Kepala Daerah Biang Keladi Membludaknya Tenaga Honorer di Daerah, Mampukah UU ASN Menyetopnya?

SLEMAN – Membludaknya jumlah tenaga honorer disebabkan banyak honorer berasal atau  titipan Kepala Daerah.  Sekarang, praktik itu seharusnya tidak bisa lagi dilakukan oleh kepala daerah sejak diberlakukan UU ASN terbaru. Tuduhan itu pernah diungkap Mendagri Tito Karnavian dan dipertegas kembali oleh Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD.

Mahfud mengatakan pada zaman pemerintahan SBY, ratusan ribu tenaga honorer diangkat menjadi ASN. Sekitar 870.000 tenaga honorer diangkat dan menyisakan kurang lebih 50.000 tenaga saja yang masih memenuhi persyaratan berkas.

Namun jumlah tenaga honorer terus bertambah hingga jumlahnya membeludak. Beberapa di antaranya kata Mahfud bahkan dibawa oleh kepala daerah. Mereka para tenaga honorer yang dibawa ada yang berasal dari gerbong tim sukses kepala daerah, anak, hingga dari kalangan sanak famili.

“Tapi sekarang justru tenaga honorer itu jutaan, karena setiap kepala daerah yang baru itu membawa tim suksesnya jadi tenaga honorer. Itu [tenaga honorer] ada anak keponakannya, anaknya dititip kesana semua, sehingga pemerintah jadi kewalahan,” ungkap Mahfud pada Jumat (6/10/2023) di UC UGM.

Padahal, sudah ada kebijakan yang mengatur tidak boleh adanya tenaga honorer di kantor pemerintahan. Namun tenaga honorer terus tumbuh di mana-mana meski telah dilarang. Malahan nyaris setiap kali pimpinan daerah berganti, tenaga honorernya pun ikut bertambah.

“Dulu sudah ada kebijakan tidak boleh ada tenaga honorer, semua kalau di kantor pemerintah harus PNS, nah sekarang setiap Bupati baru, Gubernur baru tetap ngangkat [honorer] terus. Tidak bisa dibendung sehingga jumlahnya jadi jutaan. Maka pemerintah seperti jadi goyang. Ini gimana menyelesaikannya, diselesaikan sekarang, ini muncul lagi di sini, sudah dilarang masih muncul lagi,” tuturnya.

Pola semacam ini terus berulang. Tenaga honorer ini layaknya menjadi tinggalkan oleh kepala daerah periode sebelumnya.

“Kok itu anaknya bupati, anaknya gubernur, saudaranya, keponakannya, itu yang terjadi. Sehingga kita dibikin pusing. Kadang kala kita kan kecolongan, tahu-tahu sudah ada di depan meja. Nih sudah ASN, Bupatinya yang mengangkat dulu di periode yang lalu, ini Bupati sudah berhenti nih Bupatinya, ini tinggalan masa lalu harus selesaikan terus begitu terus,” ungkapnya.

Oleh karena itu dimuatlah poin pelarangan perekrutan pegawai non-ASN dalam UU ASN. Termasuk penataan pegawai non-ASN agar tidak dieksploitasi.

“Sehingga baru-baru ini kami membuat pembaharuan Undang-undang ASN untuk menyetop masalah ini agar tidak ada eksploitasi,” imbuhnya.

Sebelumnya Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyebut tenaga honorer bagian administrasi di lingkungan pemerintah daerah (pemda) banyak diisi oleh tim sukses (timses), keluarga kepala atau pejabat daerah.

Tito menyampaikan pernyataan itu di depan puluhan kepala daerah yang dikumpulkan dalam acara Penguatan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) di Kantor Kementerian Dalam negeri (Kemendagri), Jakarta, pada Rabu (13/9).

Tito pun menilai kebanyakan tenaga honorer di bidang administrasi tak memiliki keahlian khusus. Menurut Tito, penumpukan jumlah tenaga honorer yang tidak punya keahlian khusus membuat belanja pegawai di daerah-daerah yang bergantung pada transfer pusat semua tersedot ke situ anggarannya.(red)

 

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *