Bandar Lampung (SL)-Penyidik Krimsus Polda Lampung menetapkan Direktur Utama dan Direktur Opersaional Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Perusahaan Dagang (PD) Pesagi Mandiri Perkasa (PMP) Lampung Barat, sebagai tersangka dugaan korupsi penyertaan modal daari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Lambar tahun anggaran 2015-2016 Rp10,1 miliar.
Dugaan korupsi yang melibatkan Mantan Direktur Utama Galih Supriadi (GP), dan Direktur Operasional Darias Sentosa, saat Pemerintah Lampung Barat memberikan penyertaaan modal dana APBD kepada PD Pesagi Mandiri Perkasa. DPRD Lampung Barat sempat mempertanyakan realisasi dana penyertaan modal ke pada BUMD dengan nilai Rp10,1 miliar itu. Aanggaran penyertaan modal itu diperuntukan jual beli semen, gas elpiji, serta komputer. Serta untuk mendirikan SPBU di Sekincau.
Kasubbid Penmas Bid Humas Polda Lampung, AKBP H Zulman Topani, membenarkan jika Subdit III Ditreskrimsus Polda Lampung telah menetapkan dua tersangka atas dugaan tindak pidana korupsi BUMD PT PMP. “Ya kasusnya ditangani Krimsus. Sampai saat ini telah menetapkan dua tersangka yaitu GP dan DS,” kata Zulman, kepada wartan, Rabu 26 Agustus 2020.
Menurut Zulman proses penyidikan perkara tindak pidana korupsi BUMD PT PMP Lambar tetap berjalan, dan Penyidik hingga saat ini masih melengkapi berkas perkara. Terkait nilai kerugian negara Zulman belum bisa merinci. “Saat ini prosesnya masih berjalan dalam tahap penyidikan. Kerugian sementara belum bisa disampaikan nanti akan disampaikan lagi,” katanya.
Sementara Yudi Yusnadi selaku kuasa hukum GP mengatakan, kliennya tidak menikmati aliran dana APBD yang masuk ke BUMD tahun 2015-2016. “Sudah bersumpah-sumpah tidak menikmati uang tersebut. Hanya dulu nggak tahu pengeluaran yang di TTD ternyata disalahgunakan orang lain. Kliennya kami tidak ditahan, namun diterapkan wajib lapor. Klien kami kooperatif,” kaya Yudi Yusnadi.
Menurut Yudi, dalam perkara ini dugaan korupsi sebesar Rp10,1 miliar. “Yang masih ada asetnya sebesar Rp7 miliar, dan pengeluaran Rp3 miliar ini kan ada pertanggungjawaban dari tersangka satunya (DS) dan yang belum bisa dibuktikan yakni Rp180 juta. Dia bisa menceritakan uang itu kemana saja cuma tidak ada bukti-bukti,” katanya.
Terpisah kuasa hukum DS, Irwan Aprianto mengatakan, jika saat pengucuran dana APBD 2015-2016, kliennya sebagai Direktur Operasional BUMD Lampung Barat. “Terkesan seluruh pengeluaran keuangan dikeluarkan berdasarkan keinginan Direktur Operasional dan itu tidak mungkin senilai Rp7 miliar. Untuk pembangunan SPBU hanya dikeluarkan oleh direktur operasional,” katanya.
Anggaran ini dari APBD yang mana tidak dimungkinkan hanya direktur utama dan operasional saja. “Pastinya ada yang lain dan sekarang penyidik masih melakukan pengembangan,” tandasnya.
Sementara Sekretaris Kabupaten (Sekkab) Lambar Akmal Abdul Nasir, mengatakaan bahwa terkait penetapan tersangka dua Direktur PMP, pihaknya menyerahkan pada proses hukum yang sedang berjalan. ”Iya, kita serahkan pada proses hukum, kita ikuti proses hukumnya saja. Kita proaktif saja, kita berharap masalah ini bisa selesai secepat mungkin, dan akan menjadi acuan pembenahan dan perbaikan kedepan, dengan harapan BUMD kedepannya bisa lebih maju dan lebih profesional,” kata Akmal.
Kedepan, kata Akmal langkah-langkah yang akan diambil pemerintah daerah, yakni meningkatkan pengawasan, pemkab akan selalu melihat perkembangan BUMD tersebut melalui pihak-pihak sesuai Tupoksi masing-masing. “Kita akan mempelajari aturan-aturan sehingga kedepannya tidak berbenturan dengan aturan yang berlaku. Pengawas dan Direksi harus proaktif melaporkan kemajuan dari BUMD itu sendiri,” katanya.
“Kedepannya, kita akan mencari orang-orang yang profesional dan ahli di bidang itu, termasuk kita akan memperbaharui, dengan melakukan seleksi kembali terhadap dewan pengawas dan juga direksi, sehingga PMP bisa lebih maju,” tambahnya.
Sebelumnya BUMD PD Pesagi Mandiri Perkasa (PMP) milik Pemkab Lampung Barat diharapkan dapat menjadi satu badan usaha dalam menopang peningkatan PAD Lampung Barat. Namun terlihat hidup segam mati tak mau. Kantor tiak lagi aadaa aktifitas dan para pengurus demisioner habis masa jabatan, medio Maret 2019 lalu.
Bahkan usaha madeg, dan belasan milyaran diduga raib. DPRD kemudian meminta audit BUMD tersebut, namun hingga akhir Maret 2019 audit yang diminta oleh DPRD Lambar saat hearing pada bulan Oktober tahun 2018 lalu tak kunjung selesai.
Kemudian terungkapnya adanya dugaan penyimpangan dana BUMD yang telah berdiri hampir 9 tahun ini karena dalam laporannya selalu merugi. Parahnya, penyertaan modal oleh Pemkab Lambar yang selama ini diglontorkan nyaris tidak bisa dipertanggungjawabkan. Padahal dana yang sudah dikucurkan mencapai angka belasan milyar rupiah. Penyertaan dana tahap pertama yang dikucurkan tahun 2015 sebesar 1,2 miliar rupiah, kemudian tahap berikutnya pada tahun 2016 di siram lagi oleh Pemkab Lambar sebesar 9,9 milyar.
Dana tahap awal Rp1,2 miliar diperuntukkan untuk usaha jual beli bahan bangunan, gas elpiji dan komputer. Sedangkan kucuran sebesar 9,9 milyar direncanakan untuk usaha pembangunan POM Bensin di Kecamatan Sekincau. namun SPBU yang dimaksud tidak pernah terwujud hingga sekarang.
Ir. Okmal, Msi selaku Kepala Badan Pengawas BUMD Pesagi Mandiri Perkasa belum bisa memberikan keterangan karena BUMD PMP saat ini sedang diaudit oleh akuntan independen dari Bandar Lampung dan menyarankan untuk menghubungi Deria salah seorang wakil direktur Pesagi Madiri Perkasa.
Saat dihubungi via telpon Deria selaku wakil direktur operasional menjelaskan bahwa dirinya telah demisioner sejak bulan Februari lalu. “Kemudain ada juga aturan bahwa dilembaga ini bahwa yang bisa memberikan informasi harus direktur utama yakni saudara Galih, ” kata Deria yang menyarankan, langsung menghubungi direktur utama.
Kepada wartawan Direktur Utama Galih menyatakan bahwa selama ini pihaknya telah diaudit oleh akuntan independen dari Bandar Lampung dan hasilnya dua kali Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dan satu kali Wajar Dengan Pengecualian (WDP). “Termasuk yang terkait dengan WTP dan WDP itu, saya tidak memahaminya, tetapi saya meyakini bahwa auditor independen berani memberikan penilaian itu karena sudah tepenuhinya alat-alat bukti,” katanya.
Namun Galih tidak bisa menjelaskan nama akuntan yang mengaudit BUMD Pesagi Mandiri yang mendapat penilaian WTP tersebut. Sedangkan mengenai keberadaan dana milyaran rupiah untuk pembangunan SPBU Sekincau yang sudah terlanjur dikucurkan meski tidak terwujud. “Meskipun saya tidak punya hak lagi untuk menjawab karena kami semua sudah demisioner sejak bulan Februari lalu, tetapi bisa saya berikan sedikit penjelasan bahwa saat itu memang ada sengketa atas lahan tempat rencana pendirian SPBU,” katanya.
“Ketika itu, Pemkab Lambar dinyatakan kalah pada tingkat kasasi di Mahkamah Agung atas gugatan paguyuban pedagang eks Pasar Ampera, Sekincau. Akhirnya rencana Pemkab Lampung Barat untuk membangun usaha SPBU dengan menggunakan lokasi eks-Pasar Sekincau ujungnya gagal diwujudkan,” katanya.
Soal modal usaha, Galih menyatakan bahwaa namanya usaha, ada yang lancar ada yang tidak. “Memang badan usaha ini dikelola oleh perusahaan plat merah, ketika rugi kita dianggap korupsi, padahal tidak demikian, itulah bedanya dengan perusahaan swasta umum,” urainya. (red)
Tinggalkan Balasan