Jakrta (SL) – Penyidik mengidentifikasi munculnya kode baru dalam perkara dugaan suap terkait pengurusan perizinan proyek Meikarta di Kabupaten Bekasi. Sebelumnya, sudah ada 4 kode yang ditemukan dalam kasus yang terungkap dari operasi tangkap tangan itu.
“Kami menemukan kode baru dalam proses pengurusan izin Meikarta tersebut, yaitu Babe,” ujar juru bicara KPK Febri Diansyah, Rabu (17/10).
Kendati demikian, penyidik masih belum mengetahui maksud dari kode ‘Babe’ tersebut. Menurut dia, penyidik sedang mendalami mengenai penggunakan kode tersebut.
“Tentu akan ditelusuri lebih lanjut, kode itu mengarah pada siapa dan peranannya apa,” kata Febri.
Dalam kasus dugaan suap pengurusan perizinan pembangunan proyek Meikarta ini, KPK menemukan adanya penggunaan sejumlah sandi dan kode dalam kasus dugaan suap. Kode suap itu yakni Melvin, Tina Toon, Windu, dan Penyanyi.
Pihak KPK menduga kode-kode tersebut diduga digunakan oleh beberapa pejabat di Pemkab Bekasi sebagai nama pengganti untuk saling berkomunikasi. KPK pun menganggap penggunaan kode atau sandi itu sebagai salah satu cara untuk menyamarkan diri dalam berkomunikasi. Sehingga nantinya dalam melakukan komunikasi terkait pembahasan proyek tak mudah terpantau KPK.
Kasus dugaan suap terkait perizinan proyek Meikarta terungkap dari operasi tangkap tangan KPK di Kabupaten Bekasi dan Surabaya. Dalam kasus dugaan suap perizinan Meikarta ini, KPK menetapkan sembilan orang tersangka.
Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin bersama-sama empat anak buahnya di Pemkab Bekasi diduga menerima uang suap sebesar Rp 7 miliar terkait pengurusan izin pembangunan Meikarta milik Lippo Group seluas 774 hektare. Diduga uang tersebut bagian dari komitmen suap Rp 13 miliar.
Empat anak buah Neneng yang juga dijerat KPK sebagai tersangka itu yakni Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Bekasi, Jamaludin, Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Kabupaten Bekasi, Sahat MBJ Nahor, Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Bekasi, Dewi Trisnawati dan Kabid Tata PUPR Kabupaten Bekasi, Neneng Rahmi.
Sementara yang diduga pemberi suap yakni Direktur Operasional Lippo Group, Billy Sindoro, bersama-sama dengan Taryudi dan Fitra Djaja Purnama sebagai konsultan Lippo Group, serta Henry Jasmen sebagai pegawai Lippo Group. Mereka juga telah ditetapkan sebagai tersangka. (Kumparan)
Tinggalkan Balasan