Bandar Lampung, sinarlampung.co-Proyek rekonstruksi jalan milik Pemerintah Provinsi Lampung di ruas Penumangan, Kabupaten Tulang Bawang Barat (Tubaba), menuju Desa Tegal Mukti dan Tajab, Kabupaten Way Kanan diduga tak sesuai spesifikasi. Dengan anggaran Rp29 miliar lebih, namun diduga tidak sebanding dengan panjang jalan yang dikerjakan dan kualitas konstruksi yang dihasilkan.
Proyek ini terdiri dari pekerjaan hotmix, timbunan batu base di titik-titik tertentu, serta drainase di sisi badan jalan. Pekerjaan terbagi dalam dua paket yaitu Paket 1 : Desa Panaragan, dikerjakan oleh CV. Sinar Alam Perkasa dengan nilai kontrak Rp 14,5 miliar. Paket 2: Ruas Tegal Mukti–Tajab, dikerjakan oleh CV. Rosen Construction senilai Rp 14,6 miliar lebih.
Pengamatan wartawan dilokasi pengerjaakn proyek menunjukkan, ruas di Panaragan hanya sekitar 1.800 meter. Di Tegal Mukti, titik pertama di perbatasan Panaragan–Tegal Mukti sepanjang 267 meter dan titik kedua di kawasan perkebunan tebu hanya 1.700 meter. Total seluruhnya diperkirakan tidak mencapai 4 km.
Bukan hanya nilai kontrak yang disorot. Informasi dari pekerja menyebutkan dugaan bahwa kedua proyek dikuasai satu pengusaha, meski secara administrasi memakai dua badan hukum berbeda. “Kalau tidak salah, pemiliknya sama, hanya beda perusahaan saja. Yang punyanya ibu Sunariyah,” ujar Ketua BPT Panaragan, Edi Yanto, Sabtu 9 Agustus 2025.
Edi juga mengungkap dugaan penyimpangan pada mutu drainase. Pondasi yang seharusnya tebal dan kokoh justru tipis dan mudah rapuh. “Biasanya pondasi bawah 30 cm dan ke atas juga 30 cm, lantai drainase diberi batu. Ini cuma semen tipis. Satu mobil pasir dibagi dua, dan masing-masing hanya dikasih semen 2–3 sak,” ujarnya.
Kesaksian pekerja asal Pringsewu, Oki Erlangga, memperkuat keraguan. “Material drainase yang saya kerjakan hanya 5 angkong pasir, satu sak semen, dan batu bersandar di tanah talud. Saya cuma pekerja harian, dibayar Rp110 ribu sebagai tukang, Rp90 ribu untuk kenek,” ujarnya.
Di lokasi, alat berat terlihat menghampar aspal di titik-titik tertentu untuk menutup lubang. Namun, standar teknis pengerjaan hotmix tak satupun dijelaskan oleh pekerja di lapangan. Hingga berita ini diterbitkan, pihak kontraktor pelaksana, pengawas teknis, maupun Dinas Bina Marga dan Bina Konstruksi Provinsi Lampung belum berhasil dikonfirmasi.
Untuk diketahui tahun 2021, lokasi yang sama pernah dianggarkan Rp5,7 miliar, dan juga bermasalah. Tapi proyek dikerjakan asal siram aspal saja, yang hanya bertahan tidak sampai tiga bulan kembali rusak. (Red)
Tinggalkan Balasan