Gagapnya Korporasi Dan Shinta di Pilgub Lampung

Oleh Nizwar Affandi

PILGUB LAMPUNG kali ini masih sama seperti pilgub-pilgub sebelumnya. Isu soal korporasi dan hubungan luar nikah kembali muncul dan hanya menjadi limbah di ruang publik. Institusi-institusi yang semestinya berkewajiban menghilangkan kabut informasi agar pemilih mengetahui faktanya dengan terang benderang malah tampak gagap.

Puluhan media yang didominasi media on line seolah berubah menjadi echo yang menggemakan masing-masing isu sesuai dengan kecenderungan dukungan mereka dalam Pilgub Lampung 2018. Mereka yang mengaku independen pun tidak kunjung melakukan jurnalisme investigatif, menelisik apakah benar Arinal-Nunik dibiayai oleh korporasi?

Apakah korporasinya sama seperti korporasi yang pada 2014 membiayai Ridho-Bakhtiar? Apakah benar korporasinya itu Sugar Group? Apakah pengakuan Sinta itu fitnah? Apakah pengakuan itu berhubungan erat dengan pemanggilan Ridho Ficardo oleh Komisi III DPR-RI setahun yg lalu? Apakah Komisi III dan Sinta berkongsi melakukan fitnah terhadap Ridho?

Dengan begitu banyak pertanyaan dan petunjuk yang bisa diinvestigasi, tampaknya semua memilih hanya berhenti pada tingkat pergunjingan saja.  Secara pribadi, saya bisa meyakini bahwa korporasi yg membantu Arinal pada pilgub ini adalah korporasi yangg sama yangg membantu Ridho pada Pilgub 2014.

Karena keterbatasan saya mengakses informasi pada pilgub ini, saya tidak bisa memastikan apakah dukungan yg diberikan korporasi kepada Arinal sama besar, lebih besar atau lebih kecil daripada yg diberikan kepada Ridho pada Pilgub 2014. Jika ada yang menganggap hubungan dengan korporasi ini adalah dosa besar, maka tahun tahun pemerintahan yang sekarang berjalan adalah produk langsung dari dosa besar itu.

Insha Allah saya cukup memiliki pengetahuan untuk sampai pada kesimpulan tersebut karena pernah menjadi bagiannya sebagaimana saya juga dapat menunjukkan beberapa teman yang juga pernah menjadi bagian dari hubungan itu dulu. Bahkan, ada yang masih menjadi bagian dari hubungan tersebut hingga sekarang.

Sedangkan untuk isu “estra marital affair” yang dituduhkan kepada Ridho, saya pernah sampaikan sebelumnya bahwa saya bersama seorang kolega setahun yang lalu pernah bersafari menemui pihak-pihak yg disinyalir mengetahui peristiwa itu.

Kami beberapa kali bertemu Sinta, bertemu pengacaranya Dewi, bertemu Thomas Riska (Dewi mengenalnya melalui Krishna Murti), dan menjadi penonton mengikuti RDP Komisi III DPR-RI di Senayan.

Hanya informasi dari Ridho Ficardo yang belum pernah saya dengar secara langsung, karenanya kendatipun berbagai file baik visual maupun audio yang pernah saya dengar dan lihat begitu identik dgn Ridho.

Berdasarkan ingatan saya akan suara, gesture dan tata kalimat dalam percakapan sebagai hasil pengalaman saya berinteraksi dengannya lebih dari satu dasawarsa, saya masih membutuhkan informasi lain yang bisa menunjukkan bahwa semua itu bukan Ridho.

Bagi institusi yang memiliki peralatan cukup, tentu tidak sulit untuk membuktikan secara ilmiah keaslian dari file yang dimiliki oleh Sinta dan pengacaranya.  Jika saya di posisi Ridho dan meyakini bahwa semua itu fitnah, saya tentu sudah lama meminta kepolisian untuk melakukan investigasi sampai ke tingkat pembuktian.

Saya juga pasti akan langsung datang memenuhi panggilan Komisi III DPR RI agar spekulasi yg berkembang menjadi semakin tidak menentu. Karenanya, daripada terus menerus bersilang pendapat, memelihara harapan kosong akan ada institusi yang mau melakukan investigasi serius terhadap isu-isu itu, saya menyarankan teman-teman untuk menempuh jalan lain.

Lebih baik, kita ajak para pihak melakukan “mubahalah” saja. Insha Allah saya bersedia ikut melakukannya jika yang bersangkutan bersikukuh membantahnya.

Membantah bahwa tidak pernah dibantu oleh korporasi (Sugar Group) dalam pilgub maupun membantah tidak pernah melakukan extra marital affair dengan Sinta Melyati dalam masa jabatannya sebagai gubernur.  Karena ini bukan masalah yg bersifat personal, saya kira kita tidak perlu peduli soal bantuan yang diterima dari korporasi di luar konteks pilgub.

Sebagaimana juga kita tidak perlu peduli soal extra marital affair yg terjadi di luar konteks jabatan gubernur. Kita mungkin sama-sama percaya bahwa sesuatu yang diawali dengan kebohongan pasti akan menuntut serangkaian kebohongan lainnya.

Kita juga mungkin sama-sama percaya bahwa kita hanya bisa membohongi sebagian orang untuk sementara waktu saja dan tidak mungkin bisa membohongi semua orang untuk selama-lamanya.  Tetapi, kita semua pasti percaya bahwa pada akhirnya semua itu akan dipertanggungjawabkan di hadapan Yang Maha Mendengar dan Maha Melihat’

Saya tidak dapat membayangkan betapa repotnya di Padang Mahsyar mempertanggungjawabkan kebohongan yang pernah dilakukan kepada 5,8 jt pemilih sekaligus 8,1 jt rakyat Lampung. Naudzubillahi min dzalik tsumma naudzubillah.****

*) Alumni Pasca Sarjana FISIP UI

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *