Soal Ukur Ulang Lahan PT SGC Wahrul Ingatkan Jangan Sesat Pikir Takluk Dengan Pemilik Modal

Bandar Lampung, sinarlampung.co-Anggota DPRD Provinsi Lampung dari Fraksi Gerindra, Wahrul Fauzi Silalahi mengingatkan agar tidak terjebak dengan pola-pola oligarki, yang disadari selama ini banyak merugikan rakyat Lampung. Oligarki adalah rezim yang didominasi oleh segelintir elit kaya, termasuk di Lampung yang tidak boleh kalah dengan oligarki.

“Di sinilah nasionalisme dan otoritarianisme berperan. Oligarki itu berkuasa melalui dua strategi. Pertama menggunakan taktik adu domba untuk memastikan mayoritas tidak bersatu, dan kedua, dengan memanipulasi sistem politik agar semakin sulit bagi mayoritas yang muncul,” kata Wahrul, menanggapi soal beda pendapat kelompok soal PT SGC.

Menurut Wahrul, strategi adu domba adalah strategi lama, dan strategi ini bekerja melalui kombinasi paksaan dan kooptasi. Nasionalisme—baik yang statis, etnis, agama, maupun ras—memenuhi kedua fungsi tersebut. Strategi ini menyelaraskan sebagian rakyat biasa dengan oligarki yang berkuasa, memobilisasi mereka untuk mendukung rezim dan berkorban demi rezim tersebut,” kata Wahrul.

Di saat yang sama, lanjutnya Wahrul strategi ini memecah belah masyarakat, memastikan bahwa mereka yang terinspirasi oleh nasionalisme tidak akan bergabung dengan pihak lain untuk menggulingkan oligarki. Oleh karena itu, kita melihat ketakutan terhadap minoritas dan imigran misalnya, serta klaim bahwa daerah ini ini hanya milik rakyat yang diwakili oleh para pemimpin. Mengaktifkan identitas emosional, budaya, dan politik ini mempersulit warga negara untuk bersatu melintasi batas-batas ini dan menantang rezim,” katanya.

Wahrul mengaku heran, terhadap sejumlah pihak yang menolak rencana ukur ulang dengan dalih mengganggu investasi dan mengancam kepastian hukum. “Saya membaca di media, ada yang menolak pengukuran ulang hanya karena alasan investasi. Ini sangat disayangkan. Negara punya hak penuh untuk memastikan keadilan bagi rakyat,” kata Wahrul, Senin 21 Juli 2025 .

 

Wahrul, membantah keras pernyataan yang menilai pengukuran ulang hanya didasari isu-isu liar tanpa dasar. “Negara kita ini bukan negara ecek-ecek. Kalau ada potensi ketimpangan atau ketidakadilan, tentu negara harus turun tangan. Jangan disederhanakan dengan narasi yang melemahkan,” ungkapnya

Wahrul, menolak analogi yang membandingkan persoalan SGC dengan kasus tambak udang Dipasena arean dua kasus itu sangat berbeda dan tidak layak disamakan. “Jangan asal mengaitkan hal yang tidak relevan. Dipasena dan SGC itu dua persoalan yang berbeda jauh. Jangan bungkus ketidaktahuan dengan opini yang membingungkan,” ucapnya.

Wahrul menegaskan, bahwa agenda ukur ulang ini justru penting demi menciptakan iklim investasi yang sehat dan berkeadilan. “Kalau benar dan taat aturan, kenapa takut? Ukur ulang ini justru memastikan pajak dibayar, konflik lahan diselesaikan, dan hak masyarakat dihormati. Bukankah itu yang membuat investor nyaman?,” tegasnya

Menurut Wahrul dukungan kepada lembaga-lembaga negara yang terlibat dalam proses ini, mulai dari Kejaksaan Agung, Komisi II dan III DPR RI, hingga Kementerian ATR/BPN. “Kita harus mendukung langkah negara. Jangan malah pemerintah dituduh politis ketika ingin membela kepentingan rakyat. Pemerintah tidak boleh dianggap takluk di hadapan pemilik modal,” ujarnya.

Sebelumnya, mantan Kandidat Calon Bupati Way Kanan Resmen Kadapi (RK) mengaku gerah dengan ikut campurnya Komisi II DPR RI terkait PT Sugar Group Companies (SGC). “Cukup porak-porandanya tambak udang Dipasena sebagai pelajaran mahal hancurnya investasi besar di Provinsi Lampung,” ujarnya.

Menurutnya, anggota Komisi II DPR RI harus jernih melihat dari berbagai sudut investasi besar seperti PT SGC yang telah menyerap puluhan ribu tenaga kerja dan aset produksi kebutuhan gula konsumsi di Indonesia. “Mau jadi apa 60 ribu lebih tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya dari perusahaan perkebunan tebu dan pabrik gula terbesar ini,” ucapnya.

Sehingga, kata Resmen Kadapi, Zulkifli Anwar yang ada di Komisi tersebut seharusnya menjelaskan kepada teman-temannya betapa pentingnya keberadaan SGC bagi Lampung. “Bukan malah ikut-ikutan bernarasi yang dapat mengganggu stabilitas investasi di daerahnya,” ucapnya.

Namun, jika urusan investasi ditarik-tarik untuk kepentingan politik dengan menggerakan sekelompok orang, membangun narasi provokasi untuk membenturkan semua kepentingan dan menciptakan chaos, pemerintah pusat dan daerah harus hadir membela investor dan ribuan tenaha kerja.

“Jika soal adanya perbedaan ukuran luas lahan, semua bisa diatasi dengan duduk bareng agar semua klaim berlandaskan hukum (bukti-bukti hukum yg ada) maka 90 persen masalahnya harusnya bisa clear dan kelar,” ucapnya. 

Kalo pun ada yang tumpang tindih, menurut Resmen Kadapi, dapat diselesaikan di Pengadilan PTUN yang tidak akan memutus siapa yg punya kewenangan utk menerbitkan surat-surat keputusan terkait lahan SGC. “Masak Komisi II DPR RI yang terhormat malah mengakomodir data-data dan isu-isu yang tak jelas soal luas lahan. Emang kebun itu isinya hanya tebu, tak ada jalan, kawasan pabrik, kantor, perumahan, fasos maupun fasum, dan lainnya?,” katanya. (Red)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *