Bandar Lampung (SL)-PT Dataran Bahuga Permai (DBP) group perusahaan PT. Tri Patria Bahuga diduga melakukan aktivitas tambang batu dan reklamasi laut tanpa izin di Dusun Penubaan Desa Bakauheni Kecamatan Bakauheni Lampung Selatan. Selain menggusur Hutan Mangrove yang ada di Desa aktivitas itu diduga tanpa memiliki dokumen-dokumen yang resmi alias Ilegal.
Perusahaan itu telah beroperasi dengan melakukan reklamasi pantai sepanjang 500 Meter. Terkait itu, WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia) Provinsi Lampung, meminta Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan dan Pemerintah Provinsi Lampung melakukan penegakan hukum, atas dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT. DBP tersebut.
Walhi menilai perusahaan yang merupakan bagian dari group perusahaan PT. Tri Patria Bahuga itu, diduga melanggar aturan dengan melakukan aktivitas pembangunan pelabuhan tanpa memiliki izin lingkungan dan dokumen lingkungan serta tidak memiliki izin reklamasi dan izin pengelolaan ruang laut.
Direktur Walhi Lampung, Irfan Tri Musri mengatakan pelanggaran lainnya yang diduga dilakukan oleh perusahaan tersebut ialah dengan melakukan aktivitas penebangan pohon mangrove yang merupakan ekosistem pesisir dan benteng terakhir perlindungan daratan dari ancaman abrasi pantai dan tsunami.
“Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan dan Pemerintah Provinsi Lampung melalui Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) bersama aparat penegak hukum yakni kepolisian harus segera melakukan penyelidikan dalam rangka penegakan hukum atas kasus ini,” katanya.
Dugaan pelanggaran selanjutnya ialah pelanggaran terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang apabila memang lokasi tersebut direncanakan untuk pembangunan pelabuhan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 69 Ayat (1).
“Karena rencana lokasi pembangunan tersebut diduga berada di dalam Kawasan Pemanfaatan Umum Sub Zona Demersal & Pelagis dengan kode Zona KPU-PT sebagaimana yang telah ditetapkan di dalam Peraturan Daerah Provinsi Lampung Nomor 1 Tahun 2018 Tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan PUlau-Pulau Kecil (RZWP3K),.sedangkan untuk peruntukan lokasi pembangunan pelabuhan tidak dibenarkan di wilayah itu karena lokasi pembangunan pelabuhan dalam RZWP3K diatur dalam Zonasi Kawasan Pemanfaatan umum – Pelabuhan (KPU-PL),” terangnya.
Menurut Irfan, perlu dipastikan juga apakah mangrove yang ditebang tersebut berada di dalam Kawasan Konservasi Pesisir dan Pulau-pulau Kecil sebagaimana diatur dalam Perda RZWP3K Provinsi Lampung. “Karena sampai dengan saat ini provinsi lampung masih minim hutan mangrove sebagai ekosistem pesisir dan pelindung wilayah daratan dari ancaman abrasi dan bencana tsunami,” tuturnya.
Jadi menurutnya, terkait dengan kasus dugaan pelanggaran serius yang dilakukan oleh korporasi, pelanggaran yang dilakukan tersebut bukan hanya menabrak satu Peraturan Perundang-Undangan yang ada, namun ada berapa Peraturan Perundangan-Undangan yang dilanggar. “Oleh sebab itu pemerintah dan aparat penegak hokum harus serius dan segera melakukan penyelidikan terhadap kasus ini demi kepentingan kelestarian lingkungan hidup dan kehidupan masyarakat,” pungkasnya.. (Rls/red)
Tinggalkan Balasan