Peras Pengusaha Lapak Solar Rp100 Juta Lima Wartawan Abal Abal di Tangkap

Bojonegoro, sinarlampung.coTim Satreskrim Polres Bojonegoro menangkap lima pria yang mengaku sebagai wartawan dari 17 orang yang diduga terlibat pemerasan terhadap seorang pengusaha solar di Desa Kedewan, Kecamatan Kedewan, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, Kamis 4 Januari 2024.

Kelima pelaku ditangkap saat sedang liburan tahun Baru, Jimbaran Pulau Bali. Mereka melakukan pemerasan dengan meminta uang Rp100 juta, jika tidak mereka akan membuat berita bisnis solar tak berizin, dan melaporkan ke Polisi. Namun hasil nego hanya disanggupi Rp30 juta.

“Tim kita  mengungkap kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang mengaku oknum media. Lima pelaku utama sudah kita tangkap,” kata Kapolres Bojonegoro, AKBP Mario Prahatinto, melalui Kasat Reskrim, AKP Fahmi Amarullah, dalam Konferensi Pers, di Bojonegoro, Kamis 4 Januari 2024.

Menurut Kasat, awalnya ada 17 orang mengendarai tiga unit mobil, yang mengaku dari media, mendatangi lapak atau lokasi bisnis solar milik korban Nursalim, pada hari Senin, 25 Desember 2023, sekira pukul 15.30 WIB, lokasi di lapak di Desa Kedewan, Kecamatan Kedewan, Kabupaten Bojonegoro.

Para pelaku, kata Kasat mengaku dari wartawan. Dan meminta kepada korban untuk menunjukkan surat ijin korban membuka lapak solar tersebut. Sebagian mereka juga melakukan pengecekan, bahkan ada yang merekam, memotret.

“Karena korban ini tidak bisa menunjukkan izinnya, para oknum wartawan mengancam akan memberitakan temuan tersebut, dan akan melaporkan ke Polisi, jika tidak memberikan sejumlah uang.

“Mereka ada 17 orang mengatasnamakan wartawan. Mendatangi lapak penampungan minyak solar yang tidak bisa menunjukkan izin usahanya. Kemudian salah seorang dari kelompok itu meminta Rp100 juta. Tetapi korban tidak menyanggupi uang tersebut,” ujar Kasat.

Menurut Fahmi, korban lalu menyatakan kepada pelaku  inilah OR, bahwa lapak yang dikelolanya itu ada penyandang dananya atau bos dengan inisial FR.

“Korban kemudian menghubungi FR dengan menggunakan HP korban. Selanjutnya HP tersebut diserahkan kepada pelaku OR, yang kemudian terjadi komunikasi antara OR dengan FR,” kata Fahmi.

Dalam percakapan tersebut secara garis besarnya tersangka OR minta disediakan uang sebesar Rp100 juta, maka masalah dianggap selesai dan perkara lapak solar tidak akan diunggah di media dan tidak akan dilaporkan ke pihak kepolisian.

“Dari percakapan antara FR dengan OR, terjadi tawar menawar yang pada akhirnya disepakati Rp30 juta. Hari itu, sekitar pukul 18.00. FR mentransfer uang Rp30 juta ke rekening Bank atas nama OR,” ujarnya.

OR dan empat rekannya menghabiskan uang Rp30 juta itu untuk berlibur dan menikmati pergantian tahun di Bali. “Saat asik piknik dan menikmati tahun baru di Bali, kelima tersangka yang berada dalam satu mobil, akhirnya kita amankan di wilayah Jembrana. Dan kita bawa ke Bojonegoro untuk dilakukan pemeriksaan,” ungkapnya.

Menurut Fahmi bahwa dari jumlah 17 orang yang mendatangi lapak korban, yang menjadi pelaku utamanya adalah hanya lima orang ini, yang lain hanya ikut ikutan nimbrung saja.  “Tapi mereka tetap masih kita cari, meskipun hanya ikut-ikutan nimbrung,” ujar Kasat

Terkait kegiatan minyak solar yang ada di lokasi pemerasan. Petugas juga langsung melakukan pengecekan ke lokasi Lapak solar. Namun tidak menemukan aktifitas apapun. “Setelah penangkapan para pelaku, kita langsung cek lokasi, ternyata tidak ada kegiatan apapun seperti yang disampaikan lima tersangka ini,” ujar Fahmi.

Saat ini, kelima pelaku yang mengaku sebagai wartawan itu di tahan di Polres Bojonegoro. Kelima tersangka dijerat Pasal 368 KUHP dan atau Pasal 369 KUHP dan atau Pasal 378 KUHP Jo Pasal 55 KUHP Tentang Pemerasan dan atau Penipuan dan atau turut serta melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman paling lama 9 (sembilan) tahun penjara.

Dukung Polisi Berantas Wartawan Abal Abal

Pasca penangkapan lima pria mengaku wartawan yang  melakukan pemerasan itu mendapat respon  dua organisasi profesi nasional konstituen dari Dewan Pers Yakni Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI).

PWI dan AJI sama-sama mengutuk dugaan tindak kejahatan yang dilakukan gerombolan mengaku wartawan, dan telah merusak nama baik profesi wartawan, dan mendukung kerja kepolisian dalam memberangus wartawan abal-abal.

Ketua PWI Kabupaten Bojonegoro, M. Yazid mengapresiasi keberanian masyarakat yang mau melapor terkait insiden dugaan pemerasan tersebut. Sebab hal itu bisa menjadi pembelajaran bersama, utamanya pada para wartawan yang telah diakui kompetensinya menjalankan kerja pers.

“Sebab wartawan tidak hanya berbekal press card saja, namun juga harus mentaati Undang-Undang Pers, Kode Etik Jurnalistik, dan peraturan lainnya tentang pers,” katanya kepada wartawan, Kamis 04 Januari 2024.

Aksi dugaan pemerasan sebagaimana terjadi bagi Yazid tentu sangat tidak dibenarkan, sebab bertentangan dengan kode etik jurnalistik, apalagi mengatasnamakan wartawan.

“Wartawan asli dan profesional dipastikan tidak akan menyalahgunakan profesi dan tidak akan menempuh cara yang tidak profesional. Silahkan masyarakat melapor, jika merasa diperas oleh seseorang atau segerombolan orang yang mengaku wartawan, jangan takut,” tegasnya.

Menurut M Yazid wartawan yang tergabung dalam PWI dipastikan mayoritas sudah mengikuti uji kompetensi, baik jenjang muda, madya, maupun utama. Sehingga nama-nama wartawan yang sudah mengikuti uji kompetensi wartawan dapat diakses di web resmi Dewan Pers.

Selain itu ia mengapresiasi langkah cepat pihak penegak hukum dalam menangkap terduga pelaku pemerasan tersebut. Pasalnya tidak menutup kemungkinan ada oknum yang juga meresahkan masyarakat dibalik kedok menjadi wartawan.

Oleh karena itu dibutuhkan sinergi semua pihak, baik pers, penegak hukum, maupun masyarakat dalam menangani orang tidak bertanggungjawab mengaku wartawan atau bahkan oknum wartawan berbuat nakal. “Sebab wartawan bekerja dengan karya intelektual dan jangan sampai diciderai maupun dikambinghitamkan,” katanya.

Ketua AJI Bojonegoro, Deddy Mahdi As-Salafy menyatakan, sekarang ini banyak orang bisa mengaku sebagai wartawan, alias wartawan “abal-abal” karena mengaku-ngaku. Ini terjadi sebab mudahnya membuat website dan kartu pers.

Namun yang perlu publik ketahui, terutama pengusaha dan pejabat publik, jurnalis atau wartawan yang bukan “abal-abal” dia menjunjung tinggi etika profesi, seperti tidak meminta uang kepada narasumber, apalagi sampai melakukan pemerasan.

Berkaca pada ulah wartawan gadungan yang melakukan pemerasan, jurnalis televisi ini mendukung bagi warga yang merasa diintimidasi, dimintai uang, atau diperas seseorang atau gerombolan yang mengaku sebagai wartawan agar berani melapor ke pihak berwajib.“Kita mendukung pihak kepolisian untuk memberangus wartawan abal-abal yang melakukan pemerasan,” ucapnya. (Red)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *