Jakarta, sinarlampung.co-Seorang pendeta lansia berinisial DBH (67) menjadi tersangka karena mencabuli tiga anak asuhnya di bawah umur di kantor Gereja JKI Mahanaim, Kota Blitar Jawa Timur. Tiga korban DBH itu adalah GTP (15), TTP (12), dan NTP (7). Diketahui, DBH adalah pendeta salah satu gereja di Kota Blitar dan istrinya, VC, pernah mengangkat GTP menjadi anak dengan mengajak tinggal bareng di rumah di Kecamatan Sukorejo, Kota Blitar.
Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Timur, Brigjen Farman mengatakan aksi pelaku ini dilakukan tersangka selama dua tahun (2022-2024) di lokasi yang berbeda. “GTP mengalami pencabulan empat kali, kejadian pertama tahun 2022 di ruang kerja tersangka Gereja JKI Mahanaim,” kata Farman, Senin 7 Juli 2025.
Berdasarkan laporan perkara Polda Jatim, tersangka mencabuli korban di ruang gereja sebanyak empat kali. Dua kali pada korban GTP dan dua kali pada korban TTP. Selain di ruang gereja, tersangka juga mencabuli para korban di rumah pribadi. Korban TTP mengalami pencabulan empat kali, salah satunya pada pertengahan 2023 di kolam renang Letesa.
Di kolam renang tersangka mencabuli korban NTP yang masih berusia tujuh tahun sebanyak dua kali. “Korban TTP juga mengalami kejadian keempat tanggal 11 Februari 2024 di Banaran Home Stay Kediri,” terangnya.
Farman menjelaskan, DBH sering mengajak keempat anak korban ke kolam renang Letesa dan pernah check in di Griya Banaran Homestey. Berdasarkan hasil visum kepolisian, korban mengalami luka fisik dan trauma berat pada kondisi psikologisnya. “Kini, tersangka dijerat Pasal 82 jo Pasal 76 E UU RI No. 17 tahun 2016 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU RI No.1 tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Ancaman penjara minimal 5 tahun dan maksimal 15 tahun,” kata Farman.
Para Korban Anak Sopir Pribadi Yang Menduda
Kasus pencabulan yang dilakukan oknum pendeta berinisial DKBH (69) di salah satu gereja di Kota Blitar, Jawa Timur, akhirnya terbongkar setelah bertahun-tahun. DKBH mencabuli keempat putri sopirnya sendiri berinisial FTP (17), GTP (15), TTP (13), dan NTP (7).
Orangtua korban berinisial T bercerita, pertama kali mengenal DKBH di bulan Desember 2021. Kemudian, T ditawari pekerjaan sebagai sopir DKBH. Pendeta itu juga menyiapkan kontrakan di belakang gereja untuk tempat tinggal T dan keempat putrinya.
Namun, pada 2022 T bersama keempat putrinya ditawari untuk tinggal di gereja karena penjaga rumah ibadah tersebut meninggal. Akhirnya, T dan keempat anaknya tinggal satu rumah bersama pendeta yang sudah dianggap sebagai keluarganya sendiri. Korban buka suara Setelah beberapa tahun tinggal di gereja, anak sulung T, FTP (17) yang pertama membuka kasus pencabulan itu.
Ketika itu, FTP kabur bersama rekannya ke Kediri dan tak mau pulang lagi ke gereja itu. T pun langsung menyusuli putri tercintanya itu ke Kediri. Di sana lah FTP menceritakan semuanya. “Saat itu, anak saya bilang ‘Papih tega, papih enggak peduli sama aku. Aku sudah rusak sama pendeta itu’,” kata T di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, Jumat 4 Juli 2025.
FTP mengaku area sensitif di tubuhnya sering kali dipegang oleh DKBH selama bertahun-tahun. Bahkan, DKBH juga memandikan FTP dan mengajaknya untuk berenang bersama. Mendengar hal itu T merasa tak terima dan langsung membawa pulang FTP ke Blitar. Setibanya di Blitar, T langsung menegur pendeta itu. “Dia (pendeta) mengakui perbuatannya. Dia bilang ‘khilaf dan tidak seperti itu, itu kasih sayang, saya mandiin anak karena dia anak piatu’. Saya enggak terima, saya bilang saya memaafkan tapi saya minta ada rapat gereja,” ujar T.
Rapat itu digelar dan dipimpin oleh DKBH yang merupakan ketua dari gereja itu, serta dihadiri oleh istrinya sebagai wakil, dan tiga anggota lainnya. Dalam rapat itu, DKBH mengakui perbuatannya di depan istri dan para anggota. Sebagai tanda menyesal, DKBH menghukum dirinya untuk tidak khutbah di gereja selama tiga bulan.
Mendapat Ancaman
Setelah rapat itu digelar, FTP baru bilang bahwa adik-adiknya juga menjadi korban dari DKBH. “Kakanya bilang adik-adik juga kena (jadi korban pelecehan). Dari situ, saya korek keterangan dari adik-adiknya, baru mereka mengaku,” ucap T.
T semakin kesal dan melaporkan kasus pencabulan tersebut ke polisi. Namun, dia justru mendapat ancaman. “Pertama kali pas diajak damai ditakut-takuti bahwa kalau nekat melaporkan saya akan sengsara di sana, kemudian anak-anak saya enggak sekolah, terus saya akan tidur di emperan toko atau jembatan, jadi kami ketakutan,” kata T.
Akhirnya, T memutuskan untuk mencabut kembali laporannya tersebut. Seiring berjalannya waktu, T bertemu dengan orang yang mau membantunya untuk mendapat keadilan. Orang itu membawa T ke Jakarta untuk meminta bantuan hukum ke Tim Hotman 911. Namun, di tengah jalan, orang tersebut justru lepas tangan. T menduga dia disuap uang oleh pelaku agar tidak lagi membantu dirinya.
Meski begitu, perjuangan T untuk keempat putrinya tak berhenti begitu saja. Ia terus berusaha meminta bantuan hukum ke Hotman. Kini, kasus pencabulan tersebut sudah kembali dilaporkan ke Polda Jawa Timur. Hotman Paris Hutapea sempat mendesak Polda Jawa Timur untuk segera mengusut tuntas kasus pencabulan ini.
“Kami menghimbau kepada Kapolda Jawa Timur dan Direktur Tindak Pidana Umum dan Subdit Renakta agar kasus yang dilimpahkan dari Bareskrim agar segera diproses, karena sampai hari ini belum naik sidik,” ujar Hotman Paris. (Red)
Tinggalkan Balasan