Jakarta, sinarlampung.co- Kasus dugaan pemerasan oleh pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di lingkungan Kementerian Pertanian (Kementan) telah naik ke tahap penyidikan. Penyidik Krimsus Polda Metro Jaya menerbitkan surat perintah dimulainya penyidikan. Selain dugaan pemerasan, penyidikan juga menyasar dugaan korupsi dan gratifikasi Pimpinan KPK.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Komisaris Besar Polisi Ade Safri Simanjuntak mengatakan kenaikan status penyelidikan menjadi penyidikan itu dilakukan setelah gelar perkara pada Jumat, 6 Oktober 2023. Langkah itu dilakukan di Bagian Pengawasan Penyidikan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya.
“Akan menerbitkan surat perintah dimulainya penyidikan. Untuk melakukan serangkaian tindakan penyidikan menurut cara dalam hal yang diatur oleh undang-undang, guna mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan menemukan tersangkanya,” ujar Ade di Polda Metro Jaya, Sabtu, 7 Oktober 2023.
Saat ini polisi sudah memeriksa enam orang saksi, salah satunya bekas Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. Namun, Ade Safri tidak bisa membeberkan materi penyidikannya. “Untuk materi penyidikan nantinya, mohon maaf kami belum bisa share kepada rekan-rekan sekalian,” kata Ade yang menjamin perkara ini ditangani secara profesional. Penyidik juga masih bekerja untuk mengumpulkan berbagai bukti.
Ade Safri Simanjuntak mengatakan penyidik Polda Metro Jaya juga menguatkan adanya indikasi korupsi yang dilakukan pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam penyidikan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan). “Timnya juga menduga kuat adanya pemerasan yang dilakukan pemimpin KPK terhadap menteri pertanian (mentan) dalam pengungkapan kasus korupsi di Kementan.” ujarnya.
Ada Gratifikasi
Ade menyebutkan dari gelar perkara yang dilakukan penyidik kepolisian, terungkap bukti-bukti adanya ragam tindak pidana yang diduga dilakukan pemimpin KPK terhadap Yasin Limpo. Tindak pidana tersebut, kata Ade, mulai dari pemerasan, sampai pada penerimaan suap, dan juga tindak pidana gratifikasi.
“Jadi, yang menjadi materi penyidikan kasus ini, adalah terkait dengan tindak pidana korupsi berupa pemerasan, yaitu pegawai negeri atau penyelenggara negara, yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasannya untuk memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar sesuatu, atau menerima sesuatu,” katanya.
Perkara ini bermula dari sebuah pengaduan masyarakat (dumas) pada 12 Agustus 2023 ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya. Aduan itu soal adanya dugaan pemerasan yang dilakukan oleh pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2020 hingga 2023 di lingkungan Kementerian Pertanian.
Selanjutnya Polda Metro Jaya menerbitkan Surat Perintah Penyelidikan tanggal 21 Agustus 2023 untuk menelusuri aduan tersebut. Ade Safri tidak menyebut siapa pelapor kasus ini. Terlapor kasus juga hanya disebutkan pimpinan KPK. “Di situ disebutkan adanya dugaan tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan oleh pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dan ini yang akan menjadi materi penyidikan,” kata Ade.
Dua Kasus
Kasus yang melibatkan pimpinan KPK ini merupakan perkara kedua dan kini sudah naik ke tahap penyidikan di Polda Metro Jaya. Kasus pertama terkait dengan dugaan pembocoran dokumen penyelidikan kasus korupsi di ESDM.
Kasus ini berawal dari munculnya rekaman video yang disebut-sebut terkait dugaan pembocoran yang melibatkan Ketua KPK Firli Bahuri. Singkat cerita, kasus itu dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh sejumlah pihak, salah satunya dari LP3HI. Pelapor melaporkan Firli atas dugaan kebocoran dokumen. Laporan LP3HI terhadap Firli Bahuri sudah teregister dengan nomor LP/B/1951/IV/2023/SPKT/Polda Metro Jaya.
Dokumen KPK
Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto lalu buka suara terkait kasus dugaan kebocoran dokumen KPK yang dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Karyoto mengatakan pihaknya menemukan unsur pidana sehingga kasus tersebut naik ke tahap penyidikan. “Memang setelah dilakukan pemeriksaan awal, ada beberapa pihak-pihak yang diklarifikasi, kami memang sudah menemukan adanya peristiwa pidana,” kata Irjen Karyoto di Polda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (20/6 lalu).
Karyoto mengatakan laporan soal kebocoran dokumen KPK ini memenuhi unsur pidana setelah didapatkan bukti-bukti. “Buktinya apa, bahwa ada informasi yang kita dapatkan yang ternyata informasi itu masih dalam proses penyelidikan di KPK ada di pihak-pihak yang sedang menjadi target-target daripada penyelidikan itu,” jelasnya.
Bukti lainnya, kata Kapolda, bahwa dokumen yang seharusnya rahasia menjadi bocor dan diketahui publik. “Artinya barang yang tadinya rahasia menjadi tidak rahasia ketika sudah dipegang oleh pihak yang menjadi objek penyelidikan,” imbuhnya.
Karyoto juga sempat ditanya soal sosok tersangka dalam kasus tersebut. Apa katanya? “Ya tunggu saja,” jawab Karyoto.
Karyoto mengatakan, yang jelas, pihaknya telah menemukan adanya peristiwa pidana terkait kebocoran dokumen KPK ini. Urusan ada-tidaknya tersangka di kasus akan ditentukan kemudian.
“Karena itu sifatnya kami mendapatkan laporan dari direktur dengan satgas yang sudah dibentuk kemarin untuk menangani perkara ini, karena ini kami anggap perkara yang menyita banyak perhatian karena pelapornya banyak sekali. Kan kami pertanggungjawaban kepada pelapor harus bicara apa, apakah nanti ditemukan tersangkanya atau tidak itu urusan nanti belakangan, yang jelas peristiwanya ada tentang pertama bocornya ya peristiwa itu,” bebernya. (Red)
Tinggalkan Balasan