IDI Perboleh Data Pasien Covid-19 Disampaikan Ke Publik, Cuma di Lampung Yang Tertutup?

Jakarta (SL)-Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menegaskan jika mengungkap identitas orang terinfeksi virus novel corona (Covid-19) tidak bertentangan dengan hukum. Sebab, saat ini telah terjadi pandemi Covid-19 secara global. Tapi di Lampung justru tertutup sehingga tidak diketahui perkebangan penanganan covid-19, yang sudah meminta Rp25 miliar dari Gubernur Lampung itu. Update covit-19 di Lampung hanya menunggu pusat dan itupun selalu terlambat.

Sebelumnya, Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih mengaku pihaknya sudah mempelajari dan mempertimbangkan kasus ini. “Untuk kemaslahatan dan kepentingan umum maka kami nyatakan membuka rahasia kedokteran dalam kondisi sekarang diperbolehkan dan tidak bertentangan dengan hukum positif peraturan perundang-undangan. Ini untuk kepentingan umum yang kondisinya sudah terjadi pandemi yang mengancam kesehatan masyarakat,” ujarnya saat konferensi pers sikap IDI dan organisasi profesi kesehatan menyikapi perkembangan hasil rapat dan arahan Ketua BNPB Selaku Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanggulangan Infeksi COVID-19, di kantor IDI, di Jakarta, Senin 16 Maret 2020 lalu.

Menurut Ketua IDI dengan dibukanya identitas pasien kapada publik, pemerintah melalui satuan tugas penanganan Covid-19 bisa lebih efektif melakukan contact tracing kepada siapapun yang diduga akan terjangkit Covid-19.

Daeng menegaskan, mengungkap data pasien itu termasuk nama hingga dimana tempat tinggalnya jadi hal sangat penting dan mempermudah ketika melakukan contact tracing. “Sehingga kalau mempermudah contact tracing maka diharapkan segera mengatasi penyakit ini,” ujarnya.

Dewan Pakar PB IDI M Nasser menambahkan, memang ada kebijakan pemerintah yang mengatakan rahasia pasien yang perlu dirahasiakan dan tidak bisa dibuka. “Tetapi itu dalam kondisi umum. Kemudian ketika Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi terinfeksi virus itu kemudian ada indikasi pemerintah berubah, maka organisasi profesi kesehatan segera menyampaikan pandangan,” ujar pria yang juga Ketua Asosiasi Dosen Hukum Kesehatan Indonesia itu.

Ia menambahkan, meski kerahasiaan data pasien diatur dalam empat undang-undang (UU) Lex Specialis yaitu pertama, pasal 48 UU Praktik Kedokteran, kedua Pasal 57 UU Kesehatan, ketiga diatur pasal 38 UU RS, dan terakhir diatur di pasal 73 UU 36 tetapi peraturan menteri kesehatan (permenkes) nomor 36 tahun 2012 yang menyatakan rahasia medis bisa dibuka atas nama kepentingan umum. Karena itu IDI meminta pemerintah membuka identitas pasien untuk kepentingan umum.

“Justru pembukaan data pasien (orang terknfeksi Covid-19) berupa nama dan alamat maka orang kemudian tahu kalau sudah komunikasi (dengan orang positif Covid-19) maka akan sangat mudah diketahui orang yang menjalin kontak dan ke rumah sakit. Jadi tidak memudahkan upaya penularan,” ujarnya.

Apalagi, infeksi Covid-19 bukanlah sebuah keadaan yang memalukan sehingga tidak akan mendapatkan stigma dan diskriminasi dari masyarakat. Sementara di Lampung, meski data 4 orang positif covid-19 diketahui sebagai masyarakat, namun Gugus Tugas Covid-19 tidak pernah mengumumkan kepada publik, agar masyarakat dapat membantu proses tracking, dan bisa cepat mengantisiapsi penyebaran. Perkebangan penanganan covid-19 di Lampung belum upadate setiap hari diumumkan ke publik, sepetti daerah daerah lain, yang dapat di akses dengan cepat. (Red)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *