Agus Nompitu Melawan Gugat Prapradilan Kejati dan Seret Nama Ketua Umum Yusuf Barusman, Sekretaris dan Bendahara Ali Kuku

Bandar Lampung, sinarlampung.co-Sekian bulan dari penetapan tersangka dugaan Korupsi anggaran hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Lampung tahun 2020, mantan Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Lampung Agus Nampitu akhirnya melakukan perlawanan. Selain menggugat Prapradilan Kejati Lampung, Agus Nampitu menyebut Ketua Umum Yusuf Barusman, Sekretaris Umum  Subeno, dan Bendahara Umum Liliana Ali alias Ali Kuku, yang harus bertanggung jawab atas anggaran hibah KONI tahun 2022 terdebut.

Meski ramai dipuji atas keberanian Agus Nampitu untuk melakukan perlawanan, namun Sidang praperadilan atas penetapan tersangka dugaan Korupsi KONI Lampung, Agus Nompitu terkesan main main. Sidang perdana Rabu, 13 Maret 2024, batal digelar alias tertunda karena tim kuasa hukum penggugat, Agus Nompitu tidak membawa surat kuasa yang asli.

Lalu pihak tergugat Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung tidak memenuhi panggilan alias tidak hadir. Kejati berdalih baru terima panggilan jadeal sidang. “Pertama, Kejati Lampung baru menerima surat panggilan (relas) pada Rabu 13 Maret 2024 siang. Relas (surat panggilan) panggilan sidang dari pengadilan baru kami terima jam 11 (siang) tadi,” katan Kasi Penkum Kejati Lampung, Ricky Ramadha.

Alasan lainnya, kata Ricky meski sudah mengetahui adanya gugatan dari awak media, pihak Kejati Lampung tidak bisa hadir tanpa panggilan resmi. “Kita Kan nunggu resmi dulu, kami gak bisa berandai-andai kalau yang resmi belum kami terima. Saat ini kita telah menerima panggilan resmi itu,” katanya.

Dalam kasus dugaan korupsi dana hibah KONI Lampung, Agus Nompitu menyebut tiga nama yang seharusnya ikut terseret dalam penetapan tersangka. Sebab ketiganya merupakan petinggi KONI Lampung tahun 2019-2023 yang turut bertanggung jawab atas penggunaan anggaran. Ketiga petinggi KONI Lampung itu yakni, Ketua Umum Yusuf Barusman, Sekretaris Umum  Subeno, dan Bendahara Umum Liliana Ali.

Penetapan Tersangka Tidak Tepat

Kuasa hukum tersangka Agus Nompitu, Chandra Muliawan, mengatakan berdasarkan fakta dan alat bukti menurut hukum tidak mengarah kepada kliennya. “Dari fakta dan alat bukti menurut hukum, tidak ada yang mengarah kepada tupoksi klien kita (AN) sebagai Wakil Ketua Bidang Perencaan, seluruh dugaan penyimpangan pengelolaan penggunaan uang,” kata Chanda Muliawan, Rabu 13 Maret 2024.

Chanda Muliawan menjelaskan secara struktur maka jika dalam hal penggunaan anggaran, KONI Lampung terdapat Kewenangan dan Struktur yaitu Ketua Umum (Prof. Dr. Ir. M. Yusuf S. Barusman, MBA) yang merupakan Pengguna Anggaran, Sekretaris (Drs. H. Subeno) sebagai Kuasa Pengguna Anggaran dan Ir. Lilyana Ali sebagai Bendahara Pengeluaran.

“Terkait dengan Belanja Barang, sudah ditetapkan Pejabat Pengadaan Barang dan Jasa, Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Barang dan Jasa, Panitia Pengadaan Barang dan Jasa, Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan, dan Panitia Penerima/Penyimpan Barang (P2B),” jelasnya.

Chanda Muliawan menyatakan tidak ada hubungannya atau titik tautnya antara dugaan penyimpangan Penggunaan Anggaran pada KONI Lampung dengan kliennya (AN) yang notabenenya sebagai Wakil Ketua Bidang Perencanaan.

“Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 21/PUU – XII/2014 tanggal 28 April 2015, maka norma Pasal 1 angka 14 KUHAP harus dimaknai : “Tersangka adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan “minimal dua alat bukti yang termuat dalam Pasal 184” patut diduga sebagai pelaku tindak pidana”.

Bahwa bila mendasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi 21/PUU – XII/2014 tanggal 28 April 2015 dalam menetapkan Tersangka ditingkat penyidikan haruslah mendasarkan pada pasal 184 KUHAP artinya bukti nya haruslah minimal dua alat bukti yang terang dan jelas menunjukan kesalahan tersangka.

Chanda Muliawan menambahkan alat bukti sebagaimana diatur dalam ketentuan pasal 184 KUHAP, ditentukan yaitu : keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa, dua alat bukti yang dimaksud dalam ketentuan Pasal 184 KUHAP adalah alat bukti yang menunjukan kesalahan dari tersangka.

Bila itu alat bukti surat maka hal surat tersebut haruslah membuktikan adanya tindakan tersangka yang melawan hukum yang menimbulkan kerugian keuangan negara. Apabila ada bukti ahli maka ahli tersebut adalah ahli yang dapat membuktikan kesalahan tersangka dalam pengunana anggaran.

“Tidak bisa hanya karena termohon sudah memeriksa saksi, memeriksa ahli dan melakukan audit maka sudah dapat dikatakan memperoleh bukti yang cukup, saksi ahli dan audit haruslah dapat membuktikan kesalahan tersangka. Itulah makna yang dimaksud dalam putusan MK nomor 21/PUU – XII/2014 tanggal 28 April 2015,” kata Chanda Muliawan.

Karena dalam hal ini, pada proses penyidikan itu, alat bukti hanya terdapat 3 jenis dari 5 jenis yang dimaksud dalam Pasal 184, yaitu : Surat, Saksi, dan Ahli. “Dari alat bukti tersebut, dirasa tidak mencukupi dua alat bukti yang menunjukkan kesalahan klien kita ANgus karena peran sebagai Wakil Ketua III itu sebagai Bidang perencanaan, bukan penggunaan anggaran,” katanya. (Red)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *