Lampung Selatan, sinarlampung.co – PT Hakaaston (HKA) mendorong masyarakat mengelola limbah plastik yang berasal dari jalan tol dan rest area di ruas Tol Bakauheni-Terbanggi Besar (Bakter), Lampung. Program ini dijalankan HKA bersama Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Lampung Selatan dan penggiat lingkungan melalui pelatihan pengolahan sampah kepada Kelompok Wanita Tani (KWT) binaan HKA di Desa Panca Tunggal, Kecamatan Merbau Mataram, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Tidak hanya membersihkan lingkungan, pengelolaan limbah plastik ini juga akan memberikan manfaat bagi pengelolanya.
Sampah plastik yang dikumpulkan diproses menjadi produk fungsional seperti kursi melalui teknik ecobrick, yaitu pemadatan limbah plastik ke dalam botol yang kemudian disusun dan dijahit hingga menjadi bangku duduk yang kokoh. Program ini merupakan bagian dari langkah nyata penerapan prinsip ESG (Environmental, Social, and Governance) di HKA. Saat ini anggota KWT mendapatkan manfaat dari hasil penjualan bangku buatan mereka untuk kemudian hasil penjualan dibelikan pupuk bagi pertanian.
Direktur Utama HKA, J. Aries Dewantoro menyatakan bahwa keberlanjutan telah menjadi pijakan utama perusahaan dalam menjalankan bisnis, terutama sebagai operator jalan tol. “Kami percaya bahwa keberhasilan pengelolaan lingkungan dan sosial datang dari keterlibatan masyarakat. Karena itu, seluruh inisiatif ESG kami dirancang tidak hanya untuk mengurangi dampak negatif, tetapi juga untuk menciptakan manfaat ekonomi dan sosial yang nyata bagi komunitas di sekitar kami,” tegas Aries.
Lebih detail Aries menambahkan bahwa proses daur ulang sampah plastik di Bakter dimulai dari pengumpulan dan pemilahan sampah dalam serangkaian kegiatan pengolahan terintegrasi mulai dari edukasi, pemilahan, hingga penyusunan hasil daur ulang. Sejak program ini dimulai pada pertengahan 2023, volume sampah plastik yang dibuang dari rest area dan ruas tol berhasil dikurangi hingga 42% setiap bulan.
Pengurangan limbah plastik juga diimplementasikan di ruas Tol Medan–Binjai melalui program produksi sarung rubber cone. “Rubber cone yang sudah tidak layak secara tampilan, kini diperpanjang masa pakainya dengan pelindung baru yang dijahit oleh kelompok ibu rumah tangga di Desa Payo Bakung, Kabupaten Deli Serdang. Program ini dilaksanakan dengan pendekatan pemberdayaan, melalui pelatihan menjahit, penyaluran mesin jahit, dan penyediaan bahan daur ulang oleh HKA,” imbuh Aries.
Produksi sarung rubber cone dilakukan secara rumahan dalam dua tahap yaitu pembuatan pola dan proses penjahitan. Saat ini, kelompok tersebut mampu memproduksi hingga 100 unit per hari. Hingga kini, total 150 unit sarung telah digunakan di Gerbang Tol Binjai dan Gerbang Tol Semayang. Reflektor yang digunakan dalam sarung tersebut juga telah diuji oleh Balai Pengelola Transportasi Darat (BPTD) Sumatera Utara dan dinyatakan memenuhi standar kelayakan operasional.
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa sarung rubber cone hasil produksi komunitas ini memiliki ketahanan hingga tiga bulan untuk penggunaan luar ruangan, dengan biaya produksi yang 50% lebih murah dibandingkan produk baru berbahan plastik atau lateks. Selain mereduksi limbah dan pengeluaran pengadaan cone baru yang dapat ditekan hingga 60%, program ini juga memberikan nilai ekonomi langsung bagi masyarakat sekitar ruas tol.
Melalui pendekatan yang mencakup pengelolaan limbah, penguatan peran komunitas, efisiensi proses bisnis, dan konservasi lingkungan, HKA terus berupaya menciptakan kontribusi jangka panjang yang berdampak positif bagi masyarakat dan sekitar.
“Setiap inisiatif ESG yang kami jalankan lahir dari keyakinan bahwa keberlanjutan dimulai dari kepedulian. Di HKA, kami ingin meninggalkan jejak yang tidak hanya terlihat di atas jalan, tapi juga terasa dalam kehidupan masyarakat melalui keterlibatan, kesempatan, dan rasa memiliki bersama,” tutup Aries, Direktur Utama HKA.
Dengan pendekatan yang terukur dan berbasis komunitas, HKA akan terus memperluas inisiatif ESG sebagai bagian dari perannya dalam mengelola jalan tol nasional secara bertanggung jawab, inklusif, dan berkelanjutan. (***)
Tinggalkan Balasan