Bandar Lampung (SL)-Setelah sempat mangkir panggilan saksi, Ketua DPW Partai Nasdem Lampung, Herman HN dan anggota DPRD Lampung Fraksi Nasdem Mardiana akhirnya bersaksi di sidang perkara suap penerimaan mahasiswa baru Universitas Lampung (Unila) di Pengadilan Negeri Tanjungkarang. Selain Herman HN dan Mardiana, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK juga memanggil ajudan Herman HN, Yayan Saputra, ditambah saksi Radityo dan Nizam, Selasa 28 Febrauria 2023.
Dihadapan majelis hakim, mantan Wali Kota Bandar itu mengakui menitipkan keponakannya anak dari Anggota DPRD Tulang Bawang Marzani. Dia sempat didesak Marzani untuk untuk membantu anaknya agar lulus di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung (Unila).
Menurut Herman HN, Pada April 2022, Marzani mendatangi rumah pribadinya di Batu Putu, Bandar Lampung, untuk diminta tolong anaknya masuk Fakultas Kedokteran Unila. “Saya jawab tidak bisa, lalu saya didesak agar diminta tolong. Setelah bicara beberapa kali, saya tidak enak hati, jadi saya coba bantu,” kata Herman HN dalam persidangan, saat diminta Hakim untuk menjelaskan kronologis dirinya dimintai tolong oleh Marzani terkait penerimaan mahasiswa baru di Unila.
Herman HN bersaksi terhadap tiga terdakwa yakni mantan Rektor Unila Karomani, mantan Wakil Rektor I Heryandi, dan mantan Ketua Senat M. Basri. Setelah itu, Herman HN mengaku diberi nomor telepon Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat (BPHM) Unila, Budi Sutomo, oleh Marzani.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK RI, bertanya kepada Herman HN, setelah itu apa tindakan Saudara?, Herman HN menjawab, Marzani masih mendesak karena anak perempuannya agar bisa masuk Unila. Lalu berpikir bagaimana caranya menolong Marzani. Kemudian Herman HN teringat nama dosen Unila yakni YS kala itu juga menjabat sebagai tenaga ahli di Pemkot Bandar Lampung.
JPU kembali bertanya apakah Herman HN pernah menerima secarik kertas dari Marzani dan pernah hubungi Karomani. Herman HN mengiyakannya, isi kertas itu hanya tertulis nama anak Marzani, namun belum ada nomor ujian karena belum daftar. “Iya itu tertulis nama anaknya, lalu itu saya kasih ke Budi Sutomo agar tolong dibantu kalau bisa. Saya tidak pernah hubungi Karomani,” ujar Herman HN.
Herman HN kembali ditanya, apakah ada pembicaraan bisa diterima dan kalimat bantuan infak. Herman HN menjawab tidak ada, sebab dirinya bertemu Budi hanya lima menitan. Herman HN menyebutkan tidak pernah membahas soal infak pembangunan apapun, termasuk Gedung Lampung Nahdliyyin Center (LNC).
Saat itu, lanjut Herman HN, Marzani menyebutkan Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat (BPHM) Unila Budi Sutomo bisa membantu. Akhirnya, Herman HN menghubungi YS yang merupakan Dosen Hukum Unila. “Hari itu YS langsung datang bersama Budi Sutomo ke rumah di Batu Putu. Saya bilang ke Budi, ada ponakan saya mau masuk FK Unila, kalau bisa tolong dibantu,” ujar Herman HN.
Menurut Herman HN, Budi Sutomo tidak pernah membahas soal infak pembangunan Lampung Nahdliyyin Center (LNC). Setelah pertemuan itu, dirinya tak pernah berhubungan lagi dengan Marzani dan urusan titip menitip. “Bulan Juni Yayan (ajudan Herman HN) lapor kalau ada penyerahan uang antar Saprodi (Asisten III Pemkot Bandar Lampung sekaligus besan Marzani) ke Budi Sutomo. Tapi saya bilang bukan urusan saya, kasih tau saja orang tuanya,” jelas Herman.
Sementara itu, Yayan menjelaskan dirinya ikut menemani Saprodi menyerahkan uang Rp250 Juta kepada Budi Sutomo di rumah makan di Bandar Lampung. “Kemudian saya hanya melaporkan ke Pak Herman HN, beliau bilang ya sudah, begitu saja,” katanya.
Mardiana Jual Nama Ayahnya Tamanuri Yang Anggota DPR RI?

Semantar Anggota DPRD Lampung, Mardiana, mengakui jika dia juga menitipkan anaknya masuk ke Fakultas Kedokteran Universitas Lampung (Unila) lewat perantara anggota DPR RI Tamanuri. Hal itu diungkapkan Mardiana juga saat menjadi saksi dalam kasus suap penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri Unila, di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Bandar Lampung, Selasa (28/2/2023).
Dalam persidangan, Mardiana mengakui menuliskan nama Tamanuri dalam berkas dengan tujuan agar anaknya bisa dipertimbangkan dan Mardiana bisa bertemu Rektor Karomani di ruangannya. Awalnya Mardiana ditanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) apakah pernah menghubungi Rektor Unila Karomani.
Mardiana mengakui saat itu dirinya ingin bertemu Karomani, namun tidak susah untuk bertemu, sehingga dirinya menemui Wakil Rektor Heryandi, karena saat itu ada yang ingin ia sampaikan. “Dalam bertemu Heryandi, saya bawa map berkaitan sumbangan pembangunan institusi (SPI), karena saya ingin menambah Rp100 juta,” kata Mardiana dalam persidangan.
Kemudian Mardiana kembali ditanya saat bertemu Heryandi tahu dari mana masalah SPI. Mardiana mengakui ia tahu dari anaknya, kemudian Mardiana mengaku saat bertemu Heryandi tidak banyak percakapan. “Saya bawa map sebundel, lalu saya diminta ikuti semua prosedur, karena kebijakan ada di Rektor Unila, jadi ikuti aturannya,” ujar Mardiana.
Kemudian Mardiana menjelaskan, ada aturan untuk masuk jalur mandiri seperti daftar, melihat hasil nilai, dan pertimbangan SPI. Ada nilai pertimbangan antara SPI dengan nilai, jadi ia menambah SPI Rp100 juta karena ingin melihat peluang anaknya masuk lebih besar.
JPU kembali bertanya, sebelum memberikan berkas apakah memberikan secarik tulisan. Mardiana lalu mengiyakannya, tertulis nama anggota DPR RI asal Lampung Tamanuri. “Nama itu ditulis agar Rektor bisa ada waktu dan bisa ketemu saya, karena saya ingin menyampaikan penambahan SPI dan permohonan agar pembayarannya dicicil,” jelas Mardiana.
Setelah itu, Mardiana akhirnya bertemu Rektor Karomani setelah dirinya menghubungi Tamanuri, untuk mempertemukannya. Saat bertemu, Rektor Karomani bilang harus berprosedur ikuti tahapan dan diminta banyak berdoa. Saat ditanya terkait permintaan sumbangan Gedung Lampung Nahdliyin Center (LNC), Mardiana menjawab dirinya pernah diajak ke gedung tersebut. Lalu Mardiana diminta sumbangan untuk mengisi Lantai III Gedung LNC. (Red)
Tinggalkan Balasan