatakan bebas dari pungutan, hanyalah menjadi sebuah slogan dan sekedar tulisan belaka,” Katanya.
Padahal ada spanduk dan banner yang terpampang di setiap sekolah. Dan ternyata tidak sesuai dengan praktek dan kenyataan dilapangan.
“Terbukti di SMKN 1 Katibung, Kecamatan Katibung Kabupaten Lampung Selatan, siswa-siswi yang tidak mampu diwajibkan dan dibebani Biaya SPP, Uang Pembangunan Sekolah, yang besarannya melebihi dari anggaran Dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) yang ditanggung Pemerintah terhadap setiap siswa penerima,” Katanya. (Red).
Tinggalkan Balasan