Diduga Langgar Lelang Proyek, KPPU Periksa PDAM Way Rilau

Bandar Lampung (SL)-Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menghadirkan Terlapor I yakni PDAM Way Rilau Kota Bandar Lampung pada pemeriksaan perkara Nomor 14/KPPU-L/2019 tentang Dugaan Pelanggaran Pasal 22 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 dalam Pelelangan Proyek Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha terkait Sistem Penyediaan Air Minum di Kota Bandar Lampung.

Dari laman kppu.go.id dijelaskan, persidangan perkara ini bergulir pada tingkat Pemeriksaan Lanjutan yang akan digelar Kamis, 12 Desember 2019.

Untuk membongkar perkara ini, sebelumnya, KPPU sudah dua kali menggelar sidang di Jakarta. Sidang pertama 21 Agustus 2019, dengan ketua Majelis Komisi Ukay Karyadi dan anggota Chandra Setiawan serta Dinni Melanie dengan terlapor PDAM Way Rilau, PT Bangun Cipta Kontraktor, dan PT Bangun Tjipta Sarana.

Sidang kedua, November lalu (6/11). Pada sidang ini, KPPU RI mendengarkan keterangan dua dari empat saksi.

Keempat saksi tersebut adalah staf Bagian Adminstrasi Umum Litbang PDAM Way Rilau, Kota Bandarlampung Dadan Wardhana; pensiunan pegawai PDAM Wayrilau Kota Bandarlampung Siti Khoisiah; Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pola Pardede selaku kuasa hukum Wali Kota Bandarlampung; dan Ketua DPRD Bandarlampung Wiyadi.

Lelang Proyek Tak Fair

Perkara ini terkait pengadaan badan usaha pelaksana yang pada pelaksanaanya intinya diduga tidak fair, tandas salah seorang Investigator, Siswanto.

“Setelah prakualifikasi, yang lulus hanya 5-7 rekanan, tapi yang menyerahkan dokumen penawaran hanya 3 rekanan, kemudian terpilih satu rekanan, itulah yang pada akhirnya kami menduga, ya ditengarai tidak fair, ” jelasnya, seperti dilansir Kantor Berita RMOL.

Terkait Perda No.02 Tahun 2017, investigator melihat ada kerancuan pada pasal 6 ayat 4 Perda No. 02/2017, yang pada akhir tender mengharuskan ada izin persetujuan dari walikota.

Sementara, Pasal 1 menerangkan bahwa penanggung jawab pelaksana kegiatan (PJPK) adalah Direktur Utama PDAM Wayrilau yang mengadakan badan usahan pelaksana (BUP).

“Penanggung jawab pelaksana kegiatan adalah Dirut, mengapa sebelum PJPK ini menandatangani Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan BUP, kenapa harus mendapatkan persetujuan wali kota,” bebernya.

Persetujuan Walikota

Sementara itu Ketua DPRD Bandarlampung Wiyadi mengatakan kesaksiannya dalam sidang tersebut hanya sebatas memberi keterangan terkait proses pembuatan Perda tersebut. ”Kalau terkait teknis pembuatan adalah kewenangan pansus yang melakukan pembahasan, ” ungkapnya kepada wartawan.

Terkait perlunya mendapatkan persetujuan dari walikota pada akhir proses tender, Wiyadi mengatakan tidak bisa menjawab hal tersebut, karena pertanyaan tersebut merupakan hak walikota untuk menjawab.

“Terkait apa yang mendasari walikota perlu menyetujuinya, Itu walikota yang berhak untuk menjawab, saya tidak bisa menjawab itu,” ungkapnya kepada wartawan.(*/iwa)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *