Jakarta, sinarlampung.co-Perkara dugaan suap oleh Sugar Group Company (SGC) senilai Rp200 miliar hilang dari berkas dakwaan pejabat Mahkamah Agung (MA) Zarof Ricar. Publik menilai adanya dugaan adanya permainan dalam penyusunan dakwaan dengan campuran tangan dari Jampidsus Febrie Adriansyah.
Pakar hukum pidana dari Universitas Bung Karno (UBK), Hudi Yusuf mengatakan ada dugaan ketidaktelitian yang dilakukan oleh Jaksa dalam menyusun dakwaan Zarof. Dakwaan yang disusun oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung, hanya memasukkan perkara terkait pengkondisian kasus Ronald Tannur.
Mereka diduga tidak menyertakan kasus lain, seperti perkara Sugar Group senilai Rp200 miliar. “Tidak mungkin mereka tidak mampu menyusun dakwaan dengan cermat. Jika dakwaan banyak kelemahan atau tidak cermat, ada apa dengan JPU?,” kata Hudi dalam keterangannya yang diterima redaksi, Jumat, 21 Februari 2025.
Akibatnya, saat ini muncul satu nama yang diduga memiliki peran dalam dugaan ketidakcermatan itu. Dia adalah, Jampidsus Febri Ardiansyah yang dinilai acuh dengan informasi soal temuan bukti catatan `Perkara Sugar Group Rp200 miliar`.
Guna menyelesaikan dugaan ini, lanjut Hudi, Jaksa Agung ST Burhanuddin harus segera memeriksa Febri. Karena, Jaksa Agung memiliki kewenangan untuk memeriksa Jampidsus. “Jadi kembalikan ke JA apakah bersedia memeriksa Jampidsus? Jika ada kesalahan atau peristiwa pidana, jangan dibiarkan. Apabila dibiarkan, bisa ditanya juga ke yang bersangkutan, mengapa? Terlibat atau tidak terlibat?” jelas Hudi.
Sementara itu, pengamat Direktur Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie juga menaruh curiga adanya dalam penanganan kasus Zarof Ricar. Ia menyebutkan, publik curiga Jaksa mencoba memberantas korupsi dengan melakukan korupsi. “Karena, dalam surat dakwaan, diduga JPU dengan sengaja tidak menjelaskan asal usul sumber uang suap sebesar Rp920 miliar,” kata Jerry.
Perlu diketahui, perkara Sugar Group ikut dimainkan Zarof bermula saat penyidik Jampidsus Kejagung menggeledah rumahnya, di bilangan Jalan Senayan No. 8, Kel. Rawa Barat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Selain menemukan bukti catatan tertulis soal perkara Ronal Tannur, informasi yang beredar juga ditemukan bukti tertulis `Perkara Sugar Group Rp200 miliar`.
Zarof disebut telah mengakui bahwa salah satu sumber uang suap berasal dari sengketa perdata antara Sugar Group Company (SGC) milik Gunawan Yusuf (GY) Dkk, melawan Marubeni Corporation (MC) Dkk.
Patut diduga uang suap Rp200 miliar itu terkait Putusan Kasasi Nomor 1697 K/Pdt/2015 tanggal 14 Desember 2015 jo PK Ke-I Nomor 818 PK/Pdt/2018 tanggal 2 Desember 2019 jo PK Ke-II Nomor 887 PK/Pdt/2022 tanggal 19 Oktober 2023, yang merupakan upaya hukum lanjutan yang tergolong nebis idem yakni putusan-putusan Nomor 373/Pdt.G/2010/PN.Jkt.Pst tanggal 1 Maret 2012 jo PT DKI Jakarta Nomor 75/Pdt/2013/PT.DKI tanggal 22 April 2013.
Zarof Sudah Mengaku
Zarof disebut sudah mengaku dengan menyebut nama-nama Hakim Agung yang terlibat, termasuk seorang mantan Ketua Kamar Perdata MA yang berasal dari Lampung. Akan tetapi, keterangan Zarof Ricar tidak ditindaklanjuti oleh penyidik dengan dalih dari Jampidsus Febrie penyidik tidak harus memeriksa A apabila tersangka menyebutkan A.
Berdasarkan informasi lainnya, pada mulanya perkara Sugar Group masuk dalam dakwaan, namun diduga dihilangkan. Selain itu, disebutkan juga kalau total uang yang ditemukan bukan Rp950 miliar melainkan Rp2 Triliun. Selain itu, Zarof juga disebut memiliki kedekatan dengan Gunawan Yusuf, Raja Gula Indonesia. “Awalnya dalam dakwaan ada uang Rp200 M dari GY, dari uang yang disita Rp950 M,” kata seorang sumber.
Di sisi lain, Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar membantah adanya `main mata` dalam membuat dakwaan Zarof Ricar. “Loh, persidangannya masih berjalan dan itu memang mekanismenya. Jadi jangan mengada-ada lah,” jelas Harli.
Bantahan juga muncul untuk dakwaan jaksa yang dinilai lemah, seperti yang disampaikan kuasa hukum Zarof. “Surat dakwaan JPU telah disusun sesuai hukum acara, yakni cermat, jelas, dan lengkap, serta memenuhi syarat formil dan materil sebagaimana disyaratkan dalam Pasal 143 KUHAP,” ujar Harli.
Harli menambahkan bahwa pernyataan kuasa hukum Zarof akan dibantah dalam sidang lanjutan dengan agenda tanggapan jaksa terhadap eksepsi terdakwa. “Setelah eksepsi, JPU akan menyampaikan pendapatnya terkait dalil-dalil yang diajukan terdakwa dalam eksepsi,” katanya.
Terungkap Saat Kasus Suap Hakim Surabaya
Mantan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Hukum dan Peradilan (Balitbang Diklat Kumdil) Mahkamah Agung bernama Zarof Ricar saat ini menjadi terdakwa kasus dugaan permufakatan jahat suap dalam kasasi Gregorius Ronald Tannur.
Praktik curang itu bahkan diduga dilakukannya sejak 10 tahun lalu. Artinya, jauh sebelum kasus Ronald Tannur viral di media sosial. “Saudara ZR pada saat menjabat sebagai Kepala Balitbang Diklat Kumdil MA menerima gratifikasi pengurusan perkara-perkara dalam bentuk uang,” kata Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat malam, 25 Oktober 2024.
Bukti hasil nyambi jadi makelar terbukti saat penyidik menggeledah rumah ZR di kawasan Senayan, Jakarta, terkait kasus permufakatan jahat dengan pengacara Ronald Tannur berinisial LR yang terlebih dulu menjadi tersangka dalam kasus ini.
Rupanya, LR memberikan uang sejumlah Rp5 miliar kepada ZR untuk diberikan kepada Hakim Agung MA yang menangani kasasi perkara Ronald Tannur. Dari penggeledahan itu penyidik menemukan uang tunai dari berbagai mata uang, yaitu sejumlah Rp5.725.075.000, 74.494.427 Dolar Singapura, 1.897.362 Dolar AS, 483.320 Dolar Hong Kong, dan 71.200 Euro. “Seluruhnya jika dikonversi dalam bentuk rupiah sejumlah Rp920.912.303.714,” ucap Abdul.
Bukan hanya uang, penyidik juga menemukan emas Antam seberat 51 kilogram. Uang dan emas itu dikumpulkan Zarof mulai tahun 2012 hingga 2022 atau selama 10 tahun. Zarof pun sampai lupa asal muasal uang-uang tersebut dari kasus yang mana. “Dari mana uang ini berasal? Menurut keterangan yang bersangkutan bahwa sebagian besar ini diperoleh dari pengurusan perkara. Karena saking banyaknya, dia lupa,” kata Abdul. (Red)
Tinggalkan Balasan