Jakarta (SL)-Wakil Ketua Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Priyo Budi Santoso, menyebut terpidana kasus ujaran kebencian Buni Yani sebagai pejuang demokrasi. Buni Yani sebelumnya mengaku bakal dipenjara pada 1 Februari 2019 sebagai tindaklanjut putusan Mahkamah Agung.
“Buni Yani adalah salah satu pejuang demokrasi, dari jauh kami mendoakan semua mudah-mudahan rezim penegakan hukum tetap taat asas pada nilai,” ujar Priyo saat ditemui di Kantor KPU, Jakarta, Rabu (30/1).
Priyo menyebut saat ini ada tren penegak hukum tajam terhadap aktivis-aktivis yang berseberangan dengan pemerintahan Joko Widodo. Namun tumpul terhadap aktivis pro Jokowi. Sekjen Partai Berkarya itu mencontohkan Bupati Boyolali Seno Samodro yang mencerca Prabowo Subianto dengan umpatan asu atau anjing. Kata dia, kasus Seno tak jelas sampai sekarang.
Begitu pula kasus Viktor Laiskodat yang mengaitkan sejumlah partai politik, yakni PAN, Gerindra, Demokrat, dan PKS, sebagai pendukung negara khilafah. Namun proses hukum disebut Priyo mandek dan Viktor menjadi Gubernur NTT. “Jangan karena terpetakan berpandangan politik yang mengambil jarak dengan yang sedang berkuasa kemudian tajam sekali itu penegakan hukum kepada dia,” tuturnya.
Namun, di sisi lain, Priyo mengakui banyak aktivis di barisan pendukung Prabowo-Sandi agak kelewatan mengkritik Jokowi. Sehingga ia mengingatkan koleganya untuk lebih bijak dalam melontarkan kritik. “Saya sendiri juga mengkritik beberapa teman terlalu keras. Meskinya Pak Jokowi jangan dikritik sekeras itu,” ucap dia.
Sebelumnya, Kejaksaan Negeri Depok dikabarkan bakal mengeksekusi putusan kasasi terkait Buni Yani. Buni divonis 18 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Bandung karena terbukti melanggar Pasal 32 ayat Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Dia sempat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi namun ditolak. Buni lantas mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung dan menerima hasil serupa. Buni dianggap bersalah karena menyebarkan video Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok saat mengutip surat Al-Maidah ayat 51. Ia mengunggah video Ahok dengan memotong durasi dan menambahkan keterangan ‘Penistaan terhadap Agama’.
Terdakwa kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Buni Yani, mengaku akan dieksekusi Kejaksaan Negeri Depok, Jumat (1/2) “Dua hari yang lalu saya sudah mendapatkan panggilan dari Kejaksaan Negeri Depok, akan dilakukan eksekusi. Saya masuk penjara tanggal 1 Februari, hari Jumat lusa,” kata Buni Yani di Kantor DPP Gerindra, Jakarta Selatan, Rabu (30/1).
“(Kasus saya) sudah inkrah. Hari ini saya mendapatkan salinan dari Mahkamah Agung yang mengatakan ada dua keputusannya bahwa satu kasasi saya ditolak dan kasasi itu jaksa penuntut umum, karena dua-duanya mengajukan kasasi, itu ditolak. Jadi dua-duanya ditolak,” ujar Buni seperti dikutip dari Antara.
Buni juga belum mengetahui akan dibawa ke lembaga pemasyarakatan yang mana. Namun, dia menilai eksekusi tersebut merupakan pelampauan wewenang dari kejaksaan. “Kita anggap jaksa sudah melampaui wewenangnya jika mengeksekusi saya,” ucap Buni Yani.
Ia berpendapat langkah kejaksaan itu tak sesuai dengan putusan kasasi MA, karena dalam putusan tersebut tidak ada perintah hakim kepada jaksa agar menahan dirinya. “Sebetulnya sih kasasi dari MA itu sudah inkrah, berkekuatan hukum tetap. Cuma yang ditulis di putusan kasasi itu, tidak ada menyebutkan apapun. Apakah jaksa boleh menahan saya atau tidak. Kita akan melawan karena jaksa kita anggap melampaui wewenangnya,” kata dia, yang akan memenuhi panggilan sebagai warga negara yang baik.
Sebelumnya, Buni Yani divonis 18 bulan penjara oleh Pengadilan Negeri Bandung karena terbukti melanggar Pasal 32 ayat Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Kasus yang menjerat Buni Yani bermula saat dia mengunggah potongan video Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok ketika masih menjabat Gubernur DKI menjadi 30 detik pada 6 Oktober 2016. Padahal video asli pidato Ahok berdurasi 1 jam 48 menit 33 detik.
Atas vonis PN Bandung itu, Buni Yani melakukan langkah hukum lain hingga mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. MA kemudian menolak perbaikan kasasi dari Buni Yani dengan nomor berkas pengajuan perkara W11.U1/2226/HN.02.02/IV/2018 sejak 26 November 2018. (cnn/jun)
Tinggalkan Balasan