Jakarta (SL)- Maarif Institute kembali menggelar Maarif Award kepada sosok kepemimpinan lokal yang telah berkontribusi besar dalam merekatkan persatuan dan menciptakan perubahan di masyarakat. Penghargaan ini ditujukan kepada sosok-sosok atau lembaga yang diakui telah berhasil melakukan perubahan sosial di masyarakat dan komunitasnya.
“Mereka menghidupkan harapan dari optimisme melalui kerja-kerja dan komitmen tinggi pada nilai-nilai toleransi, kebinekaan, dan keadilan sosial,” kata Direktur Eksekutif Maarif Institute Muhammad Abdullah Darraz dalam konferensi pers di studio Metro TV, Jakarta, Minggu (27/5/2018).
Darraz menilai, sosok-sosok ini menjadi oase yang menyuntikan harapan baru dan menumbuhkan model kepemimpinan alternatif. Ia berharap sosok yang menerima penghargaan ini dapat melakukan penguatan dan pemberdayaan masyarakat sipil dalam pencegahan kekerasan sektarian dan mampu menjembatani hubungan antar-agama di kalangan masyarakat akar rumput.
“Mereka merupakan pejuang kemanusiaan dan penggerak proses perubahan sosial di tingkat akar rumput dengan komitmen tinggi terhadap toleransi, pluralisme, moderasi, dan keadilan sosial,” ucapnya.
Abah Rosyid Setelah menerima lebih dari 30 nama yang diajukan oleh publik, dewan juri Maarif Award 2018 hanya berhasil menentukan satu kandidat yang layak menerima penghargaan. Sosok itu bernama Abdul Rosyid Wahab, dari Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur (NTT) Abdul Rosyid Wahab atau yang akrab disapa Abah Rosyid dikenal sebagai sosok pelintas batas primordial dan promotor toleransi antarumat beragama di kabupaten Sikka, Maumere, NTT.
Jejaknya merentang dari pencegahan konflik suku, agama, ras dan antargolongan, pendampingan bencana alam Rokatenda, hingga mempelopori lembaga pendidikan Muhammadiyah di Maumere yang 80 persen guru dan pelajarnya merupakan umat Katolik.
Abdul Rosyid sendiri tak menyangka ia akan menerima penghargaan ini. Apa yang dilakukannya selama ini, murni menjalankan nilai-nilai agama Islam sebagai alat pemersatu umat. “Sudah tentu untuk kemaslahatan bagi masyarakat. Dan yang ketiga, saya ini orang biasa tiba-tiba datang ke sini saya merenung apa yang bisa saya lakukan hingga bisa sampai sini,” kata Rosyid.
Pria berusia 81 tahun ini merenungkan bahwa kebersamaan merupakan pedoman utama baginya dalam menjalin persatuan antarkelompok masyarakat. Ia juga merasa tak melakukan berbagai pekerjaannya sendirian. “Di situlah saya merasa bermakna, jadi bukan saya sendiri tapi banyak yang sama-sama dalam kebersamaan ini. Kami sama-sama turun untuk mensosialisasikan pentingnya kebersamaan ini,” kata dia.
Di sisi lain, anggota dewan juri Rahmawati Husein menuturkan, tim melakukan proses seleksi yang cukup sulit. Sebab, salah satu kriteria utamanya adalah sosok-sosok yang terpilih harus orang biasa yang menghasilkan kerja sosial luar biasa. “Ini susah terutama kalau harus dikenal di tingkat lokal mereka dan punya kontribusi besar. Banyak juga yang diusulkan pernah menerima award macam-macam, kita tidak ingin yang kita pilih nanti kemudian sudah tidak genuine lagi,” kata Rahmawati.
Aktivis Perempuan Muhammadiyah itu mengatakan juri harus memastikan ada konsistensi kegiatan sosial yang dilakukan oleh sosok yang akan dipilih. “Ia bisa menjadi contoh untuk semua kelompok atau golongan. Ini yang menjadi kunci bagaimana sosok tersebut bisa menjangkau lintas agama, suku, kepercayaan dan kelompok,” kata dia.
Poin terakhir, sosok yang terpilih ini tidak pernah dipublikasikan oleh media, namun memiliki kontribusi besar bagi masyarakat. Acara penganugerahan terhadap Abdul Rosyid Wahab ini nantinya baru akan digelar pada pukul 19.30 WIB di Grand Studio Metro TV, Jakarta, Minggu (27/5/2018). (kom/nt)
Tinggalkan Balasan