Penulis: Hanif (Sekjen DPD PWRI)
Bandar Lampung, sinarlampung.co – Jika dibiarkan, normalisasi aliran anggaran untuk tenaga ahli yang menyedot APBD Pemerintah Provinsi Lampung Tahun Anggaran (TA) 2025 yang merupakan sisa Rencana Kerja (Renja) dari era kepemimpinan sebelumnya dapat diibaratkan seperti bentuk investasi bodong.
Kerugiannya nyata. Salah satu ciri utama investasi bodong adalah janji keuntungan yang terlalu tinggi dan tidak masuk akal, seperti imbal hasil besar dalam waktu singkat bahkan per bulan.
Dalam berinvestasi, rekam jejak dan asal usul penyedia layanan wajib diperhatikan untuk memastikan kredibilitas. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam laman resmi DJKN Kemenkeu.
Sudah sepatutnya prinsip tersebut menjadi rujukan untuk menghindari jebakan investasi bodong. Sebab, keputusan investasi yang bijak bukan soal seberapa cepat keuntungan diperoleh, melainkan seberapa aman dan transparan prosesnya agar hasilnya maksimal.
Kembali ke soal tenaga ahli Pemprov Lampung, penting untuk mengingat urgensi pengangkatan mereka yang seharusnya merujuk pada Inpres dan Ingub Nomor 1 Tahun 2025 tentang efisiensi belanja daerah.
Muncul pertanyaan, apakah pengangkatan para tenaga ahli ini tidak menambah beban belanja pegawai yang telah dibatasi maksimal 30 persen dari total APBD? Sebab, pos anggaran untuk tenaga ahli Pemprov Lampung dikabarkan menyedot hingga Rp18 miliar.
Karena itu, jika Pemprov tak segera melakukan efisiensi anggaran secara cepat dan tepat, hal ini akan dinilai hanya menambah beban keuangan daerah dan berpotensi melayani kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.
Pemerintah daerah diharapkan dapat mengoptimalkan pegawai yang sudah ada di setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD) sebagai alternatif pengganti tenaga ahli. Ini sejalan dengan visi Gubernur Rahmat Mirzani Djausal: “Bersama Lampung Maju Menuju Indonesia Emas.” (###)
Tinggalkan Balasan