Lampung Tengah, sinarlampung.co-Seorang Kakek (Ncek-Ncek) MS (72), Warga Villa Citra, Kelurahan Jagabaya III, Kecamatan Suka Bumi, Bandar Lampung, dijebloskan ke Penjara oleh Sat Reskrim Polres Lampung Tengah, atas tuduhan kasus penggelapan satu unit Genset seharga Rp350 juta pada September 2024 lalu. Kasusnya di Laporkan pemilik Pabrik Singkong Tri Karya Manunggal, di Kampung Sri Kencono, Kecamatan Bumi Nabung, Kabupaten Lampung Tengah.

“Sat Reskrim Polres Lampung Tengah, menahan seorang kakek berusia 72 Tahun, yang diduga telah melakukan tindak pidana penggelapan satu unit gensert senilai Rp350 juta pada Bulan September 2021 lalu. Genset merk Catepillar 500 KVA tersebut merupakan milik Pabrik Singkong Tri Karya Manunggal, yang berada di Kampung Sri Kencono Kecamatan Bumi Nabung Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung,” katanya Kasat Reskrim AKP Nikolas Bahas Yudhi Kurnia didampingi dengan Kasi Humas Kompol Sayidina Ali dan Kanit Tipikor Iptu Pande Putu Yoga, Sabtu 24 Agustus 2024.
Kasat menjelas pabrik yang bergerak dibidang pengolahan singkong itu merupakan milik 3 orang, yakni TKF, WJH dan MS. “Pabrik Tri Karya Manunggal tersebut berproduksi sejak tahun 1997 sampai dengan akhir 2019. Diakhir tahun 2019, pabrik tersebut sudah tidak berproduksi karena ada alat pabriknya meledak dan rusak sehingga pabrik sudah tidak bisa beroprasi atau tutup,” jelasnya.
Menurut Nikolas, di tahun 2021, TKF mendapat informasi bahwa beberapa alat yang ada di pabrik tersebut sudah tidak ada ditempat alias hilang. Merasa aset perusahaan ada yang hilang, TKF, warga Jalan Martadinata Blok 55 No. 6 Cipedes Kota Tasikmalaya Jawa Barat itu melaporkan peristiwa tersebut ke Sat Reskrim Polres Lampung Tengah. “Berbekal laporan dari pelapor, kami melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP). Dan dari lokasi tersebut, anggota menghimpun berbagai keterangan,” katanya.
Dari hasil olah TKP, kata Nikolas, Polisi mendapatkan petunjuk, bahwa genset tersebut diduga digelapkan oleh MS. Terhadap Sdr. MS telah ditetapkan sebagai Tersangka dan terhadap Tersangka telah dilakukan panggilan sebanyak 2 kali. Dalam panggilan pertama Tersangka dijadwalkan untuk diambil keterangannya pada Tanggal 8 April 2024 namun tidak hadir dengan alasan sakit dan sedang berobat ke Malaysia.
Kemudian melalui Penasihat Hukum tersangka melampirkan surat Berobat ke Penang Malaysia serta PH mengirimkan permohonan penjadwalan ulang untuk pemeriksaan serta berjanji akan datang di akhir bulan Mei 2024. Namun kembali lagi Tersangka tidak hadir tanpa alasan yang jelas. Atas hal tersebut maka dilakukan panggilan yang ke 2 terhadap tersangka dan dijadwalkan untuk pemeriksaan kembali Tanggal 30 Mei 2024 dan kembali lagi Tersangka tidak hadir dengan alasan kembali lagi berobat ke Malaysia.
Selanjutnya melalui Penasihat Hukum bahwa berjanji sepulang dari Malaysia akan mengantar Tersangka Ke Polres Lampung Tengah. Penyidik tau Penyidik Pembantu kembali berkoordinasi dengan Penasihat Hukum Tersangka dan melalui PH bahwa Tersangka siap untuk diambil keterangannya pada Tanggal 27 Juni 2024. Namun kembali lagi tersangka beralasan sedang sakit dan di rawat di Rumah Sakit Advent Bandar Lampung.
Berdasarkan keterangan tersebut maka penyidik/ penyidik pembantu melakukan pengecekan ke RS Advent Bandar Lampung dan ternyata Tersangka MS tidak berobat di Rumah sakit tersebut di Tanggal tersebut. Kemudian pada Tanggal 29 Juni 2024 melalui Penasihat Hukum Tersangka bahwa Tersangka dibawa ke Jakarta dan kembali lagi direncanakan akan berobat kembali ke Malaysia.
Saat itu Penyidik kembali menanyakan Surat Keterangan berobat Tersangka. Namun Tersangka tidak juga pernah mengirimkan surat Keterangan berobat dan foto Timestamp pada saat berobat sebagaimana yang telah Tersangka sampaikan.
Terindikasi bahwa Tersangka hanya menjadikan alasan untuk tidak hadir untuk memenuhi panggilan, maka Penyidik melakukan upaya paksa berupa menetapkan Tersangka MS dalam Daftar Pencarian Orang dan melakukan pencekalan terhadap Tersangka melalui Imigrasi. “Alhasil, MS kami amankan di Bandara Radin Intan, setelah turun dari pesawat, pada 25 juli bulan lalu,” ungkapnya.
Saat ini, MS dan barang-bukti diamankan di Mapolres Lampung Tengah guna pengembangan lebih lanjut. “Selama diamankan, MS mendapatkan hak-haknya sebagai tersangka, pengecekan medis terus dilakukan secara berkala, dan hasil rekam medisnya MS diterangkan sehat dan cenderung stabil saat diperiksa oleh Dokkes. Dalam perkara dugaan penggelapan genset senilai Rp 350 juta itu, MS dijerat dengan Pasal 372 KUHPidana,” kata Kasat.
Keluarga Lapor Komnasham
Sementara, istri MS, Lely didampingi Pengacara Nathaniel Hutagaol dari LQ Indonesia Law Firm yang ditolak pengajuan penangguhan penahanannya, mengadu ke Komnas HAM dan meminta perlindungan. Lely, menyebut suaminya sudah mengalami komplikasi penyakit.
Dan dokter menyarankan MS seharusnya beristirahat dan mendapatkan perawatan yang lebih baik, bukan malah dipenjara. “Bapak itu sakit sudah berat, karena itu saya minta pertolongan ke Komnas HAM,” ujar istri MS, Lely di kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu 21 Agustus 2024.
Pengacara Lely, Nathaniel Hutagaol menduga penyidik yang menangani kasus tersebut melanggar nilai-nilai Pancasila. Atas itu pihaknya mengadu ke Komnas HAM. “Kami datang ke Komnas HAM karena menduga ada oknum di Polres Lampung Tengah melanggar nilai-nilai kemanusiaan yang tertuang dalam sila kedua Pancasila,” katanya.
Pihaknya telah mengajukan penangguhan penahanan MS. Upaya itu disertai penjelasan secara medis bahwa kliennya telah berusia lanjut dan telah sakit-sakitan. “Telah kami lampirkan surat rekomendasi dokter yang berisi vonis penyakit dari klien kami. Ditolak demi kepentingan penyidikan. Sejak kapan di negara ini demi kepentingan penyidikan, kepentingan suatu institusi mengesampingkan nilai-nilai kemanusiaan?,” ujar Nathaniel.
Dia merinci berbagai penyakit yang diderita MS antara lain dimensia, urat kejepit, serta darah tinggi. Seluruh penyakit itu ditambah usia yang tak lagi muda membuat kondisi kesehatan MS rentan terjadi hal-hal yang tak diinginkan.
Kasus ini terkait penggelapan genset perusahaan senilai ratusan juta rupiah. MS sempat dijanjikan bakal tak diproses hukum lebih lanjut, apabila membayar uang belasan miliar rupiah ke pihak pelapor. “Ini padahal perusahaan MS sendiri,” ucap Nathaniel.
Selain ke Komnas HAM, pihaknya juga mengadu ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Hal itu terjadi setelah istri MS, Lely merasa terintimdasi akibat dari penanganan kasus tersebut. “Rumah klien kami pernah didatangi polisi. Listriknya dimatikan, tujuannya apa? Seakan-akan klien kami teroris. Didatangi rumah, dipanjati, dimatikan listriknya,” kata Nathaniel. (Red)
Tinggalkan Balasan