Bandar Lampung, sinarlampung.co-Mantan Pj Gubernur Lampung Samsudin membantah dirinya menjadi penyebab devisit anggaran Rp1,8 triliun APBD Provinsi Lampung. Samsudin mengatakan bahwa penyusunan program dan anggaran sudah disiapkan sejak sebelum tahun berjalan, dan saat dirinya menjabat pada Juni 2024, seluruh OPD tinggal melaksanakan rencana yang telah dibuat.
Baca: Arinal Warisi Mirza Hutang Rp1,8 Triliun?
Baca: Arinal Djunaidi Sebut Devisit Rp1,8 Triliun Itu Warisan Pj Gubernur Samsudin
“Kok jadi bawa-bawa nama saya. Kalau paham tata kelola pemerintahan, tentu tahu mekanismenya. Kalau defisit terjadi, berarti perencanaannya yang bermasalah,” ujar Samsudin, Jumat 4 Juli 2025.
Menurut Samsudin, penyebab defisit terutama bersumber dari kesalahan dalam memproyeksikan pendapatan tahun 2024, termasuk hasil penjualan aset Way Dadi serta utang Dana Bagi Hasil (DBH) dari tahun-tahun sebelumnya yang tidak dibayarkan.
Polemik soal utang ini mengemuka setelah Gubernur Rahmat Mirzani Djausal dan Wakil Gubernur Jihan Nurlela tercatat mewarisi tunggakan keuangan hingga Rp1.821.266.150.297,43 di akhir 2024, berdasarkan dokumen Laporan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Lampung Tahun Anggaran 2024.
Penjelasan Marindo
Sekretaris Daerah Provinsi Lampung, Marindo Kurniawan, yang sebelumnya menjabat ebagai Kepala BPKAD mengatakan bahwa persoalan utang tidak seharusnya dikaitkan dengan siapa yang salah, melainkan menjadi tanggung jawab bersama untuk diselesaikan. “Kita tidak boleh bicara soal salah siapa atau ini beban siapa. Yang jelas, pemerintahan harus tetap berjalan dan semua permasalahan harus kita selesaikan,” ujar Marindo, Senin 7 Juli 2025.
Menurut Marindo menjelaskan, data utang tersebut merupakan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang telah dilaporkan ke DPRD Provinsi Lampung. Pemprov, lanjutnya, telah bersikap transparan dalam menyampaikan kondisi keuangan daerah.
Salah satu penyebab defisit adalah adanya kewajiban tunda bayar dan. Dana Bagi Hasil (DBH) ke Kabupaten Kota. Saat ini, Pemprov telah menyelesaikan sebagian besar dari tunda bayar tersebut. “Alhamdulillah, tunda bayar sebesar Rp600 miliar sudah diselesaikan. Doakan saja, kami mengelola keuangan dengan integritas dan sebaik-baiknya,” ujarnya.
Sementara untuk DBH antara provinsi dan kabupaten/kota sudah ada solusi bersama. “Sudah ada kesepakatan bersama dengan bupati dan walikota sudah tertuang dalam LHP BPK sehingga soal DBH sudah ada konsep penyelesaian sampai tahun 2028,” ujar Marindo.
Sebelumnya berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Perwakilan Lampung Nomor: 17A/LHP/XVIII.BLP/04/2021 tertanggal 23 April 2021, tercatat per 31 Desember 2019—tahun pertama Arinal menjabat—total utang Pemprov mencapai Rp1,1 triliun.
Tahun berikutnya, 2020, utang tercatat Rp873 miliar. Defisit kian membengkak pada tahun anggaran 2022 dengan angka riil mencapai Rp548,7 miliar. Dan di tahun 2023, defisit meroket 157% menjadi Rp857,7 miliar, atau total mencapai Rp1,4 triliun. Hal ini tertuang dalam LHP BPK RI Nomor: 40B/LHP/XVIII.BLP/05/2024.
Sementara berdasarkan LHP BPK Nomor: 52/LHP/XVIII.BLP/12/2024, pada akhir 2022 utang daerah mencapai Rp949,1 miliar dengan kas daerah hanya Rp292,7 miliar. Di akhir 2023, neraca utang melonjak menjadi Rp1,53 triliun, dengan saldo kas hanya tersisa Rp125,1 miliar.
Pada awal 2024, saat Arinal masih menjabat, saldo kas tercatat Rp125,1 miliar. Dan di akhir tahun, saldo tinggal Rp69,8 miliar. Target pendapatan era Arinal juga mencatatkan selisih signifikan. Pada 2021, target sebesar Rp7,53 triliun hanya tercapai Rp7,46 triliun. Tahun 2022, target Rp6,91 triliun terealisasi Rp6,83 triliun. Pada 2023, target Rp8,09 triliun hanya tercapai Rp6,98 triliun. Terakhir, untuk tahun 2024—saat Arinal masih menetapkan anggaran—target pendapatan dipatok Rp8,63 triliun. Namun realisasinya hanya Rp7,45 triliun, minus Rp1,17 triliun dari target. (Red)
Tinggalkan Balasan