Bandar Lampung, sinarlampung.co – Banjir yang melanda Kota Bandar Lampung pada 22-23 Februari 2025, menyebabkan 9 kecamatan di Kota Bandar Lampung terdampak, menimbulkan kerugian besar baik materiil maupun non-materiil bagi warga.
Peristiwa ini bukanlah kejadian baru, melainkan bencana berulang yang menunjukkan minimnya perubahan signifikan dalam penanganannya. Pemerintah Kota Bandar Lampung dinilai kurang serius dalam menjaga keseimbangan antara pembangunan, tata kota, dan pengelolaan lingkungan, sehingga meningkatkan risiko bencana ekologis yang terus mengancam masyarakat.
Pada tahun 2025, setidaknya telah terjadi dua kali banjir besar, selain banjir yang kerap muncul setiap kali hujan turun dengan intensitas tinggi, menandakan bahwa sistem pengelolaan lingkungan dan infrastruktur drainase masih belum optimal dalam mengantisipasi dampak curah hujan yang tinggi.
Berdasarkan hasil peninjauan WALHI Lampung dan informasi yang dihimpun, terdapat setidaknya 23 titik banjir di Kota Bandar Lampung, dengan lokasi terparah berada di Tanjung Senang, Kali Balau, dan Sepang Jaya.
Hingga saat ini, jumlah kerugian akibat banjir belum dapat dipastikan, namun bencana ini telah menyebabkan tiga korban jiwa, yakni satu orang terseret arus di Kecamatan Sukabumi dan dua orang lainnya meninggal akibat tertimpa tembok pagar yang runtuh.
Selain itu, hingga 23 Februari, beberapa wilayah masih tergenang banjir, seperti Kecamatan Sukarame dan Tajung Senang, dengan air yang belum surut dan terus merendam sebagian rumah warga.
Irfan Tri Musri, Direktur WALHI Lampung, menyampaikan rasa prihatin dan duka mendalam atas bencana banjir yang melanda Kota Bandar Lampung. Ia menegaskan bahwa banjir ini tidak terlepas dari buruknya kondisi dan pengelolaan lingkungan di kota Bandar Lampung.
Faktor-faktor seperti minimnya ruang terbuka hijau dan daerah resapan air, tata kelola kota yang kurang baik, sistem drainase yang buruk, serta pengelolaan sungai dan sampah yang tidak optimal turut berkontribusi terhadap terjadinya banjir.
Jika tata kelola lingkungan tidak segera diperbaiki dan langkah-langkah mitigasi tidak diambil, bencana banjir seperti ini akan terus berulang dan semakin sulit untuk dihindari. Pemerintah ke depan harusnya lebih sadar dan tanggap, bukan hanya sebatas memberikan bantuan dan respon setelah terjadinya banjir tetapi persoalan banjir ini persoalan struktural yang harus segera ditangani oleh pemerintah kota bandar lampung.
Berdasarkan hal ini juga WALHI Lampung meminta kepada Pemerintah Kota Bandar Lampung untuk segera sadar dalam pengelolaan lingkungan, karena selama 1 periode kepemimpinan ke belakang tidak ada upaya serius dalam penanggulangan banjir.
Selain itu harusnya Walikota 2 periode yang baru saja di lantik malu untuk melanjutkan kepemimpinan jika ke depan tidak ada upaya serius dalam penanggulangan banjir. Justru dalam kepemimpinan yang lalu dan wacana ke depan walikota bandar lampung malah melakukan kegiatan pembangunan fisik yang dianggap banyak pihak tidak memiliki urgensi dan menghabiskan anggaran.
Jangan sampai atas nama investasi dan pertumbuhan ekonomi, lingkungan hidup serta masyarakat kelas menengah ke bawah selalu menjadi korban dari pembangunan yang rakus ruang dan tidak berkelanjutan. Pengabaian terhadap permasalahan lingkungan dalam pembangunan Kota Bandar Lampung merupakan pelanggaran serius yang telah menghilangkan hak-hak dasar masyarakat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang seharusnya dijamin sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia.
Selama ini, Wali Kota menunjukkan tata kelola dan perencanaan pembangunan yang buruk dengan lebih memprioritaskan proyek-proyek yang tidak memiliki urgensi, sementara kebutuhan mendesak seperti infrastruktur pengendalian banjir justru diabaikan. Pembangunan yang tidak memperhatikan keseimbangan lingkungan hanya akan memperparah dampak bencana, sehingga diperlukan perubahan kebijakan yang lebih berorientasi pada keberlanjutan dan kesejahteraan masyarakat. (*)
Tinggalkan Balasan