Proyek Bibit Alpukat dan Durian Rp2 Miliar Dishut Lampung Sarat Korupsi, Program RHL di Ujung Tanduk?

Bandarlampung, sinarlampung.co Belum lama ini mencuat isu dugaan korupsi pada kegiatan Reboisasi Hutan dan Lahan (RHL) dengan anggaran puluhan miliar rupiah di Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Provinsi Lampung tahun anggaran 2019-2021. Motif serupa juga terjadi pada proyek pengadaan bibit alpukat dan durian senilai Rp2,1 miliar di Dinas Kehutanan (Dishut) Provinsi Lampung 2023 yang juga diduga jadi ajang korupsi.

Pasalnya, proses pengadaan bibit alpukat dan durian diduga direkayasa, sehingga terindikasi adanya unsur pelanggaran aturan pengadaan barang dan jasa. Selain itu, pengadaan bibit dua varietas tersebut juga terkesan dipaksakan dan buang-buang anggaran. Sebab, bibit alpukat dan durian tersebut ditanam saat musim kemarau. Sehingga dua bibit pohon buah-buahan ini terancam tidak tumbuh.

Hal itu sesuai sorotan Gerakan Pemantau Pembangunan Lampung (Gamapela) yang menilai kegiatan di instansi terkait hanya menghamburkan uang rakyat.

“Kami melihat modus untuk menghamburkan uang rakyat sering dilakukan di dua dinas terkait yakni Dinas Kehutan Lampung dan BPDAS, motifnya dan pelakunya sama melibatkan KPH maupun Pejabat di dua dinas tersebut. Seperti dalam proses pengadaan bibit alpukat dan durian penuh rekayasa dengan melanggar aturan barang dan jasa sehingga dengan mudah berkoordinasi mencuri anggaran Proyek RHL bibit alpukat dan durian yang anggaran Rp2,1 Miliar kegiatan ini rawan dikorupsi,” kata Toni Bakrie, Ketua umum (Gamapela), Kamis, 14 Maret 2024.

Toni menjelaskan, pada tahun 2023 Dinas Kehutanan Lampung menggelontorkan anggaran belanja untuk RHL senilai Rp2,1 miliar, yang dialokasikan untuk belanja bibit alpukat dan durian.

Berdasarkan data yang dihimpun, pengadaan bibit alpukat dan durian senilai Rp2 miliar lebih tersebar di kabupaten/kota di Lampung dengan rincian, Kabupaten Pesawaran dialokasikan anggaran Rp101.340.000, Lampung Utara Rp33.655.000, ditambah Rp67.560.000, dan Pesisir Barat Rp67.560.000, ditambah Rp101.340.000.

Selanjutnya, Kabupaten Tulang Bawang Barat Rp33.780.000, Pringsewu Rp50.000.000, Way Kanan Rp67.560.000, Tanggamus Rp84.980.000 ditambah Rp545.655.000. Kemudian, Lampung Selatan Rp134.495.000 ditambah Rp101.340.000, Lampung Tengah Rp67.310.000, ditambah Rp371.580.000, Tulang Bawang Rp201.620.000, Lampung Timur Rp33.655.000, ditambah Rp101.340.000, Pesawaran Rp33.655.000, dan Bandarlampung Rp12.300.000.

Adapun proyek RHL belanja bibit tahun anggaran 2023 alpukat dan durian tersebut dilaksanakan oleh pihak ketiga atau rekanan melalui metode e-katalog. Namun fakta di lapangan hal ini berbeda, karena paket ini terindikasi adanya unsur kesengajaan yang dilakukan oleh para pejabat di Dinas Kehutanan Lampung.

Semestinya proyek tersebut dilaksanakan 1 sampai 2 paket saja. Tetapi para pejabat baik kepala dinas, PPK dan PPTK diduga bersekongkol atau bermufakat memecah menjadi banyak paket, di mana hal ini terindikasi adanya unsur pelanggaran aturan pengadaan barang dan jasa karena dapat di lihat di mana spesifikasi bibit sama, item belanja sama, harga satuan sama,” kata Toni.

“Apalagi menurut bapak Awal selaku PPTK proyek tersebut dikerjakan oleh tiga perusahaan dari total paketnya 17 paket. Hal ini menambah kecurigaan kepada pejabat Dinas Kehutanan Lampung adanya unsur “kocok bekem” selain menyalahi aturan pengadaan dan jasa dalam unsur memecah paket pekerjaan,” tegas Toni.

Kendati demikian, Toni meminta aparat penegak hukum (APH) supaya langsung bergerak menyusut adanya dugaan korupsi di Dinas Kehutanan Lampung tersebut.

“Kami meminta kepada aparat penegak hukum secara khusus kepada mereka yang memiliki tugas sebagai penindak kejahatan di bidang korupsi untuk dapat mendalaminya unsur kejahatan korupsi sistematis untuk menghamburkan uang rakyat, tidak tegas jika adanya unsur korupsi,” pintanya.

Lanjut Toni, selain menyalahi aturan pengadaan dan jasa dalam unsur memecah paket pekerjaan, pengadaan dan penanaman bibit terkesan dipaksakan di musim kemarau tahun kemarin. Berdasarkan informasi yang diperoleh, sebagian masyarakat penerima bibit mengeluhkan banyak bibit yang mati.

“Berdasarkan informasi dari masyarakat bahwa bibit alpukat dan durian tidak tumbuh, karena saat penanam tahun kemarin masih musim kemarau, jadi program RHL terancam gagal,” ujar sumber terpercaya di KPH Dinas Kehutanan Lampung.

Berita Terkait: Anggaran Miliaran Proyek RHL di BPDAS Lampung Jadi Ajang Korupsi Berjemaah?

Sementara itu, Faisol selaku PPK dan Awal Budiantoro selaku PPTK membenarkan untuk tahun 2023 Dishut Lampung memiliki proyek RHL pengadaan bibit alpukat dan durian bersumber APBD Rp2,1 miliar. Proyek tersebut dikerjakan oleh tiga perusahan e-warung menggunakan sistem e-katalog. Namun pekerjaan pengadaan bibit tersebut dipecah menjadi tiga kontrak, dengan cara pembelian sistem e-katalog, dibagikan dan ditanam di 13 kabupaten/kota di Lampung.

“Untuk kuota penyebaran bibit duren dan alpukat di setiap kabupaten, untuk kota bandarlampung tidak ada. Pengadaan bibit tersebut sudah tertanam,” kata Paisol yang diaminkan Awal selaku PPTK saat dikonfirmasi sebelumnya.

Sementara masyarakat sangat paham bila di akhir tahun 2023 curah hujan masih sedikit serta kekeringan di mana-mana, sehingga sangat kecil kemungkinan tanaman akan tumbuh, bahkan terancam mati. Jika bibit mati, sama halnya pejabat Dinas Kehutanan Lampung dalam hal ini Kepala Dinas dan Kepala Bidang terkesan hanya menghambur-hamburkan uang rakyat.

Ketika ditanya mengenai teknis pengadaan dan tidak adanya pembanding harga dan mutu bibit, Awal mengaku sudah sesuai prosedur belanjaan menggunakan e-warung yang memiliki sertifikat bibit. “Proses pengadaan sudah sesuai prosedur, kami telah mengklik e-warung distributor yang memiliki sertifikat bibit,” ungkap Awal.

Dengan adanya, ketidakberesan dalam proyek pengadaan bibit di Dinas Kehutanan tersebut, LSM Gamapela akan mengawal persoalan ini sampai ke meja hukum.

Rubik Soroti dugaan Korupsi RHL dianggarkan Puluhan Miliar di BPDAS

Sebelumnya, Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Restorasi Untuk Kebijakan (Rubik) menyoroti dugaan korupsi pada proyek Reboisasi Hutan Lindung (RHL) di Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Lampung Tahun Anggaran (TA) 2019. LSM Rubik menduga pekerjaan yang menelan anggaran puluhan miliaran rupiah tersebut merupakan proyek fiktif.

Alasan LSM Rubik menyebut pekerjaan tersebut fiktif, karena tidak ditemui realisasi penanaman di wilayah kerja yang ditentukan. Wilayah atau lokasi penanaman dimaksud, diantaranya, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Batutegi, Kota Agung Utara, Liwa, dan Bukit Punggur.

Menurut LSM rubik dugaan korupsi yang terjadi di BPDAS Lampung telah terstruktur dengan kepala KPH. Betapa tidak, dengan tidak didapatinya hasil penanaman bibit TS 2019, sudah menjadi barang bukti kuatnya dugaan korupsi pada pekerjaan tersebut.

“Pada tahun anggaran 2019 BPDAS menganggarkan anggaran yang sangat besar. Kami melihat ada unsur bibit tersebut tidak dijalankan dan dikerjakan, yang mana proses pengerjaan di lapangan KPH tersebut bekerjasama dengan BPDAS lampung, sehingga dapat saja belanja bibit untuk RHL tidak di jalan indikasinya. Selain itu, dugaan fiktif terjadi juga pada dana pemeliharaan RHL tahun anggaran 2020/2021,” cetus Ketua LSM Rubik Feri saat unjuk rasa.

Dalam Unras tersebut, LSM Rubik membawa beberapa dugaan permasalahan yang mengarah pada dugaan korupsi dalm realisasi anggaran milik dinas setempat. Seperti KPH Batu Tegi dengan indikasi anggaran Rp10 miliar terdiri dari lokasi penanamannya Blok XVI Sidomulyo seluas 192 Ha, Blok VI-VII Penantian seluas 580 Ha, dan Blok II sinar galih seluas 350 Ha.

Selanjutnya, KPH Kota Agung Utara dengan lokasi penanaman Blok IX-X Gunung Doh seluas 600 Ha, dengan pagu anggaran terindikasi mencapai Rp6 miliar.

Kemudian KPH liwa dengan lokasi penanaman Blok V seluas 309 Ha, HPS Rp2.724.615.000, kontrak Rp2.683.470.000. KPH liwa dari Blok II, III, dan IV Rp8.505.872.000 seluas 887 Ha.

Ajang korupsi juga terjadi di KPH Bukit Punggur dengan lokasi penanaman seluas 200 Ha, pagu anggaran terindikasi mencapai Rp2 miliar.

“Bahkan, dugaan korupsi tejadi juga terjadi pada tahun 2020 dan 2021. Dalam dua tahun tersebut terdapat anggaran pemeliharaan pada KPH Batu Tegi, KPH Kota Agung Utara, KPH Liwa, dan KPH Bukit Punggur sebesar 10 persen dari masing-masing anggaran per KPH yang diduga fiktif,” tambah Feri.

Dengan adanya dugaan korupsi proyek RHL di BPDAS Lampung tersebut, LSM Rubik berencana akan melaporkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung) RI dengan tembusan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Lampung untuk segera ditindaklanjuti dan diusut tuntas.

Sementara Mantan KPH bukit Punggur membantah jika proyek RHL tesebut tidak fiktif. “Pekerjaan sudah selesai, untuk KPH Bukit Punggur proyek RHL dikerjakan tahun 2020 dengan penerima bantuan melalui BPDAS diperuntukan dan dihibahkan untuk kelompok masyarakat yang ada di KPH Bukit Punggur,” ungkap Awal Budiantoro yang juga selaku PPTK pengadaan bibit alpukat dan durian tahun 2023.

Awal memaparkan, pekerjaan tersebut dilaksanakan secara swakelola, melibatkan kelompok petani berupa bibit sejumlah pohon untuk penghijauan di hutan lindung.

“Kalau untuk bibit saya tidak ingat dan lokusnya juga lupa ada kok datanya,” ujar Awal yang tidak bisa memberikan data kegiatan RHL tahun 2020. (Red/*)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *