Lampung Barat (SL)-Para petani kopi Lampung Barat keluhkan anjlognya harga kopi di Lampung Barat masuk masa panen. harga berkisar Rp16-hingga Rp18 ribu perkilogram. Para petani kopi mengaku merugi dengan turunnya harga saat panen Juni-Juli 2019. Pendapatan dari penjualan kopi tak sebanding dengan nilai tanam, dan pemenuhan biaya hidup serta kebutuhan sehari harinya.
Petani Kopi, Saiful, warga Pekon Gedung Surian, Kecamatan Gedung Surian mengatakan bahwa kopi membutuhkan perawatan, pemupukan, penunasan, dan penyemprotan. “Jika tidak di rawat produktivitas dari hasil kopi tentunya tidak akan menghasilkan yang baik. Saya mengeluhkan karena banyak kebutuhan yang akan di penuhi sementara hanya kopi yang bisa di andalkan harapanya harga kopi ada peningkatan,” kata Syaiful.
Menurut Syaiful, panen tahun ini, tidak merata, karena tidak semua kebun Kopi di wilayah mereka meningkat. “hanya sebagi tempat ada peningkatan. Sebagiannya justru menurun. Ditambah harga jatuh. Kami mohon perhatian, pak Gubernur,” katanya.
Kepada sinarlampung.com, Joni, salah seorang Pengepul kopi di Pekon Puramekar, menyatakan saat ini harga kopi mengalami penurunan yang sangat drastis, yang dimana kopi sebelumnya di hargai Rp20 sampai Rp24 ribu rupiah perkilonya, kini hanya di hargai berkisar Rp18000 -17500 bahkan sampai 16000 per kilogramnya. “harga Kopi turun jauh, kasian petani,: katanya.
Pengepul lainya, Sumpono warga Pekon Muara Jaya, Kecamatan Kebun Tebu, menyatakan hal yang sama, “Hal inilah yang menyebabkan keluhan di kalanggan petani kopi khusunya tidak memiliki penghasilan lain selain dari kopi itu tersendiri,” katanya, Jumat (21/06).
BACA : Jelang Panen Harga Anjlok, Petani Kopi Tanggamus Menjerit
Siska Windari, anak petani Kopi asal Puramekar, Pemangku Air Ringkih, Kecamatan Gedung Surian mengatakan banyak petani kopi panen tahun ini gagal, akibat perubahan iklim yang ekstrem. Itu menjadi sumber kegagalan produksi kopi, sehingga kualitas kopi yang dihasilkan berdampak pada harga penjualan.
“Keluhan di kalangan petani kopi ini dikarenakan ketidak sesuaian dengan barter kebutuhan pokok sehari-hari misalnya, bensin, gula, beras, kebutuhan pokok lainnya dan biaya pendidikan (biaya kuliah)/ perguruan tinggi bagi yang melanjutkan. Ini sangat menckik para petani karena hanya mengadalkan sektor pendapatan dari penghasilan kopi,” kata Siswa, yang juga mahasiswi ini.
Harga Kopi di Tanggamus
Sudah menjadi tradisi dan seperti berjadwal tahunan, setiap bulan Mei-Juli merupakan bulan dimana petani akan memanen hasil jerih payahnya dalam setahun menanam kopi. Namun pada musim tahun ini petani menjerit dengan anjloknya harga kopi. Harga kopi anjlok hingga Rp4 ribu rupaih perkilo.
Harga kopi yang pada musim sebelumnya tahun 2018 mencapai Rp22 ribu perkilo gram, namun pada musim tahun 2019 ini hanya mencapai harga Rp18 ribu perkilo.
Sofian, petani asal Pekon Sinar Banten, Kecamatan Ulubelu, Tanggamus mengaku prihatin dengan anljoknya harga kopi. Karena sudah pasti petani Kopi akan merugi. “Dengan anjloknya harga kopi tahun ini mengakibatkan kerugian belasan juta. Pengahasilan saya dalam setahun kisaran 3 ton, selisih harga tahun ini dengan sebelumnya 3500 artinya dengan selisih 3500 perkilo jika dikalikan 3 ton jumlah kerugian saya tahun ini sekitar Rp10 juta lebih,” katanya.
Sementara Firdaus, salah satu pedagang kopi di Ulubelu menyatakan bahwa anjloknya harga kopi tahun ini dikarenakan besarnya pajak exportir yang kini naik menjadi sebesar 10%. “Salah satu exportir yang terkena dampaknya adalah PT Netsle yang sekarang tidak mengexspor kopi keluar negeri,” katanya.
Karena menurutnya, dengan pajak 10 persen terlalu memberatkan pihak exportir, dan sekarang Netsle hanya membeli kopi untuk keperluan lokal. Sedangkan untuk exspornya Netsle saat ini membeli kopi dari vietnam. “Jadi kenaikan pajak eksportir memicu pembelian kopi dengan harga rendah,” katanya.
Kini para petani berharap perhatian pemerintah yang katanya ingin mensejahterakan petani. “Kami petani hanya bisa berharap semoga pemerintah pusat bisa menurunkan angka pajak, sehingga dampaknya akan menguntungkan petani khususnya petani kopi,” kata Sofian. (Indrawan)
Tinggalkan Balasan