Bandar Lampung, sinarlampung.co-Kasus dugaan menggunakan dokumen palsu saat mendaftar Aparatur sipil Negara (ASN) oleh Eka Afriana, Kepala Disdikbud Kota Bandar Lampung, yang mengaku merubah identitas pribadi, KTP dan akta kelahiran dengan alasan sering kesurupan, mulai berjalan di Polda Lampung.
Meski perkaranya masih dalam tahap penyelidikan, sejumlah saksi sudah mulai dimintai keterangan oleh tim penyidik Ditreskrimum Polda Lampung, meski kabarnya banyak saksi yang mengakir. “Perkaranya masih dalam tahap penyelidikan,” ujar Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Yuni Iswandari, kepada wartawan, Kamis 24 Juli 2025.
Kasubdit III Jatanras Ditreskrimum Polda Lampung, Kompol Zaldi Kurniawan, membenarkan Timnya melakukan penyelidikan terkait laporan tersebut. Dan banyak saksi yang akan dimintai keterangan dan telah dilayangkan surat panggilan. “Proses penyelidikan masih terus berjalan. Untuk saksi-saksi kemarin sudah kita undang, tapi banyak yang belum hadir. Direncanakan, mereka akan diundang lagi,” ujar Zaldi Kurniawan.
Menurut Zaldi, Penyidik telah memeriksa pelapor juga perwakilan dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) meski yang hadir hanya staf. Untuk terlapor belum. “Kalau terlapor (Eka Afriana, red) memang belum dipanggil,” kata Zaldi.
Sebelumnya setelah ramai disorot, soal menggunakan identitas palsu, Eka Afriana sempat mengakui jika dia mengubah data identitas pribadinya dengan alasan sering kesurupan, pada hari Senin, 2 Juni 2025, LSM Trinusa kemudian melaporkan kembaran Walikota Balam Eva Dwiana itu ke Polda Lampung.
Pelapor atas nama Sekjen LSM Trinusa, Faqih Fakhroji, didampingi kuasa hukum LBH Masa Perubahan: Muhammad Latief, SH, dan Busroni, SH, MH. Usai membuat laporan, Faqih menjelaskan, pihaknya telah menyerahkan sejumlah bukti kepada penyidik Polda, termasuk dokumen asli, data pembanding, serta daftar saksi yang akan memperkuat laporannya.
“Kami berharap, laporan ini ditindaklanjuti secara profesional dan menyeluruh. Mengingat posisi terlapor yang masih aktif menjabat dan menerima gaji dari negara, proses hukum harus berjalan secara adil dan transparan,” ujar Faqih.
Kuasa hukum LSM Trinusa, Muhammad Latief, menyatakan laporan yang dilakukan kliennya sebagai bagian dari upaya menjaga integritas lembaga pemerintahan. “Kadisdikbud Balam itu mengakui, telah mengubah identitas pribadinya, diantaranya adalah tanggal lahir, yang seharusnya 25 April 1970 menjadi 25 April 1973, atau lebih muda 3 tahun,” katanya.
Terjerat Pidana Murni
Dimata advokat senior dari Peradi Bandar Lampung, Alfian Suni, SH, MH, CPM, pemalsuan identitas yang dilakukan Eka Afriana merupakan tindak pidana murni, apalagi telah disampaikan secara terbuka. “Jadi, seharusnya APH menindaklanjuti pengakuan tersebut dengan sesegera mungkin memeriksa yang bersangkutan,” kata Alfian Suni, Kamis 29 Mei 2025 malam.
Menurutnya, kasus pemalsuan yang diduga kuat dilakukan Eka Afriana –sebagaimana diakuinya sendiri- merupakan pidana murni, bukan delik aduan. Sehingga sudah seharusnya APH bergerak cepat menangani persoalan tersebut.
Sebelumnya, praktisi hukum senior, H. Abdullah Fadri Auli, SH, menilai, apa yang dilakukan kembaran Walikota Eva Dwiana tersebut merupakan pelanggaran serius. “Apabila dokumen yang diubah itu digunakan untuk memberi keuntungan bagi pelaku, konsekuensi hukumnya jelas, yaitu pelanggaran terhadap UU Kependudukan dan UU Tindak Pidana Korupsi,” kata Bang Aab, panggilan akrab Ketua Harian IKA Unila itu, Rabu 28 Mei 2025 pagi.
Dijelaskan, merubah identitas yakni tanggal lahir merupakan bentuk pelanggaran serius karena tanggal lahir tidak dapat diubah. Bila merubah nama, diperbolehkan sepanjang ada penetapan pengadilan.
Menurutnya, pemalsuan identitas adalah tindakan pidana yang dapat dijerat dengan hukuman sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Diantaranya Pasal 263-264 KUHP, pemalsuan KTP-el Pasal 95B UU Nomor: 24 Tahun 2023, pemalsuan data pribadi melanggar UU Nomor: 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi.
“Selain itu, perbuatan mengubah atau memalsukan identitas dokumen elektronik melanggar UU Nomor: 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas UU Nomor: 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Jadi, apa yang dilakukan Eka Afriana senyatanya merupakan pelanggaran hukum dan perbuatan pidana,” ujar Abdullah Fadri Auli. (Red)
Tinggalkan Balasan