Bandar Lampung, sinarlampung.co-Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Provinsi Lampung tahun 2024 mencatat hilangnya anggaran Rp7,5 miliar lebih di Dinas Ketahanan Pangan, Tanaman Pangan, dan Hortikultura (KPTPH) Provinsi Lampung. Dalam LHP tertulis sebanyak Rp4.438.620.000 diantaranya merupakan hasil sewa alsintan yang tidak masuk dalam sumber pendapatan.
Menurut penelusuran, diduga kuat praktik tidak memasukkan dana hasil sewa alsintan di Dinas KPTPH ke kas daerah itu telah berlangsung bertahun-tahun dan uangnya digunakan sebagai bancakan oknum pengelola yang tergabung dalam brigade alsintan.
“Semua orang dinas tahu kok adanya mainan soal uang hasil sewa alsintan itu. Coba saja Inspektorat atau Kejaksaan Tinggi melakukan penyelidikan. Panggil semua pihak yang terkait, pasti terungkap adanya dugaan dana hasil sewa alsintan milik negara ke petani itu digunakan untuk kepentingan pribadi,” kata sumber wartawan dilangsir inilampung.com, Selasa 24 Juni 2025.
Menurutnya, modus yang dilakukan selama ini bahwa oknum-oknum tertentu mengambil dana hasil sewa alsintan yang dikumpulkan brigade alsintan tanpa mau menandatangani bukti penerimaan. Dengan demikian, bendahara yang telah disiapkan sebagai korban bila persoalan ini ditangani Inspektorat atau APH.
Mengenai alasan tidak dimasukkannya hasil sewa alsintan ke kas daerah, menurut sumber itu, pengelola brigade alsintan di Dinas KPTPH selalu berkilah bahwa belum ada regulasinya.
Adanya dana siluman senilai lebih dari Rp7 miliar di OPD pimpinan Bani Ispriyanto ini setelah Pansus LHP BPK DPRD Lampung membeberkannya dalam Paripurna DPRD hari Selasa 17 Juni 2025 pekan lalu.
Pansus DPRD Lampung Terhadap Pembahasan LHP BPK RI Perwakilan Provinsi Lampung Atas LKPD Pemprov Lampung Tahun 2024 dalam laporan yang disampaikan pada Paripurna DPRD, mengungkapkan bahwa “dana siluman” Rp 7,5 miliar di Dinas KPTPH itu karena pendapatan hasil sewa alsintan sebesar Rp4.438.620.000 tidak masuk dalam kas daerah dan hanya ditampung di rekening brigade alsintan.
Selain itu, sebanyak Rp3.153.623.034 berupa pengeluaran biaya pemeliharaan yang tidak akuntabel karena tidak ada dalam APBD 2024. Dengan demikian, total uang yang masuk kategori “dana siluman” dari 2 hal itu saja mencapai angka Rp 7.592.243.034. Di sisi lain, pada dinas itu terjadi kehilangan potensi PAD sebesar Rp 280.574.911,11. “Hal itu terjadi akibat pemungutan retribusi alsintan tidak sesuai tarif yang telah ditentukan berdasarkan Perda Nomor: 4 Tahun 2024,” kata Ketua Pansus LHP BPK DPRD Lampung, Ahmad Basuki.
Ahmad Basuki yang juga Ketua Komisi II DPRD Lampung, bahwa jika terus terjadi penyimpangan dalam persoalan pendapatan hasil sewa alsintan yang ditampung di rekening brigade alsintan dan pengeluaran biaya pemeliharaan yang tidak akuntabel karena tidak ada dalam APBD, maka Kepala Dinas KPTPH dapat dikenakan sanksi pidana, karena menyimpan pendapatan negara di luar kas daerah.
Anggota Pansus LHP BPK DPRD Lampung, Budhi Condrowati menambahkan bahwa temuan dana yang tak masuk APBD ini menjadi salah saty perhatian Pansus. Terutama pemungutan retribusi alsintan yang tidak sesuai dengan Perda Nomor 4 Tahun 2024. Akibatnya, potensi Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang hilang mencapai Rp280,5 juta.
“Itu memang jadi sorotan Pansus kemarin. Untuk dananya masih berada di rekening brigade alsintan. Berdasarkan konsultasi dengan BPK RI, diperlukan regulasi baru agar dana itu dapat dipindahkan ke kas daerah,” ujar Condrowati.
Juru Bicara Pansus LHP BPK DPRD Lampung, itu menyatakan bahwa pendapatan sewa dan belanja pemeliharaan alat dan mesin pertanian (alsintan) tidak dianggarkan dalam APBD tahun 2024.Tetapi terdapat pendapatan dari sewa alsintan sebesar Rp 4,4 miliar tidak masuk ke kas daerah, melainkan hanya disimpan di rekening brigade alsintan.
Kemudian, ada pengeluaran biaya pemeliharaan yang dikeluarkan mencapai Rp 3,1 miliar namun tidak akuntabel karena tidak ada di APBD 2024. Totalnya anggaran tak jelas di Dinas KPTH ini mencapai Rp7,5 miliar. “Pemungutan retribusi alsintan juga tidak sesuai dengan Perda Nomor 4 Tahun 2024, yang menyebabkan hilangnya potensi PAD hingga Rp 280,5 juta,” ujar Chondrowanti.
Selain itu, BPK juga menemukan kelebihan pembayaran gaji dan tunjangan PNS sebesar Rp 4.562.000 yang harus dikembalikan ke kas daerah. Atas temuan-temuan tersebut, Pansus LHP BPKB DPRD mendesak Gubernur Lampung segera melakukan integrasi pendapatan sewa Alsintan ke dalam sistem APBD dan penertiban rekening penampung. “Rekomendasi strategis mencakup audit menyeluruh rekening brigade Alsintan dan optimalisasi pemungutan retribusi sesuai Perda,” sambungnya
Chondro memberi warning kepada Kepala Dinas KPTPH Bany Ispriyanto, jika terus terjadi penyimpangan maka kepala dinas dapat dikenakan sanksi pidana karena menyimpan pendapatan negara di luar kas daerah
Ketua Lampung Corruption Watch (LCW), Juendi Leksa Utama, meminta aparat penegak hukum turun tangan menyelidiki persoalan ini. Ia menilai, persoalan tersebut bukan sekadar kesalahan administrasi, melainkan berpotensi mengarah pada tindak pidana korupsi.
Kepala Dinas KPTPH, Bani Ispriyanto, sampai berita ini ditayangkan belum mau memberikan tanggapan. Hanya seorang pegawainya –yang diduga terkait dalam brigade alsintan-pernah mengirimkan link berita salah satu media online dan dinyatakannya sebagai klarifikasi atas berita terkait dugaan penyimpangan dana hasil sewa alsintan. (Red)
Tinggalkan Balasan