Tanggamus, Sinarlampung.co — Angin panas kembali berembus di Kecamatan Limau, Kabupaten Tanggamus. Kali ini bukan soal Ujian Nasional, tapi dugaan skandal asmara yang menyeret seorang guru PPPK berinisial RN. Ia dituding sebagai pihak ketiga yang memicu kandasnya pernikahan MR dan IW, dan kabar ini cepat menyulut obrolan di warung kopi, grup WhatsApp warga, hingga jadi bahan bisik-bisik di pasar.
Bagi Zainuddin, Ketua Laskar Merah Putih Indonesia (LMPI), kasus ini bukan sekadar drama rumah tangga. Ia menyebutnya sebagai “bom waktu krisis moral” di dunia pendidikan Limau.
“ASN dan PPPK itu digaji dari pajak rakyat. Mereka simbol keteladanan, bukan pemain sinetron murahan. Kalau guru sudah lupa malu, murid mau contoh siapa?” tegas Zainuddin, dengan nada geram bercampur kecewa.
Ia menilai, dugaan perselingkuhan RN bukan hanya pelanggaran etika pribadi, tapi juga berpotensi melanggar aturan disiplin sebagaimana diatur dalam PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS.
Namun yang membuat Zainuddin semakin heran adalah sikap pimpinan sekolah yang memilih diam. Kepala sekolah RN berdalih masalah ini murni urusan pribadi, dan tidak ada kaitannya dengan pekerjaan.
Zainuddin justru menilai alasan itu seperti “pintu darurat bagi mereka yang malas menegakkan aturan”.
“Kalau saya yang memimpin, sanksi sudah turun kemarin pagi. Tapi karena saya bukan pejabat, saya cuma mau tanya: di mana wibawa Dinas Pendidikan Tanggamus kalau masalah seperti ini dibiarkan?” sindirnya.
LMPI, kata Zainuddin, tak akan berhenti di kritik verbal. Mereka berencana mengirim laporan resmi ke Dinas Pendidikan, BKPSDM, DPRD, hingga Bupati Tanggamus.
“Ini bukan urusan kepo rumah tangga orang. Ini soal menjaga marwah dunia pendidikan. Jangan sampai sekolah berubah jadi panggung drama cinta segitiga,” ujarnya menutup pernyataan.
Pendidikan seharusnya menjadi ruang suci bagi ilmu, bukan arena percintaan terlarang. Saat pimpinan memilih bungkam, murid akan belajar bahwa diam bisa menjadi tameng bagi kesalahan. Dan jika itu terjadi, maka kerusakan moral bukan hanya di kelas, tapi juga di kepala. (S. Kheir)
Tinggalkan Balasan