Jakarta, sinarlampung.co-Dewan Pers menegaskan akan mengambil langkah tegas terhadap media yang menggunakan nama atau menyerupai nama lembaga negara tanpa memiliki keterkaitan resmi. Langkah ini dilakukan untuk mencegah kesalahpahaman publik yang dapat berujung pada penyalahgunaan citra lembaga negara.
Ketua Komisi Pengaduan dan Penegakan Etika Pers Dewan Pers, Muhammad Jazuli, menyebutkan bahwa pihaknya menemukan sejumlah media yang menggunakan identitas mirip lembaga negara seperti KPK atau Polri. “Kami mendapati ada media yang meminjam nama institusi negara. Ini akan kami tertibkan agar tidak menimbulkan persepsi keliru di masyarakat,” ujarnya di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Selasa 5 Agustus 2025.
Menurut Jazuli, penggunaan nama lembaga negara oleh media yang tidak memiliki hubungan resmi bisa menimbulkan dampak serius. Publik dapat salah mengira media tersebut adalah bagian dari lembaga resmi, padahal kenyataannya tidak. “Risikonya besar, publik bisa mengira mereka adalah perpanjangan tangan institusi negara. Apalagi kalau sengaja dibuat mirip untuk mendapatkan keuntungan tertentu,” ujarnya.
Pengecualian untuk Media Resmi
Dewan Pers menegaskan, tidak ada masalah jika media tersebut memang terafiliasi secara resmi. Jazuli mencontohkan Polri TV sebagai salah satu media yang sah milik kepolisian. “Kalau resmi seperti Polri TV, itu sah. Yang jadi masalah adalah media swasta yang mengaku-aku,” katanya.
Dewan Pers telah memberikan imbauan kepada media yang terindikasi menyalahgunakan nama lembaga negara untuk segera mengganti identitasnya. Jika tidak, konsekuensinya cukup berat. “Kami bisa mencabut status verifikasi medianya, bahkan sertifikat kompetensi wartawannya,” jelas Jazuli.
Sebagai langkah pencegahan, Dewan Pers juga menggandeng sejumlah lembaga negara untuk menertibkan praktik ini. “Kami sudah menandatangani MoU dengan Polri, Kejaksaan Agung, dan pihak terkait lainnya. Salah satu poinnya adalah penertiban media yang mencatut nama institusi negara,” ujarnya.
Dengan langkah ini, Dewan Pers berharap ekosistem pers di Indonesia tetap bersih, profesional, dan bebas dari praktik yang dapat menyesatkan publik. (Red)
Tinggalkan Balasan