Ajukan Banding, Adilkah Mantan Kabid PMD Lampung Utara Dapat Transportasi Rp5 Juta Diganjar 14 Bulan Bui Denda Rp50 Juta?

Bandarlampung, sinarlampung.co Divonis bersalah dengan hukum 14 bulan penjara, denda Rp50 juta subsider 2 bulan penjara, merasa tidak ikut dalam pemufakatan tindak pidana korupsi dan gratifikasi bimtek 2002 kepala desa terpilih tahun 2022 dan hanya menerima biaya transportasi sebesar Rp5 juta untuk pendampingan kegiatan bimtek.

Mantan Kabid PMD Kabupaten Lampung Utara, Ismirham Adi Saputra melalui kuasa hukumnya, Gindha Ansori Wayka dan Tim mengajukan memori banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Tanjung Karang.

“Hari ini kami ke Pengadilan Negeri Tanjung Karang untuk menyampaikan memori banding atas nama Ismirham Adi Saputra, Mantan Kabid PMD Kabupaten Lampung Utara yang divonis 1 tahun 2 bulan, kemudian denda Rp50 juta subsider 2 bulan kurungan kalau tidak dibayar,” kata Gindha Ansori di dampingi Tim, Rabu 27 Maret 2024.

Lanjut Gindha, vonis ini terlalu tinggi dan menurutnya tidak manusiawi karena seharusnya kliennya itu dibebaskan secara hukum. Sebab dalam kajiannya, bersangkutan sama sekali tidak terlibat dengan kesepakatan Rp700 ribu per desa dan Rp300 ribu untuk PMD dan Ngadiman.

Kemudian, lanjut Gindha, dana Rp5 juta ini jika dihitung berdasarkan peraturan Bupati Kabupaten Lampung Utara jumlahnya terlalu kecil untuk perjalanan dinas mendampingi proses pelaksanaan bimtek kepala desa tahun 2022.

“Karena berdasarkan perhitungan, dia harus menerima Rp11 juta lebih. Oleh karenanya Rp5 juta itu tidak cukup untuk 2 hari kegiatan di Bandar Lampung, kemudian 5 hari di Bandung dan kita juga tidak sepakat dengan pendapat pengadilan, hakim yang memeriksa perkara ini yang menganggap bahwa kegiatan bimtek ini kegiatan swasta,” ujar Pengacara kontroversial tahun 2023 lalu itu.

Menurutnya, kegiatan itu bukan kegiatan swasta melainkan kegiatan pemerintah desa yang kemudian anggarannya dari pemerintah APBD Desa. Hanya penyelenggaranya adalah swasta dan ini rata-rata seperti itu.

“Misalnya seperti DPR bimteknya sama ada pihak ke 3, walaupun ini adalah swakelola karena tidak bisa sendiri dikerjakan oleh dinas oleh karena kita tidak sepakat. Kemudian apa yang dilakukan klien kami mengkoordinasi kegiatan ini merupakan satu kesatuan tugas berdasarkan peraturan Bupati Kabupaten Lampung Utara dan sudah sesuai dengan peraturan Mendagri nomor 82 tahun 2015 tentang pengangkatan dan pemberhentian kepala desa,” ungkapnya.

Sehingga Gindha menilai terlalu tidak manusiawi menghukum orang karena alasan atau pertimbangan-pertimbangan hukum yang tidak masuk akal dan tidak rasional dan meminta hakim untuk membayangkan dengan dana Rp5 juta, kliennya menyelamatkan 202 kepala desa yang dalam hal ini bagaimana mengelola dana desanya.

“Kalau kemudian tidak ada kegiatan bimtek ini yang dikawal oleh klien kami apa yang terjadi dengan 2022 kepala desa ini, berapa puluh milyar negara ini bakal dirugikan oleh karenanya kita harus melihat sisi positifnya,” ujarnya.

Tambah Gindha, seharusnya perkara ini terlebih dahulu diselesaikan melalui APIP, tapi kenyataannya diduga dipaksakan dan bahkan pengembalian dana Rp.5 juta ini sudah di kembalikan dan justru dijadikan alat bukti oleh penyidik.

“Dan himbauan saya kemudian ke penegak hukum, yang mananya anggaran atau nilai yang kecil apalagi berkaitan implementasi keuangan daerah itu harus dikoordinasikan dengan Inspektorat. Sehingga ini tidak semua serta merta sampai pengadilan, masa ia dengan Rp5 juta kita bisa menghukum dengan seperti itu,” katanya.

Gindha juga meminta kepada hakim jangan menganggap bahwa itu sebagai akal-akalan strategi pengacara untuk melegitimasi tindak pindak korupsi, melainkan bentuk suatu langkah untuk keputusan yang adil.

“Ya tidak sama sekali, tapi kan seharusnya kita sesama penegak hukum ini jangan melihat perbuatannya saja dengan pasal yang ada dan perbandingan kemudian kita sanksi, oleh karenanya kita harus adil, saya bertanya dengan hakim dan jaksa bayangkan Rp.5 juta cukup tidak untuk menemani kegiatan 2 hari di bandar Lampung dan 5 di Bandung, cukup tidak kalau menurut anda merasa kurang harusnya anda harus adil dalam memberikan putusan,” jelasnya. (Eri/Red)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *