Yogyakarta (SL) – Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dikenal dengan destinasi wisata internasional. Banyak tempat yang dapat dikunjungi dari kota budaya ini. Salah satunya Malioboro.
Tepat pukul 22.32 WIB, awak media ini bersama tim traveling, tiba di Bandara Internasional Adi Sucipto DIY dari keberangakatan sekira pukul 20.56 WIB melalui Bandara Radin Inten II Branti, Lampung.

Saat tim ini berkunjung ke Malioboro DIY, Senin, (07/08/2018), sekira pukul 23.15 WIB, di sepanjang jalan itu beragam jajanan kuliner memanjakan hasrat wisatawan untuk mencicipinya. Tentu dengan merogoh kocek yang nilainya sangat ekonomis.
Tidak hanya itu, beragam jasa ditawarkan. Mulai dari jasa guide (pemandu), dalam bentuk becak motor (bentor) dan becak gowes, hingga pijat refleksi. Semua yang dihadirkan di Malioboro penuh dengan keramahan dan kesantunan. Hal ini tentu saja membuat wisatawan begitu nyaman untuk berjalan kaki hingga larut malam.
“Musisi jalanan terus beraksi”. Kutipan lirik lagu yang dilantunkan KLA Project ini sempat terbersit dalam benak tatkala menyaksikan aksi sejumlah seniman jalanan yang memberikan hiburan di sepanjang Malioboro. Mereka tampak begitu piawai dan trenggunas melantunkan serta memainkan beragam alat musik. Baik yang bergenre modern maupun tradisional.

Sambil terus menelusuri sepanjang jalan Malioboro, awak media ini merasakan sensasi kebudayaan yang sangat mendamaikan.
Paduan yang begitu sempurna. Keramahan, kebutuhan mendasar, hiburan, serta kepatuhan warga dalam menjaga keseimbangan tata ruang dan wilayah dari berbagai peraturan yang diterapkan oleh pemerintah melebur di Malioboro.
Sekitar pukul 23.30 WIB, tim traveling coba untuk mencicipi kuliner burung dara goreng. Namun, pedagang menyampaikan khusus Selasa Wage sepanjang Malioboro hanya boleh berdagang hingga pukul 00.00 WIB.
“Maaf mas, ini kebetulan masuk Selasa Wage. Jadi, hanya sampai jam 12 malam, aja. Pemerintah membatasi jam berdagang dan aktifitas lainnya, khusus untuk Selasa Wage saja,” ujar pedagang Sulastri yang juga sangat santun ini.
Sambil menikmati hidangan kuliner burung dara goreng yang berbaur dengan iringan musik seniman Malioboro, malam itu terasa penuh keakraban dan persaudaran. Begitu nyaman dan menenangkan. Sekelompok turis mancanegara berbaur dengan warga setempat menyumbangkan beberapa lagu dari negara asalnya.
Selain kuliner dan musisi jalannya, Malioboro juga menyajikan beragam pakaian hasil dari kerajinan seni Batik. Blangkon, tas, pakaian anak-anak hingga orang dewasa banyak dijajakan dengan harga yang juga sangat ekonomis.
Hal yang dapat dipetik dari berwisata malam di Malioboro, yakni keramahan, ketertiban, kebersihan, ketersediaan sarana, serta keamanan menjadi satu kesatuan yang harus terpenuhi dalam pengelolaan satu wilayah destinasi wisata. (ardi)
Tinggalkan Balasan