Jakarta (SL)-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan kronologi dugaan suap yang dilakukan oleh anggota BPK Rizal Djalil terkait proyek pembangunan sistem air minum (SPAM) di Kementerian PUPR. Rizal Djalil batal dilakukang pemeriksaan Senin 30 September 2019 di KPK, karena mengeluh sakit, dan akan di jadwalkan pemeriksaan ulang.
Rizal Djalil yang sudah dijadikan tersangka, rupanya sejak pagi sudah berada di KPK. Namun, anggota BPK yang kini berstatus tersangka korupsi Proyek Jaringan Distribusi Utama (JDU) Hongaria dengan pagu anggaran Rp79,27 Miliar itu mengeluh kesakitan sehingga berimbas pada pemeriksaan padanya. “Tidak jadi dilakukan pemeriksaan karena yang bersangkutan mengeluh sakit,” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah kepada wartawan.
Rizal disebut sudah tiba di KPK sejak pukul 09.00 WIB. Namun wartawan yang sudah memantau situasi di lobi KPK tidak melihat keberadaannya tersebut. “Pemeriksaan akan dijadwalkan kembali,” kata Febri. Keberadaan Rizal hari ini sebenarnya dibutuhkan KPK terkait penyidikan kasus suap dalam proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Kementerian PUPR. Rizal sendiri sudah berstatus tersangka dalam kasus itu lantaran menerima suap dari Komisaris PT Minarta Dutahutama (MD) Leonardo Jusminarta Prasetyo Rp1 miliar
Rizal diduga mengatur agar PT MD mendapatkan proyek di lingkungan Direktorat SPAM yaitu proyek SPAM Jaringan Distribusi Utama (JDU) Hongaria dengan pagu anggaran Rp 79,27 miliar. Rizal pun disebut mendapat suap SGD 100 ribu. Kasus ini merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK. Saat itu KPK menjerat 8 orang sebagai tersangka yang saat ini telah divonis seluruhnya bersalah menerima dan/atau memberikan suap.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menjelaskan bahwa sekitar 2015/2016 Leonardo Jusminarta Prasetyo (LJP) yang menjabat Komisaris PT Minarta Dutahutama diperkenalkan dengan Rizal Djalil lewat perantara. Pertemuan tersebut terjadi di Bali.
Kemudian pada pada Oktober 2016, BPK RI melakukan Pemeriksaan pada Direktorat SPAM Kementerian PUPR sebagaimana tertuang dalam Surat Tugas BPK-RI tertanggal 21 Oktober 2016. “Surat ditandatangani oleh tersangka RIZ dalam kapasitas sebagai Anggota IV BPK-RI saat itu,” ujar Saut Rabu (25/9/2019).
Dari pemeriksaan tersebut kemudian terdapat temuan penyelewengan dana sebesar Rp18 miliar. Namun ternyata temuan kemudian berubah jadi Rp 4,2 miliar. “Sebelumnya, Direktur SPAM mendapatkan pesan adanya permintaan uang terkait pemeriksaan yang dilakukan oleh BPK-RI tersebut, yaitu sebesar Rp 2,3 miliar,” ujar Saut
Kemudian, Rizal Djalil memanggil Direktur SPAM ke kantornya dan menyampaikan akan ada pihak yang mewakilinya untuk bertemu. Selanjutnya perwakilan Rizal Djalil datang ke Direktur SPAM dan menyampaikan ingin ikut serta dalam pelaksanaan/kegiatan proyek di lingkungan Direktorat SPAM.
Proyek yang diminati adalah proyek SPAM Jaringan Distribusi Utama (JDU) Hongaria dengan pagu anggaran Rp 79,27 miliar. Ternyata proyek ini kemudian dikerjakan oleh PT Minarta Dutahutama dimana Leonardo Jusminarta Prasetyo menjadi Komisaris Utama.
Leonardo kemudian diduga memberikan uang SGD 100.000 atau Rp1 miliar (kurs Rp 10.000) kepada Rizal Djalil. Penyerahan dilakukan di sebuah mal di Jakarta Selatan melalui keluarga Rizal Djalil. Atas dugaan tersebut, RIZ, sebagai pihak yang diduga penerima disangkakan melanggar pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi; dan,
Tersangka LJP, sebagai pihak yang diduga pemberi disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sebagai pemenuhan Hak tersangka, KPK telah mengirimkan surat pemberitahuan telah dimulainya penyidikan tertanggal 20 September 2019 pada para tersangka. Selain itu, untuk kebutuhan Penyidikan, KPK telah mengirim surat pelarangan ke luar negeri ke Imigrasi atas nama dua tersangka. Penegahan ke luar negeri tersebut dilakukan selama 6 bulan ke depan terhitung sejak 20 September 2019.
KPK sangat menyesalkan di tengah kebutuhan masyarakat yang tinggi terhadap pengelolaan dan penyediaan air minum, termasuk di beberapa wilayah bencana, namun sejumlah pejabat negara justru menyalahgunakan posisi dan kewenangannya dan menerima suap dari pihak swasta yang mengerjakan proyek SPAM ini.
KPK juga mengidentifikasi sebaran aliran dana yang masif pada sejumlah pejabat di Kementerian yang seharusnya mengurus sebaik-baiknya kepentingan dasar masyarakat ini. Dalam proses Penyidikan hingga persidangan sebelumnya, sekitar 62 orang pejabat di Kementerian PUPR dan pihak lainnya telah mengakui menerima dan mengembalikan uang dengan total Rp26,74 Milyar.
“Kami menduga masih terdapat aliran dana lain yang belum diakui oleh para pejabat di beberapa instansi terkait. Diduga sekitar Rp100 Milyar dialokasikan pada sejumlah pihak,” katanya. (red/joe).
Tinggalkan Balasan