Pelajar Hamil Diluar Nikah di Lampung Terus Meningkat?

Bandar Lampung (SL)-Ratusan remaja usia 15 sampai 16 tahun di Provinsi Lampung menikah dini. Padahal, berdasarkan peraturan perundang-undangan, perempuan dan laki-laki bisa Menikah jika sudah berusia minimal 19 tahun. Salah satu faktornya adalah karena “kecelakaan” alias hamil duluan.

Dilangsir tribunlampung.co.id,  data dari berbagai daerah daerah di Lampung, banyak ditemukan remaja perempuan berusia sekitar 15-16 tahun sudah Menikah. Mereka umumnya “terpaksa” Menikah karena hamil duluan.

Tribunlampung.co.id mewawancarai tiga remaja yang melakukan pernikahan dini ini. Dia YD, warga Kecamatan Gedongtataan, Pesawaran, telah Menikah sejak usia 16 tahun. Ia Menikah tahun 2016 saat masih duduk di kelas X sebuah SMA di Pesawaran. Menikah di usia muda karena saat itu telah hamil oleh pacarnya yang juga masih duduk di bangku SMA. Karena malu, ia pun memutuskan berhenti sekolah. “Ya mungkin jodohku. Sudah Allah SWT atur pas usia 16 tahun. Saat ini anakku sudah 3 tahun,” kata dia.

YD mengaku, meski menikah muda ia masih bisa bertahan dengan suaminya. Mereka bisa bertahan karena tidak egois. “Pokoknya sebisa mungkin mengalah. Jadi tetap langgeng,” tambahnya.

Kondisi tak jauh berbeda dialami Ln, warga Bandar Lampung yang Menikah saat masih duduk di bangku SMP kelas III. Sementara sang suami saat itu masih duduk di bangku SMA. Karena malu Ln pun memutuskan berhenti sekolah, sementara sang suami tetap sekolah sampai tamat SMA.

Ln terpaksa Menikah karena mengira telah hamil oleh pacarnya sebab keduanya beberapa kali melakukan hubungan layaknya suami istri. Ketika tidak mengalami menstruasi, Ln mengira telah hamil. Menghindari malu, keluarga pun Menikahkan Ln dengan sang pacar. Tak berapa lama Menikah, Ln barulah hamil.

Sayangnya, pernikahan mereka tidak bertahan lama. Seusai Ln melahirkan, mereka pun pisah rumah. Perpisahan itu karena sang suami tidak memiliki pekerjaan tetap. Kini Ln menjadi ‘single mom’ di usia yang masih sangat muda.

Sementara MI, warga Pesawaran mengaku, Menikah di usia 16 tahun karena memang suami ingin mengajak Menikah lebih dulu. Selain memang suka sama suka, ada kejadian yang tidak direncanakan hingga akhirnya terpaksa Menikah.

“Tapi saat ini kami menjalin rumah tangga ini dengan aman dan nyaman. Kalau marah itu biasa, yang penting kita tahan amarah. Karena dengan saling mengalah akan menjadikan siapapun yang terkena musibah lebih diringankan,” jelasnya.

Kepala Desa Way‪ Layap Pesawaran Ismed Inanu mengatakan, pernikahan anak di tempatnya tidak sebanyak tahun lalu. Tahun lalu, menurutnya, memang yang tertinggi angka pernikahan dini. “Sekarang sudah berkurang. Karena banyak remaja dan ibu rumah tangga yang mengikuti penyuluhan KB dari BKKBN. Jadi warga semakin tahu bahaya dan risiko pernikahan sebelum usianya itu,” kata dia.

Ia mengatakan, banyaknya remaja Way Layap Menikah muda karena faktor pendidikan. “Angka putus sekolah (APS) menjadi faktor dominan dan memang ketidaktahuan masyarakat itu tentang bahaya Menikah usia muda,” kata dia.

Minim Pengawasan

Kepala Seksi Hak Sipil dan Partisipasi Anak Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Lampung Arcun Joni mengatakan, faktor yang menyebabkan terjadinya pernikahan anak karena hubungan seks berisiko oleh si anak.

Maka dari itu, pihaknya aktif melakukan sosialisasi ke sekolah-sekolah tingkat SMP dan SMA untuk menekan terjadinya pernikahan anak. “Iya kebanyakan anak-anak ini terlalu bebas. Sehingga terjadi sesuatu hal yang tidak-tidak. Nah untuk itu kami bersama Pemerintah Kabupaten/Kota menyosialisasikan agar anak tidak terjerumus kepada yang tidak-tidak,” katanya kepada Tribunlampung.co.id di ruang kerjanya, Kamis (28/11/2019) lalu.

Menurutnya, pernikahan anak cenderung menimbulkan masalah saat menjalani kehidupan berumah tangga. Sebab, dari segi faktor usia, anak-anak belum matang emosi dan pikiran. “Anak SMP-SMA atau usia 18 tahun ke bawah masih senang dengan bermain. Juga, kebanyakan dari mereka masih ingin coba-coba,” jelasnya.

Kemudian, seorang anak yang masih dalam usia 18 tahun ke bawah sejatinya masih duduk di bangku sekolah untuk mengenyam pendidikan. Berdasarkan hal itu, pihaknya dengan pemerintah Kabupaten/Kota telah membentuk forum anak di setiap daerah hingga ke tingkat desa. Forum anak ini merupakan wadah sebagai bentuk sosialisasi pencegahan pernikahan usia dini di Lampung.

Terus Meningkat

Pengadilan Tinggi Agama (PTA) Bandar Lampung mencatat ada 233 anak yang Menikah di bawah umur selama tiga tahun terakhir. Rinciannya, tahun 2017 sebanyak 72 anak, semua dari kabupaten. Tahun 2018, ada 74 kasus pernikahan dini dan tahun ini sampai akhir November ada 87 kasus. Jumlah tersebut merupakan pendataan dan laporan dari 14 Pengadilan Agama tingkat kabupaten/kota.

Masing-masing, PA Tanjungkarang, Metro, Kalianda, Kotabumi, Krui, Gunung Sugih, Tulangbawang, Tanggamus, Blambangan Umpu (Way Kanan), Pringsewu, Gedong Tataan (Pesawaran), Sukadana, Tuba Tengah (Tuba Barat), dan Mesuji. Plt Panitera PTA Bandar Lampung Ahmad Syahab menjelaskan, tertinggi untuk pernikahan di bawah umurnya di Kotabumi dengan 58 laporan.

Tertinggi kedua dari PA Gunung Sugih mencapai 43 orang, lalu 36 dari PA Metro. “Jadi 233 orang ini mereka mengajukan dispensasi nikah yang artinya memang usia mereka belum cukup umur Menikahnya,” kata Syahab.

Dari PTA Bandar Lampung, jelas Syahab, memberikan izin. Adapun pihak Kantor Urusan Agama (KUA) sebelumnya menolak karena persyaratan umur. Dengan syarat umur harus diatas 16 tahun dan suami 19 tahun itu peraturan yang lama, akan tetap sekarang ini semua rata baik perempuan dan laki-laki harus 19 tahun.

Namun, setelah disampaikan alasan pengajuan dispensasi Menikah, barulah diberikan izin. Menurut Syahab, mereka yang meminta nikah muda ini karena hubungan mereka sudah intim layaknya suami istri. Sehingga untuk mengurangi zinah maka kedua belah pihak sengaja Menikah di usia anak. Selain sudah intim layaknya suami istri, faktor pernikahan dini juga adalah karena sudah hamil sebelum Menikah.

“Hubungan yang sudah intim selayaknya suami istri, bahkan sudah hamil, merupakan faktor penyebab mayoritas terjadinya pernikahan anak atau pernikahan dini. Jadi semuanya pengajuan itu disetujui oleh PTA. Makanya diimbau orangtua menanamkan pondasi keimanan secara holistik sehingga ilmu agama bisa menjadi pondasi keimanan mereka (anak-anak),” ujar Syahab. (tribunlampung)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *