Bandar Lampung (SL)-Praktisi Hukum Dr Eddy Ribut Herwanto, SH, MH mendukung institusi penegak hukum melakukan proses hukum sebagai pihak yang berwenang dalam penegakan hukum, terutama terkait pemberantasan korupsi anggaran covid-19. Apalagi, sudah ada warning dari Presiden, yang diteruskan kepada KPK, Kapolri, Jaksa Agung, termasuk BPK RI.
“Pada prinsipnya intitusi penegak hukum yang memiliki wewenang melakukan upaya hukum penyelidikan dan pendidikan Tipikor KPK, Polri dan kejaksaan memang harus maksimal dalam melakukan pengunaan anggaran APBN maupun APBD dalam bencana virus covid 19,” kata pengacara Doktor Eddy Ribut alias Eddy Law
“Siapapun instusi negara khususnya penguna anggaran harus bertangung jawab dihadapan hukum atas penggunaan anggaran bantuan untuk rakyatnya,” tambahnya melalui pesan WhattApp, Senin 22 Juni 2020.
Menurut Perppu No.1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan yang diteken Presiden Jokowi pada 31 Maret 2020.
Melalui Perppu itu, pemerintah mengucurkan dana tambahan belanja APBN Tahun 2020 untuk penanganan Covid-19 yang totalnya sebesar Rp405,1 triliun. Rinciannya: Rp75 triliun belanja bidang kesehatan; Rp110 triliun perlindungan sosial; Rp70,1 triliun insentif perpajakan dan stimulus Kredit Usaha Rakyat (KUR); dan Rp150 triliun pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.
“Termasuk restrukturisasi kredit serta penjaminan dan pembiayaan dunia usaha melalui realokasi dan refokusing APBN 2020 dan APBD di setiap pemerintah daerah. Tentunya, dana penanggulangan Covid-19 sedemikian besar itu harus tepat sasaran sesuai peruntukannya. Pejabat pemerintahan baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang diberi amanat mengelola dana ini mesti hati-hati dan tidak menyalahgunakan kewenangannya agar penggunaannya tepat sasaran,” katanya.
Bahkan, kata Eddy, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri telah mengingatkan jika melakukan tindak pidana korupsi saat bencana, seperti pandemi virus corona yang terjadi saat ini dapat diancam pidana mati. “Ketua KPK menyatakn kita sedang menghadapi wabah Covid-19. Masa sih, ada oknum yang masih melakukan korupsi, tidak memiliki empati kepada NKRI. Ingat, korupsi saat bencana ancaman hukumannya pidana mati!” ujar Eddy menirukan Ucapan Firli.
Ancaman pidana mati ini diatur UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang mengancam hukuman pidana mati bagi pelaku korupsi dalam keadaan tertentu. “Hal itu tentunya juga berlaku pada dugaan Mark-up dan indikasi korusi pengadaan bantuan bencana covid-19 tahun 2020 yang dianggarkan mencapai Rp9,8 miliar yang dikelolal oleh biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung,” katanya.
Sebelumnya dibertikan, selain dugaan modus Mark-up harga juga terindikasi kuat diduga kegiatan ini dikondisikan, dengan menggunakan perusahaan fiktif.
Sementara Kepala Biro Kesra Dra. Ratna Dewi mengatakan bahwa hal tersebut bukanlah tanggung jawab dirinya sendiri, melainkan semua terlibat dan memiliki tupoksi masing-masing. “Beliau bilang itu bukan tanggung jawabnya sendiri, karena semua terlibat dan memiliki tupoksi masing-masing,” kata sumber yang sudah bertemu Ratna Dewi, kepada wartawan Minggu 21 Juni 2020.
Dirinya juga mengatakan bahwa Biro kesra hanya menjalankan perintah dari atasan mengenai pelaksanaan kegiatan pengadaan bantuan bencana covid-19. ” Itu semua perintah atasan dan sudah dilaksanakan,” tambahnya.
Sebelumnya diberitakan pejabat di lingkungan Biro Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Provinsi Lampung diduga melakukan mark-up harga pembelian barang sembako bantuan bencana covid-19 tahun 2020 yang dianggarkan mencapai Rp9,8 miliar. Modusnya menggelembungkan harga pembelian sembako mencapi Rp9.250 rupiah setiap satu platik kresek.
Biro Kesra Pemrov Lampung mendapat dana proyek pengadaan bantuan sembako covid-19 tahun 2020 senilai Rp9.8 miliar, untuk bantuan sembako kepada sekitar 98 ribu warga yang tersebar di 14 kabupaten/kota se Lampung. Dari anggaran Rp 9,8 Miliar Biro Kesra sudah mencairkan dana sekitar Rp4,9 miliar, dengan peruntukan sembako kepada 49 ribu warga yang sudah disalurkan sejak Bulan Mei-Juni 2020. Anggaran bantuan sembako tahap kedua sampai saat ini masih proses.
Krisyadi Kepala Perakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Lampung sebagai salah satu lembaga yang mengawasi dan mendampingi kegiatan tersebut mengatakan akan melakukan monitoring dan menindaklanjuti informasidan mentelaah dugaan Mark-up tersebut.
”BPKP diawal diundang rapat dalam perencanaan bansoso Covi-19 yang di kelolal oleh Biro Kesra, BPKP memberikan arahan tentang pengadaaan harus seuai dengan Surat Edaran (SE) Kepala LKPP No 3 Tahun 2020 Tentang pengadan Barang dan jasa, yang intinya PPk haru menunjuk perusahaan yang punya pengalaman bidangnya, harga itu yang menentukan PPK dan penyedia, harga akan di uji TIM APIP saat kegiatan selesai. setelah itu baru di uji, dan jika setelah Audit ditemukan Mark-up maka penyedia harus mengembalikan selisihnya,” katanya saat ditemui diruang kerjanya. Rabu (17/6)
Hardono Koordinator Pengawas(korwas) menambahkan jika pihaknya telah berkoordinasi dengan Ispektorat selaku TIM APIP dan menunggu surat tugas dari Sekretris aerah (sekda) untuk melakukan Audit. “Kita sedang menunggu surat tugas an perintah ari pak sekda untuk melakukan prosedur Auit, agar BPKP segera melakukan AUdit untuk mengungkap kebenaran, kita akan pastikan ada tidaknya kongkalikong maka kita akan tindak tegas, dan kita tidak akan memtolerir jika memang ada kecurangan,” tandasnya. (Red)
Tinggalkan Balasan