Gindha Ansori Wayka Desak PTPN 1 Regional 7 Lepas KSUSB kepada Swasta, Terlilit Utang Rp 53 Miliar

Bandarlampung, Sinarlampung.co – Kerjasama 15 tahun antara Koperasi Serba Usaha Sejahtera Bersama (KSUSB) dengan PT Perkebunan Nusantara (PTPN) 1 Regional 7 kini menuai polemik.

 

Gindha Ansori Wayka, kuasa hukum KSUSB, mengungkap bahwa program pengembangan perkebunan kelapa sawit yang dimulai sejak 2010 ini tidak memberikan manfaat, malah menjerat koperasi dalam utang fantastis hingga Rp 53 miliar.

“Kerjasama ini tidak memberikan tambahan pemasukan bagi pemilik tanah yang tergabung dalam koperasi. Sebaliknya, mereka malah terbebani utang yang sangat besar,” ujar Gindha, Selasa (14/1/2025), di Bandar Lampung.

 

Utang ini, menurut Gindha, sebagian besar berasal dari biaya pembangunan kebun yang tidak efektif. Selain itu, selama beberapa tahun, kebun sawit sempat dikuasai oleh pihak tidak bertanggung jawab, menyebabkan panen dilakukan secara ilegal dan kebun tidak terawat. Baru pada 2021 kebun berhasil diambil alih kembali oleh pengurus KSUSB.

 

Gindha mengungkap bahwa pihaknya telah melayangkan tiga surat kepada PTPN 1 Regional 7 untuk meminta pembahasan swastanisasi kerjasama. Surat-surat tersebut—bertanggal Mei, Juni, dan Agustus 2024—berisi permohonan pengakhiran kerjasama dengan perhitungan rasional utang yang dapat ditanggung pihak swasta.

“Kami meminta PTPN 1 Regional 7 melakukan take over kerjasama ini kepada pihak swasta dan merasionalisasi jumlah kewajiban. Jika memungkinkan, utang petani bisa dihapuskan demi keadilan,” tegas Gindha.

 

Sayangnya, hingga kini, surat-surat tersebut belum mendapat respons dari PTPN 1 Regional 7. Hal ini mendorong pihak koperasi untuk membawa persoalan ini ke Menteri BUMN dalam waktu dekat.

 

Permasalahan semakin kompleks dengan diterapkannya sistem holding company, di mana PTPN 1 Regional 7 harus berkoordinasi dengan induk perusahaan di Sumatera Utara. Menurut Gindha, hal ini memperlambat pemenuhan kebutuhan operasional dan pemeliharaan kebun sawit.

“Dulu, ketika dikelola langsung oleh PTPN 1 Regional 7, kebutuhan saja sudah sering tersendat. Sekarang harus menunggu persetujuan dari induk perusahaan, sehingga masalah semakin berlarut-larut,” jelas Gindha.

 

Ia menambahkan, kondisi ini mengancam keberlanjutan kerjasama dan mengakibatkan beban finansial semakin menumpuk di pihak koperasi. Oleh karena itu, swastanisasi dianggap sebagai solusi terbaik untuk mengakhiri permasalahan ini.

“Kami mendesak agar PTPN 1 Regional 7 segera mengambil langkah konkret sebelum kerugian semakin besar. Kepastian nasib petani dan keberlanjutan kebun sawit harus menjadi prioritas utama,” tutupnya. (Wagiman)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *