Pesawaran (SL)-Kebocoran pipa proyek SPAM yang berada di empat desa, Pasar Baru, Kedondong, Way Kepayang dan Kubu Batu semakin parah dan meluas. Tidak hanya di saluran pipa biasa, kebocoran juga terjadi pada dua pipa besi yang melintasi jembatan di Pasar Lama Desa Kedondong, Kecamatan Kedondong, Pesawaran. Tampak dua saluran pipa besi di jembatan tersebut mengalami kebocoran yang cukup besar.
Berdasarkan data pantauan Sinarlampung, proyek yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) Tahun 2022 sebesar Rp7,5 miliar itu dikerjakan tidak sesuai Besteknya. Tak hanya itu, lemahnya pengawasan Dinas PUPR Kabupaten Pesawaran menyebabkan proyek dikerjakan asal jadi oleh pelaksana sehingga didapat hasil di luar harapan. Parahnya, kebocoran pipa juga terjadi di jalan lingkungan rumah-rumah warga setempat.
Salah seorang warga, Abdul Tolib sangat menyayangkan hasil proyek yang menelan anggaran miliran tetapi hasilnya nihil alias belum bisa memberi manfaat sama sekali. Menurutnya, proyek yang sudah di PHO oleh pihak-pihak terkait seharusnya sudah bisa bisa mengalir sesuai dengan fungsi dan juga perencanaannya. “Tapi faktanya sudah di PHO belum mengeluarkan air,” sesal Abdul Tolib.
Abdul Tolib menambahkan, fakta lain terkait serah terima kepada PDAM menunggu masa pemeliharaan, sedangkan air SPAM sampai saat ini belum keluar. Sehingga hal itu dinilai tidak etis mengingat hasil pekerjaan SPAM banyak terjadi kebocoran. “Jadi apa yang dipelihara, apakah saluran yang bocor itu dipelihara sampai serah terima,” kata tolip lagi.
Terkait proyek SPAM bermasalah, Bupati Pesawaran Dendi Ramadhona menyebut ada dua masalah penyebab tidak maksimalnya hasil pekerjaan. Pertama, tidak meratanya pembangunan. Pengerjaan proyek SPAM sudah dikerjakan di tahun 2022 padahal masih ada sejumlah wilayah yang belum mendapat pembangunan.
“Artinya, proyek sudah dibangun pada tahun 2022, padahal ada juga yang belum mendapat pembangunan. Pembangunan di tahun 2022 ada permasalahan Diklat kemarin harus segera diselesaikan. Jangan sampai sudah dibangun tak teraliri airnya. Kedua, ada beberapa desa yang memiliki hulu atau tetapi malah belum terpasang,” tegas Dendi.
Kepada media ini, Mugik selaku pekerja yang berasal dari Way Halim mengatakan bahwa dirinya hanya digaji Rp10.000 per meternya. (Mahmuddin)
Tinggalkan Balasan