Bandar Lampung, sinarlampung.co – Proses mediasi Gugatan Citizen Law Suit pada Selasa, 3 Desember 2024, di Pengadilan Negeri (PN) Tanjungkarang, antara para penggugat dengan para tergugat, tidak membuahkan kesepakatan. Mediasi yang dilakukan sejak pekan lalu berakhir gagal lantaran kedua belah pihak bersikukuh mempertahankan pendapat masing-masing.
Pada proses mediasi agenda Kaukus hari ini, bertindak sebagai mediator adalah Sumarsih. Dia mengagendakan pertemuan antara para penggugat dan para tergugat.
Para Penggugat dan Para Tergugat, membawa resume masing-masing. Hasilnya para pihak tetap pada pendirian masing-masing.
Para penggugat yang hadir langsung sebagai prinsipal yakni, K.H Anshori, Ustadz Firmansyah, Ustadz Ridwan, tokoh adat dan masyarakat Arif Sanjaya dan Azwanizar, didampingi Penasihat Hukum (PH) Gunawan Pharrikesit.
Sedangkan dari pihak tergugat yakni Walikota Bandar Lampung, Dinas PUPR Kota Bandar Lampung, Dinas Perhubungan Bandar Lampung, Biro Keuangan Pemkot Bandar Lampung, tidak hadir sehingga diwakilkan para penasihat hukumnya, satu diantaranya Prabu.
Dalam upaya mediasi tersebut, Sumarsih selaku mediator mendengar alasan masing-masing pihak secara terpisah yang disimpulkan ada kesepakatan. Selanjutnya dibuat berita acara ketidaksepakatan dengan ditandatangani langsung para prinsipal penggugat dan penasehat hukum para tergugat.
K.H. Anshori, mewakili prinsipal, menyatakan jika pihaknya sejak awal yakin tidak terjadi kesepakatan dalam proses mediasi. “Kami hanya menghargai proses mediasi yang diwajibkan oleh PN Tanjungkarang. Sedangkan apa hasilnya sudah bisa diduga sejak awal,” ujarnya.
Sekretaris Dewan Dakwah ini juga mengatakan, tidak akan ada gugatan sampai pengadilan jika para tergugat menyadari kesalahannya dan mengakomodir keinginan masyarakat tentang pembangunan Tugu Pagoda, di fasilitas umum tersebut.
Sedangkan dari pihak para diketahui pada resumenya yang disampaikan kepada mediator, bertahan tidak menuruti keinginan para tergugat yang meminta nama dan bentuk Tugu Pagoda, yang dibangun di Jalan Ikan Bawal, Telukbetung Selatan, Bandar Lampung, diubah menjadi Tugu Krakatau.
Dengan tidak adanya kesepakatan ini, K.H. Anshori, juga mengajak semua lapisan masyarakat mengawal proses persidangan selanjutnya.
“Persoalan ini tidak sederhana. Sayangnya Pemerintahan Kota Bandarlampung sepertinya tidak menginsyafi kesalahan kebijakan yang mereka perbuat. Untuk itu, mari kita bersama-sama mengawal perkara ini,” ujarnya.
Prinsipal lainnya, Arif Sanjaya, menyayangkan sikap keras pemerintahan Kota Bandar Lampung, yang tidak bersedia merubah nama dan bentuk Tugu Pagoda, yang dibangun di fasilitas umum, dengan mengangkat identitas golongan tertentu, dan tidak bersifat umum.
“Pembiaran para tergugat terhadap pembangunan Tugu Pagoda, berdampak merugikan pihak-pihak warga negara, maka wajar dan patut kiranya majelis hakim nantinya memeriksa dan memutus perkara dengan mengabulkan gugatan kami.
“Tuntutan kami pun sama sekali tidak memberatkan Para Tergugat dan sudah memenuhi asas keadilan dan asas kemanfaatan. Untuk itu kiranya Majelis Hakim dapat mengabulkan gugatan kami seluruhnya seperti yang disampaikan dalam provisi para penggugat: Menghukum kepada para Tergugat untuk membatalkan pembangunan Tugu Pagoda yang hanya diyakini oleh kelompok dan/atau golongan tertentu yang berada di jalan sebagai fasiltas umum; Menghukum segera melakukan tindakan untuk merubah pembangunan TUGU PAGODA menjadi TUGU KRAKATAU,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Arif Sanjaya, yang juga aktivis Kemanusiaan ini mengatakan gugatan yang ada sangatlah patut. Tidak ada kerugian materil yang nanti akan ditimbulkan dengan gugatan kami. “Tidak ada gugatan materi dari kami. Semua demi kemaslahatan. Karenanya tidak ada alasan untuk tidak dikabulkan,” tegasnya
Sementara itu, koordinator PH Para penggugat, Gunawan Pharrikesit, menegaskan gugatan tersebut meminta pertanggungjawaban pemerintah Kota Bandar Lampung, ketika salah mengambil kebijakan dengan mendirikan bangunan yang tidak seharusnya berdiri pada jalan umum yang merupakan fasilitas umum.
“Gugatan ini bukanlah bentuk intolerir atau rasa tidak suka pada kelompok tertentu. ini murni karena merasakan kebijakan stakeholder, Pemerintahan Kota Bandar Lampung, diskriminatif dan berpihak pada golongan tertentu. Jelas ini adalah pelanggaran HAM,” ujar Gunawan.
Pengacara yang juga berkantor di Jakarta dan beracara di wilayah hukum lain di Indonesia ini menyampaikan, para penggugat juga membawa persoalan ini ke Komisi Yudisial (KY), di Jakarta, terhadap proses persidangan selanjutnya.
Agenda sidang gugatan selanjutnya adalah pembacaan gugatan, yang akan disampaikan pihak para tergugat, dilanjutkan sidang pembuktian. (*)
Tinggalkan Balasan