Kaimantan Selatan (SL) – Sudah dua tahun penyidikan yang dilakukan Kejaksaan Negeri Kabupaten Banjar terhadap kasus dugaan perjalanan dinas anggota DPRD di Kabupaten Banjar Kalimantan Selatan tak kunjung ada kejelasan.
Kasus tersebut menjadi perhatian masyarakat di Kabupaten Banjar Kalsel, terlebih jelang Pemilu Legislatif 2019. Salah seorang aktivis anti korupsi di Kabupaten Banjar Ahmad Husaini bahkan sudah mengirimkan surat kepada Kejaksaan Agung di Jakarta dan ditembuskan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) agar kasus tersebut diambil alih oleh lembaga antikorupsi tersebut.
Dirinya bersama pegiat anti korupsi lainnya mengirimkan surat September 2018 lalu. Agar KPK mengambil alih proses hukum dugaan adanya perjokian dan dugaan perjalanan dinas fiktif anggota DPRD Kabupaten Banjar.
Surat tersebut bukanlan tanpa alasan, dikarenakan diduga beberapa oknum anggota DPRD Banjar sudah mencoba melakukan lobi kepada oknum di Kejaksaan Negeri Kabupaten Banjar agar menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan atau SP3.
Dugaan itu diperkuat hingga 2019 belum ada kejelasan status hukumnya. “Masyarakat di Kabupaten Banjar tentu mengharapkan ada kejelasan proses hukumnya. Terlebih menjelang Pemilu Legislatif 2019 yang hingga beberapa hari saja lagi, agar masyarakat juga jangan salah pilih wakilnya di legislatif,” ujar Ahmad Husaini dalam keterangannya, Rabu (23/1/2019). Menurutnya, Kejaksaan Negeri Kabupaten Banjar tidak ada tanda-tanda keseriusan dalam menyelesaikan proses hukum sampai ke pengadilan tipikor.
Padahal, kasus perjokian dalam perjalanan dinas ke luar daerah dan juga adanya dugaan perjalanan dinas luar daerah fiktif yang ditaksir merugikan keuangan negara Rp5 miliar dari pagu anggaran tahun 2015 sebesar Rp16,3 miliar dan anggaran tahun 2016 sebesar Rp24 miliar dan anggaran 2017 sebesar Rp24 miliar itu bergulir sejak 2015-2016. Kejaksaan Negeri Kabupaten Banjar sudah menaikan prosesnya ke tahap penyidikan Februari 2017. Salah satu modus adalah dengan perjokian kunjungan kerja ke luar daerah.
Dirinya mengharapkan kasusnya bisa sdiambilalih oleh KPK dengan dasar hukumnya, UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor, Instruksi Presiden Nomor 5 tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi, Peraturan Pemerintah Nomor 1 tahun 2000 tentang Peran Serta Masyarakat dalam Pemberantasan Tipikor. “Bahkan berdasarkan informasi yang kami terima, Kepala Kejaksaan Negeri Banjar, Muji Martopo pada 3 Januari 2019 menerima ajudan Ketua DPRD Banjar, H Rusli ke ruang kerjanya. Ada apa ini,” kata Ahmad
Ahmad juga berharap kasus perjalanan dinas fiktif yang diduga melibatkan hampir seluruh anggota DPRD Kabupaten Banjar diusut tuntas oleh KPK. “Sebab kami tidak percaya lagi dengan kejaksaan. Padahal seperti di Malang hanya korupsi sekitar Rp40 juta, hampir seluruh anggota dewan ditetapkan oleh KPK tersangka, sedangkan di Kabupaten Banjar, dugaan korupsinya miliaran tetapi sudah dua tahun tidak ada satupun yang dibawa kejaksaan ke pengadilan,” ujarnya.
Dia menegaskan, akan terus mengawal kasus ini sampai tuntas sebagaimana falsafah Orang Banua, Waja Sampai Kaputing. Ahmad juga menyoroti adanya dugaan upaya oknum dewan yang berusaha menghentikan kasus perjalanan dinas fiktif tersebut.
Terbukti adanya kunjungan ajudan Ketua DPRD Banjar ke ruang kerja kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Banjar merupakan upaya untuk menghentikan kasus tersebut. “Tolong polda Kalsel periksa yang bersangkutan karena seharusnya anggota polres harus izin pimpinan apalagi patut diduga terjadi upaya SP3 kasus perjalanan dinas fiktip anggota DPRD Banjar,” pungkasnya.
Kasus Kunker DPRD Banjar yang belum tuntas pun turut jadi perhatian Kejaksaan Agung di Jakarta. Diketahui, Kapuspenkum Kejagung, Mukri beberapa waktu lalu mengatakan kasus kunker DPRD Banjar tetap berlanjut. (tribun)
Tinggalkan Balasan