Warga Resah Soal Limbah Peternakan Sapi Potong Juang Jaya Sidomulyo

Lampung Selatan, sinarlampung.co-Limbah perusahaan peternakan sapi potong di Desa Kota Dalam, Kecamatan Sidomulyo, Kabupaten Lampung Selatan, dikeluhkan warga. Selain aroma busuk kotoran sapi, juga banyaknya lalat yang hinggap di rumah warga. Bahkan limbah perusahaan itu diduga mencemari aliran sungai. Warga yang dulunya masih memanfaatkan air sungai untuk mandi, mencuci dan memandikan ternak, kini tak berani agi, karena air sudah berwarna hitam dan berbau.

Kantor Pabrik Pt Juang Jaya Sidomulyo

Menurut warga inisial MN, bahwa perusahaan bernama Juang Jaya itu melakukan aktivitasnya sejak puluhan tahun. Dan selama itu pula warga terutama yang ada disekitar perusahaan hanya mendapat limbahnya bau busuk dan lalat, hingga pencemaran sungai.

Wanita paruh baya itu mengatakan, aktivitas peternakan membuat udara tak nyaman dihirup lantaran bau seperti kotoran sapi di waktu tertentu. “Kalo dibilang bau, memang bau. Bahkan rumah depan yang jaraknya cukup jauh saat pesta resepsi merasa terganggu bau kotoran sapi. Lalat juga banyak,” ujar MN, di kediamannya, Selasa 6 Agustus 2024.

MN menyatakan selama dia tinggal di sebelah peternakan sapi belum pernah mendapatkan bantuan atau perhatian dari pihak perusahaan, justru sebaliknya hanya limbah yang diberikan perusahaan. “Malah waktu banjir air masuk rumah, airnya item bau,” ucapnya.

Hal yang sama diungkapkan warga lainnya NI, dia menyebut perusahaan itu sudah berdiri sekitar 22 tahun, dan selama itu tidak pernah dirinya dan warga mendapat kompensasi atas polusi udara yang timbul dugaan kuat penyebab aktivitas peternakan sapi.

“Yang saya tau enggak pernah ada. Dari ratusan KK di sini, cuma 3 orang yang dapat bantuan seperti beras 5 kg, gula, mie. Itupun digilir dikasihnya, enggak rutin. Pas lebaran enggak ada juga bantuan. Lebaran haji juga kayaknya perusahaan cuma kasih qurban kambing,” katanya.

Warga lainnya, As, wanita paruh baya yang juga mengaku sudah berpuluh tahun tinggal di sebelah perusahaan dan pernah bekerja di perusahaan tersebut, hanya pasrah dengan keadaan. Mereka tidak tahu harus mengadu kemana ihwal bau busuk kotoran sapi dan banyaknya lalat di rumahnya. “Kotoran sapi itu ditumpuk. Dikeringin, diayak, baru dikarungin terus dijual,” ujar sambil menunjukkan banyak lalat di kursi rumahnya.

As juga heran atas ketidak pedulian perusahaan itu terhadap warga dan sekitarnya, yang terdampak. Bahkan kerap terjadi banjir, dan air kotor dari pabrik itu masuk rumah warga, berwarna hitam dan bau. “Kalo banjir, air masuk rumah item, bau. Tapi enggak ada perhatian dari perusahaan,” ujar dia.

Dilokasi pabrik terlihat lokasi pemukiman yang berjarak sekitar ratusan meter itu dengan aktivitas peternakan sapi. Dipagari beton cukup tinggi. Wartawan yang melakukan konfirmasi dengan menyambangi perusahaan peternakan sapi potong itu harus di pimpong petugas penjagaan.

Namun menurut petugas keamanan (satpam,red), cukup sulit wartawan untuk bertemu bagian Humas atau para penting perusahaan. Karena petugas keamanan menyebutkan harus buat janji terlebih dahulu. “Ini perusahaan penggemukan sapi. Paling enggak telpon, apa buat surat dulu. Perusahaan ini milik warga Australia, dengan luas lahan lebih 200 hektare dengan kapasitas sapi sekitar 7000 ekor,” katanya sambil mencegah wartawan masuk ke lokasi karena alasan prosedur.

Menurut Satpam itu, setiap hari kotoran sapi dikeluarkan agar tidak bau bahkan dilakukan penyemprotan dari perusahaan. Kotoran sapi dijual ke petani untuk pupuk. “Sampe keluar kota juga dijualnya,” katanya.

DLH Akui Banyak Keluhan Warga

Protes warga soal limbah penggemukan sapi alias sapi potong milik PT Juang Jaya itu ternyata sudah lama dikeluhkan warga sekitar perusahaan. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Lampung Selatan dan Provinsi Lampung mengakui jika aktivitas perusahaan yang berada di Desa Kota Dalam, Kecamatan Sidomulyo, Kabupaten Lampung Selatan meresahkan warga, terutama soal bau busuk kotoran, lalat yang berseliweran dan dugaan tercemarnya sungai.

“Kalo tahun lalu pernah ada keluhan warga terkait adanya lalat di belakang lokasi peternakan. Pasca mendapat laporan tersebut, pihaknya berkoordinasi dengan DLH Lampung mengecek langsung apa yang menjadi keluhan warga. Jadi kita juga sudah tinjau lapangan beserta Dinas LH Provinsi. Dan pihak Juang Jaya sudah diinstruksikan untuk melakukan pengelolaan terhadap gangguan lalat dan bau tersebut,” kata Kabid Pengaduan DLH Lampung Selatan, Rudi Yunianto, Rabu7 Agustus 2024.

Menurut Rudi, saat Tim tiba di lokasi bersama tim DLH Provinsi Lampung, bau yang diresahkan warga tidak tercium. “Ya karena kalo bau kan tergantung arah angin. Jadi mungkin saat kami turun lapang arah angin tidak ke lokasi yang kami tinjau. Tetapi kalo lalat kami melihat memang banyak di beberapa rumah warga, khususnya yang paling berdekatan dengan pagar Juang Jaya,” katanya.

Terkait soal degan pencemaran aliran sungai yang menghitam dan tidak bisa dimanfaatkan oleh warga, Rudi mengaku pihaknya sudah membawa petugas laboratorium untuk melakukan uji sampel air. “Sudah pernah ke lokasi saat pengaduan terjadi. DLH kabupaten beserta DLH Provinsi beserta petugas laboratorium,” kata dia.

Karena itu, Rudi berjanji akan segera mengecek kembali dugaan pencemaran lingkungan oleh Juang Jaya. Karena itu ada sangsi pidana, tetapi melalui keweangan penegak hukum. “Ada pidananya, jika PT Juang Jaya) melalaikan kewajiban dengan sengaja tanpa melakukan pengelolaan lingkungan dan menyebabkan hilangnya nyawa orang. Itu bisa pidana,” ujarnya.

Tapi kata Rudi, untuk sanksi pidana itu kewenangannya ada aparat penegak hukum, sedangkan untuk d DLH sesuai aturan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup, hanya sebatas pemberian sanksi administrasi. “Dan penghentian sementara sampai terselesaikannya permasalahan dan kewajiban perusahaan. Itupun melalui bberapa tahap. Pencabutan izin itu ada d Dinas Penanaman Modal Dan Perizinan dan untuk sanksi pidana ada di APH setelah dilakukan penyidikan,” katanya.

Rudi menerangkan sanksi penghentian sementara jika sanksi administrasi tahap pertama dan kedua tidak ditindaklanjuti baru kita rekomendasikan untuk penghentian sementara dengan paksaan pemerintah. “Terkait dugaan pencemaran air sungai apalagi saat hujan, DLH Lampung Selatan belum bisa memastikan bahwa itu hanya semata-mata karena satu perusahaan saja terlebih jika di sekitar pemukiman ada perusahaan lain. Jalan yang terbaik itu pengambilan sampel air dan uji laboratorium. Seperti tahun lalu,” ucapnya.

Tahun lalu, kata Rudi, hasil laboratorium yang didapat bukan dari Juang Jaya, namun saat diambil beberapa sampel di beberapa titik baik di outlet Juang Jaya dan di persimpangan perairan umum itu beda hasil laboratoriumnya.
“Mangkanya DLH Provinsi menyimpulkan ada perusahaan, aktivitas kegiatan lain yang ikut mencemari sungai. Mangkanya kalo terkait pencemaran air kami selaku dari dinas harus melakukan uji sampel air dulu baru bisa mengatakan itu hasilnya tercemar atau tidak oleh perusahaan tersebut,” ujar Rudi. (Red)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *