Hampir tiga bulan Covid-19 menghiasi perwajahan pers, media sosial, pasar hingga rumah, semua bicara Corona, yang mulanya kengerian di Wuhan, lalu bergeser ke penjuru dunia, Itali, Amerika, Ingris, Spanyol, tetangga singapura, Malaysi, dan kini ada didepan mata.
Sepulang dari mengikuti konfrensi Pers Tim Gugus Tugas Penanggulangan Covid-19 di Pimpin Gubernur Lampung dan Timnya, bersama para Pimpinan Redaksi, banyak hal yang belum terjawab di otak. Pikiran ini selalu berkecamuk melihat penanganan virus yang bersanding dengan birokrasi, sementara pers harus bertanggung jawab menyampaikan informasi kepada publik.
“Jangan buat berita panik, buat berita sejuk, edukasi, dan bla bla,” kalimat itu keluar dari para pejabat. Sampai sampai proses pemakaman covid-19 yang tertunda hingga pindah pindah lokasi pun pers tumpang tindih. Ada yang kompak menulis sudah di kubur, padahal mobil jenazah masih keliling keliling cari lokasi.
Saat mencoba memeriksa upate group whatshapp, saya tertarik kiriman seorang teman yang menulis soal “berita positif tentang Corona,” sambil minta di share ke teman teman. Saat saya baca, ternyata cerita percakapan dia dengan seorang dokter hewan yang ahli virus, dan selama 20 tahun berkutat soal virus.
Menurut dia, saaat ini dokter itu mondar mandir di kantor pemerintah, di minta pendapaat soal virus Covid-19. Lalu terjadi tanya jawab antar mereka, yang kemudian Dokter itu mengatakan berbagai pandangannya yang unik tentang virus corona.
Begini kira kira tanya jawab mereka.
Apa sebenarnya virus corona ini dan bagaimana asal mulanya?
Ini virus lama. 200 tahun sebelum masehi udah ada corona. Virus corona ini jumlahnya banyak. Setiap virus corona itu spesifik ke spesies tertentu. Ada yang buat kelelalawar, ya menjangkiti kelelawar aja. Ada yang buat manusia, ya manusia aja. Ada yang buat anjing, ya anjing aja.
Bagaimana spefifikasinya, bagaimana membedakannya?
Pernah lihat gambar virusnya. Virusnya bulat, ujungnya beda-beda. Duri-durinya itu (yang berbeda). Ada yang buat manusia, ya buat manusia doang. Ada yang buat kelelawar ya, kelelawar doang.
Jadi gak mungkin kalau dibilang makan kelelawar jadi dijangkiti virus corona?
Gak. Tapi kalau saya ditanya, apakah corona sama dengan covid 19 ya mirip bentuknya. Tapi kalau dari kelelawar bisa nempel ke manusia, ya jawabannya gak.
Berarti bukan dari kelelawar?
Bukan. Murni dari manusia, WHO aja bilang itu murni dari manusia.
Kalau dari manusia, pasti ada penyebar pertamanya?.
Ya, penyebar pertamanya dari Wuhan sana, kenapa dia bisa muncul dari sana dan nyebar banyak, ya kita gak ngerti. Spekulasinya banyak. Cuma kalau saya ditanya sebagai orang yang sudah lama maen sama virus, apakah itu bisa dibikin supaya bisa nyebar cepat dan bisa nempel ke manusia, ya saya bilang bisa dibikin.
Lewat intervensi para ilmuwan?
Bisa. Gak akan sulit. Kalau orang yang biasa maenan virus, itu bisa. Cuma sekarang gak ada gunanya lagi kita membahas itu, wong virusnya sudah nyebar.
Lalu bagaimana cara menangani penyebaran virus corona yang sangat cepat ini?
Virusnya pake sabun hancur, pake bayclean hancur. Pake sunlight cuci piring hancur. Pakai deterjen untuk cuci baju hancur. Pakai yang buat ngepel lantai hancur.
Pakai cairan disinfektan yang biasa disemprot itu? Cairan itu untuk membersihkan virus atau mencegahnya?
Itu sama kayak kita ngepel lantai. Lantai kita pel, udah bersih kan? Nah terus ada yang datang, ya kotor lagi. Jadi kalau ada orang yang gejala flu, ya baiknya di rumah aja. Supaya gak ngotorin yang lain. Ntar, seminggu dua minggu dia sembuh sendiri kok dengan antibodi tubuh manusia. Setelah sembuh baru keluar.
Kalau keluar, apakah sudah kebal dari corona?
Gak. tetap bisa kena lagi. Kalau sudah kena pertama, sakit dulu seminggu. Kebal dalam waktu dua minggu. Nah kalau keluar rumah setelah itu, bisa kena lagi cuma anti bodinya sudah cepat. Bukan tujuh hari lagi, langsung sehari antibodi keluar, virusnya hilang. Karena kita udah pernah kena.
Sama kayak vaksin cacar. Gak tiap bulan divaksin kan? sekali seumur hidup aja. Tujuan vaksinasi kan untuk ngenalin virus, pas sewaktu-waktu ada, langsung ngeluarin antibodi. Cara paling tepat untuk ngeluarin anti bodi ya makan vitamin E.
Kalau demikian mudahnya virus ini hancur, kenapa banyak yang meninggal, contohnya di Italia?
Kasusnya berbeda, di Italia yang meninggal itu banyak orang tua. Mereka biasanya sudah punya penyakit bawaan. Di Wuhan sekarang kan semua sembuh, bagaimana sembuhnya? ya pakai vitamin E, emang mau pakai apaan. Wong vaksin dan obatnya belum ada.
Sebenarnya sejak kapan virus ini masuk Indonesia?
Saya mengira virus ini bukan masuk pada bulan Maret. ke Indonesia, Februari dia udah ada. Cuma gak kedetect. Yang kedetect baru di depok. Yang pasien 1, 2 3 itu. Akhirnya sembuh. Kalau menurut saya di populasi yang banyak kayak ini, bulan Februari udah masuk.
Coba ingat-ingat lagi, apakah di bulan Februari kita pernah demam. Tanya aja sama teman-teman, ada yang kena flu biasa, biasa ada yang agak parah. Tapi kan sembuh sendiri, lima hari. Dugaan saya, ya itu covid.
Bagaimana dengan Wuhan yang sukses meratakan kurva penderita covid 19 dengan melakukan lockdown?
Yang di Wuhan beda kasusnya. Sistem deteksi lebih bagus dari kita. Cuma lockdown di wuhan doang sumbernya. Kalau mau lockdown harus tahu sumbernya, dilockdown benar kalau tahu sumbernya. Nah sekarang kalo dibalikin ke indonesia. Coba mana yang mau dilockdown. Di Jakarta ada, di Surabaya ada, di Banjarmasin ada, Solo ada. Mau lockdown mananya?
Terus apa yang harus dilakukan?
Gak usah panik, karena kalau panik malah gak bisa apa-apa. Cukup jaga kebersihan dan banyak minum vitamin E.
Terakhir, prediksi Anda sebagai orang yang sudah lama berkecimpung di dunia virus, akan berapa lama situasi covid -19 ini berhenti?
Gak lama. Dalam dua minggu setelah ini, sudah menurun, lalu selesai. Semoga semua ini cepat berlalu dan kita bisa menjalankan ibadah puasa dengan tenang dan nyaman.
Hati saya terbawa menjawab Amin, karena itu harapaan semua warga Indonesia. Entah benar atau tidak percakapan itu, sebagian buat saya masuk akal. Tapi jika sesederhana itu, kenapa sampai menjadi darurat bencana nasional, bahkan sampai sampai Pusat hingga RT bergerak. Anggaran pun harus disiapkan Pusat hingga dana desa, bahkan harus ada rekening bantuan.
Kebijakan pusat menolak lockdown karena pertimbangan ekonomi, tapi malah ada wacana darurat sipil yang bertolak belakang dengan bencana kesehatan. Tentu ceritanya menjadi lain, karena Darurat sipil mendekati Darurat militer. Apa mungkin mau mulai duluan sebelum perang dunia ke III. Entahlah, kita ingin Corona Cepat Berlalu. ***
Tinggalkan Balasan