Uang Korupsi Retribusi Sampah di Bandar Lampung Untuk ‘Bancaan’ Pejabat?

Bandar Lampung-Uang korupsi Rp6,9 miliar pungutan retribusi sampah dari masyarakat Kota Bandar Lampung sejak tahun 2019 hingga 2021 ternyata mengalir kepada sejumlah pejabat di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandar Lampung. Hal itu diungkap para saksi di persidangan yang digelar di Pengadilan Tipikor Tanjungkarang, Rabu 21 Juni 2023.

Sidang menghadirkan saksi yakni Kadis DLH Bandar Lampung saat ini Budiman PM, lalu mantan Pelaksanatugas (Plt) Kadis DLH Riana Apriana kini menjabat Kadis Koperasi dan UMKM Bandar Lampung.  Lalu mantan Kepala Bidang Pengelolaan Sampah di DLH Bandar Lampung Ismet Saleh dan Bendahara Penerima di DLH Bandar Lampung Kaldera.

Dalam sidang dengan tiga terdakwa Sahriwansah mantan Kadis DLH Bandar Lampung, Haris Fadillah mantan Kabid Tata Lingkungan; dan Hayati Pembantu Bendahara Penerimaan DLH Bandar Lampung, sakwi Riana Apriana, Ismet Saleh, dan Kaldera kompak menyatakan mereka menerima bagian uang korupsi itu.

Riana Apriana mengaku dia menerima Rp25 juta setiap bulannya dari Hayati, saat dirinya menjabat Plt Kadis DLH Bandar Lampung tahun 2021 lalu, dengan total Rp250 juta. “Iya saya dikasih uang Rp25 juta itu setiap bulan, kata terdakwa Hayati uang itu untuk operasional kepala dinas,” kata Riana Apriana.

Riana Apriana, mengaju uang itu kemudian digunakan untuk operasional, salah satunya memberikan konsumsi para petugas di lapangan. “Karena tidak ada anggaran operasional,” kata Riana Apriana.

Menurut Riana Apriana total Rp250 juta itu kini sudah dikembalikan kepada Kejaksaan Ringgi. “Dan uangnya sudah saya kembalikan melalui penitipan di Kejaksaan Tinggi,” ujar Riana Apriana.

UPTD Setor ke Sahriwansyah

Pada, Kamis, 15 Juni 2023 lalu, empat saksi yaitu mantan Kepala UPT Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Bandar Lampung Zaini, Mahyudi, Sasroni, dan Judin Robiansah.

Kepada hakim Zaini mengakui uang retribusi sampah dari Universitas Lampung (Unila) Rp5 juta tiap bulan sejak 2028 tidak disetrokan ke PAD Bandar Lampung.

Menurut Zaini awalnya ada sampah yang sangat menumpuk dan menimbulkan bau tidak sedap di Unila. Sehingga dia mengambil sampah setiap harinya dengan biaya retribusi sampah sebesar Rp5 juta setiap bulan.

Uang tersebut tidak ia setor kan untuk PAD melainkan untuk operasional dan ia setorkan ke Kepala DLH Sahriwansyah. “Bulan pertama itu September, Oktober, saya gunakan untuk operasional mobil karena kondisi mobilnya sudah tua di November saya setorkan ke pak kadis,” kata dia.

Sejak awal Sahriwansyah menjabat sebagai Kadis DLH, kata Zaini semua kepala UPT dikumpulkan. Dalam rapat itu Sahriwansyah berpesan agar bekerja dengan baik dan tidak ada masalah di lapangan. “Mengumpulkan seluruh kepala UPT pendataan retribusi sampah, pengangkutan sampah harus tertib dan aman,” katanya.

Menurutnya mekanisme penagihan retribusi sampah berdasarkan data yang sudah dilaporkan ke Dinas Lingkungan Hidup dan dibuat nota dinas sehingga jadi karcis untuk penagihan. “Karcis itu diambil dari bendahara  saya laporan dulu, baru ada penagih UPT yang memungut, uangnya untuk operasional dan setorkan ke Sahriwansyah,” kata dia. (Red)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *