Depok, sinarlampung.co – Direktorat Polisi Satwa (Ditpolsatwa) Korsabhara Baharkam Polri kembali menunjukkan komitmennya dalam menjaga kelestarian satwa liar dan keseimbangan ekosistem nasional dengan menggelar kegiatan Pelantikan dan Diklat Pengurus Pusat Pemerhati Polisi Satwa (PPS) pada Sabtu, 19 Juli 2025, di Markas Komando Ditpolsatwa, Kelapadua, Depok.
Kegiatan ini dibuka langsung Direktur Polisi Satwa, Brigjen Pol Torry Kristianto, yang dalam sambutannya menegaskan bahwa pembentukan dan pelantikan PPS merupakan langkah strategis dalam membangun sinergi antara aparat penegak hukum, akademisi, dan masyarakat sipil dalam menjaga kekayaan hayati Indonesia.
“Konservasi satwa dan pelestarian ekosistem bukan hanya persoalan lingkungan, tapi merupakan bagian integral dari ketahanan nasional. Polisi Satwa hadir sebagai garda terdepan dalam upaya ini, dan Pemerhati Polisi Satwa menjadi mitra penting untuk mengedukasi, mengadvokasi, dan menggerakkan masyarakat,” tegas Brigjen Pol Torry.
Pembentukan Pemerhati Polisi Satwa (PPS)
Sebagai bentuk nyata kolaborasi antara Ditpolsatwa dan elemen masyarakat, PPS resmi dibentuk melalui Surat Keputusan Direktur Polisi Satwa Nomor: SK / 1 / VII / KEP / 2025 pada 4 Juli 2025. Organisasi ini bertujuan memperkuat dukungan publik, khususnya dari kalangan akademisi dan generasi muda, terhadap tugas-tugas Polri dalam perlindungan satwa liar, pencegahan kejahatan lingkungan, dan edukasi konservasi.
Brigjen Pol Torry Kristianto, yang juga bertindak sebagai Pelindung dan Pembina Utama PPS, secara resmi melantik jajaran pengurus pusat yang berasal dari berbagai latar belakang mulai dari dosen, aktivis lingkungan, hingga mahasiswa.
Komitmen Polri terhadap Ekosistem dan Konservasi
Dalam sambutannya, Dirpolsatwa juga menekankan bahwa kegiatan pembangunan dan pembukaan lahan harus memperhatikan keberadaan satwa liar dan keseimbangan ekologis.
“Setiap kegiatan pembukaan lahan wajib memperhatikan keberadaan satwa liar dan keseimbangan ekologis. Hal ini untuk mencegah konflik manusia-satwa dan menghindari kerusakan lingkungan yang tidak bisa diperbaiki,” ujarnya.
Peran Strategis PPS dan Keterlibatan Masyarakat
Pemerhati Polisi Satwa (PPS) diharapkan menjadi mitra strategis dalam mendukung pelaksanaan tugas kepolisian di bidang konservasi, edukasi masyarakat, serta advokasi perlindungan satwa. PPS menjadi wadah kolaboratif antara aparat penegak hukum, akademisi, dan masyarakat untuk menciptakan gerakan sosial yang kuat dan berkelanjutan.
“Polri berkomitmen menjaga keseimbangan sumber daya alam hayati sebagai bagian dari tugas perlindungan dan pelayanan kepada masyarakat. Konservasi satwa adalah bagian dari perlindungan terhadap masa depan bangsa,” tutup Brigjen Pol Torry.
Keterangan Ir. Yoska Oktaviano, M.T. – Pembina PPS
Ir. Yoska Oktaviano, M.T., yang turut dilantik sebagai Pembina Pemerhati Polisi Satwa, menyoroti urgensi revisi Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
“Perubahan tata kelola pemerintahan, dinamika teknologi, serta peningkatan kejahatan terhadap satwa liar membutuhkan regulasi yang lebih adaptif dan tegas. Sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan lingkungan harus diperkuat agar menimbulkan efek jera,” jelasnya.
Keterangan Monica Fany Megawati – Ketua Umum PPS
Sebagai Ketua Umum Pemerhati Polisi Satwa, Monica Fany Megawati menegaskan bahwa pelestarian satwa dan tumbuhan merupakan bagian penting dari strategi ketahanan nasional.
“Satwa dan tumbuhan bukan hanya bagian dari lingkungan, melainkan komponen vital dari sumber daya alam yang mendukung kehidupan, ketahanan pangan, ekonomi, dan budaya kita. Tanpa keberlanjutan ekosistem, tidak akan ada ketahanan nasional yang sejati,” ujarnya.
Ia memaparkan lima poin utama tentang keterkaitan pelestarian satwa dan tumbuhan dengan ketahanan nasional:
1. Sumber Daya Alam yang Vital
2. Keseimbangan Ekosistem
3. Pendukung Perekonomian Nasional
4. Faktor Pendukung Pertahanan dan Keamanan
5. Pelestarian Budaya dan Kearifan Lokal
Monica juga menekankan pentingnya konservasi in-situ, konservasi ex-situ, pengendalian perburuan liar, serta pengembangan teknologi dan kesadaran publik dalam upaya pelestarian satwa.
Keterangan Dr. Intan Nevia Cahyana, S.H., M.H. Kepala Bidang Kajian dan Advokasi PPS
Dr. Intan Nevia Cahyana, S.H., M.H., dosen pengampu Hukum Kehutanan yang juga dilantik sebagai Kepala Bidang Kajian dan Advokasi PPS, menggarisbawahi bahwa UU No. 5 Tahun 1990 sudah tidak relevan dengan perkembangan zaman.
“UU ini tidak lagi mencerminkan dinamika tata kelola sumber daya alam yang telah berubah akibat desentralisasi, globalisasi, dan perkembangan teknologi. Ketidakjelasan pembagian kewenangan dan sanksi yang lemah membuat kejahatan lingkungan terus meningkat,” jelasnya.
Ia mengidentifikasi enam alasan utama perlunya revisi UU tersebut:
1. Perubahan Tata Pemerintahan dan Sentralisasi Regulasi
2. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
3. Tumpang Tindih Kewenangan Antar Lembaga
4. Sanksi Pidana yang Lemah
5. Tidak Mengakomodir Prinsip Konservasi Internasional
6. Peningkatan Perdagangan Satwa Liar Ilegal
“Kita butuh undang-undang yang tidak hanya bersifat represif, tapi juga preventif dan solutif, yang mampu melibatkan semua pemangku kepentingan secara aktif,” tutupnya.
Dengan pelantikan PPS dan komitmen para pengurusnya, diharapkan terbentuk gerakan sosial yang mampu menjadi katalisator perubahan dalam pelestarian keanekaragaman hayati Indonesia demi masa depan yang berkelanjutan dan kuat secara nasional. (***)
Tinggalkan Balasan