Gubernur Lampung Tegaskan TNBBS Tak Boleh Alih Fungsi

Bandar Lampung, sinarlampung.co-Gubernur Lampung, Rahmat Mirzani Djausal, mengatakan bahwa kawasan konservasi Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) tidak boleh dialihfungsikan menjadi areal perkebunan maupun pemukiman. Pasalnya TNBBS merupakan salah satu situs Warisan Dunia UNESCO yang wajib dijaga dan dilestarikan keberadaannya.

Baca: Germasi Laporkan Mafia Tanah dan Kerusakan Alih Fungsi Lahan TNBBS, Libatkan Pejabat Daerah dan Pusat?

Baca: Lapor Pak Kapolda, Enam Bulan Kasus Kepala Balai TNBBS Yang Dilaporkan Lecehkan Staf Belum Diproses? 

Baca: Dandim Lampung Barat Kaget Ada SPPT PBB di Lahan Hutan TNBBS wila BNS

“TNBBS itu adalah warisan dunia, kita semua punya tanggung jawab untuk menjaga dan melestarikannya,” ujar Gubernur, usai menerima Audensi pihak TNBBS di Kantor Gubernur, Senin 14 April 2025.

Gubernur menyebutkan bahwa Pemerintah Provinsi telah menerima berbagai laporan dari pihak TNBBS mengenai persoalan yang terjadi di kawasan konservasi tersebut. Karena itu Dia menekankan pentingnya kehadiran pemerintah dalam upaya mitigasi dan penegakan hukum terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi.

Menurut Gubernur persoalan di TNBBS sangat kompleks, mulai dari konflik agraria, pembayaran pajak, hingga keberadaan masyarakat yang tinggal atau beraktivitas di dalam kawasan. Pemerintah saat ini sedang mendalami asal-usul para perambah yang disebut berasal dari berbagai daerah seperti Jawa, Semendo, Banten, dan Bengkulu. “Kalau warga Lampung asli yang sudah hidup turun-temurun di sana, mereka justru tahu bagaimana hidup berdampingan dengan gajah dan harimau tanpa saling mengganggu. Mereka menghormati alam,” ucap Mirza.

Gubernur menyatakan bahwa yang menjadi persoalan besar adalah adanya alih fungsi lahan yang dilakukan oleh pendatang. “Warga lokal sudah paham kawasan ini tidak boleh diganggu, karena merupakan kawasan konservasi dunia,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Balai Besar TNBBS, Ismanto, menjelaskan bahwa sebagian besar masyarakat yang kini tinggal dan beraktivitas di dalam kawasan TNBBS merupakan perambah. Tipologi masyarakat pun beragam—ada yang berasal dari Lampung Barat dan ada pula yang dari luar daerah.

“Beberapa bahkan mengklaim telah membayar pajak dan menolak keluar dari kawasan. Padahal, berdasarkan aturan, tanah itu tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi,” ujar Ismanto, yang juga sempat dilaporkan ke Polda Lampung karena kasus dugaan pelecehan.

Menurut Ismanto, berdasarkan citra satelit yang diterima pihaknya, terdapat sekitar 21 ribu hektare lahan dalam kawasan TNBBS yang terdampak aktivitas manusia. Dari luasan tersebut, teridentifikasi sekitar 1.962 gubuk yang tersebar di dalam kawasan. Saat ini, pihak Balai Besar tengah melakukan verifikasi lapangan untuk memastikan keberadaan fisik gubuk-gubuk tersebut.

Terkait pengawasan, Ismanto mengakui bahwa keterbatasan jumlah personel membuat pengawasan tidak bisa dilakukan selama 24 jam penuh. Meski demikian, patroli rutin tetap dilakukan dengan melibatkan TNI dan pihak terkait lainnya.

Terkait Harimau, Ismanto menyatakan sebagian besar insiden tersebut terjadi di dalam kawasan taman nasional. “Kami terus menindaklanjuti kasus-kasus tersebut, agar tidak terjadi lagi, terutama di wilayah penyangga. Karena kawasan ini adalah bagian dari situs warisan dunia, kami sangat berharap dukungan semua pihak untuk menjaga kelestariannya,” katanya. (Red)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *