Pemda Banten Bebani Masyarakat Dengan Hutang di PT SMI Rp4,99 Triliun

Banten (SL)-Masyarakat Banten akan menanggung beban hutang selama 10 tahun jika Pemerintah Provinsi Banten tetap melakukan pinjaman dari PT Sarana Multi infrastruktur (SMI) Rp.4,99 Triliun. Pemerintah Banten akan mengalokasi anggaran pinjaman itu lebih menitik beratkan kepada pembangunan infrastruktur yang tidak memiliki dampak langsung Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di wilayah Provinsi Banten.

Pengamat Kebijakan Publik Banten Moch Sudrajat mengatakan penggunaan anggaran pinjaman daerah yang lebih banyak untuk pembangunan infrastruktur akan menguntungkan pengusaha tertentu yang dekat dengan lingkaran kekuasaan, bukan pada kepentingan masyarakaat.

”Penganggaran cenderung politis untuk kepentingan pemilihan gubernur pada 2022 mendatang,” kata Moch Ojat Sudarajat, yang mengomentari gonjang ganjing penggunaan anggaran pinjaman daerah yang berasal dari PT SMI yang terus mendapat sorotan masyarakat. .

Menurut Moc Ojat Sudrajat, keterangan Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Banten Rina Dewiyanti ada yang janggal. Sebelumnya Rina kepada sejumlah wartawan mengatakan jika pinjaman Pemprov Banten berdasarkan PP Nomor 43 Tahun 2020 yang diundangkan pada 4 Agustus 2020.

Kemudian Rina mengatakan kalau aturan itu mengacu pada pasal 15B dan PMK (Peraturan Menteri Keuangan ) Nomor : 105/ PMK.07/2020 yang diundangkan tanggal 7 Agustus 2020, ”Surat pengajuan usulan Pemprov Banten lebih dahulu dibandingkan keluarnya peraturan tekhnisnya,” ujarnya.

Ojat juga memaparkan, surat permohonan pinjaman Pemprov Banten kepada PT SMI senilai Rp4,99 triliun dilayangkan kepada Kementerian Keuangan melalui Surat Gubernur Banten Nomor 900/1424-BPKAD/2020 tertanggal 4 Agustus 2020, sementara ketentuan teknis, yakni PMK Nomor 105/ PMK.07/2020 baru diundangkan pada 7 Agustus 2020.

Terkait hal itu, Sudrajat mempertanyakan bagaimana Pemprov Banten bisa mengetahui dengan sangat cepat akan terbitnya PP Nomor 43 Tahun 2020. ”Kapan pembahasan TAPD (Tim Anggaran Pemerintah Daerah-Red) Pemprov Banten untuk melakukan pinjaman tersebut? Apalagi Pemprov Banten sudah bisa menghitung biaya provisi sebesar 1% dari jumlah pinjaman PEN,” ujarnya balik bertanya.

Selain itu, kata Sudrajat lagi, bagaimana Pemprov Banten bisa mengetahui kalau pinjaman PEN ini tingkat suku bunganya 0% per tahun. ”Lebih jauh lagi, bagaimana Pemprov Banten bisa mengetahui kalau biaya pengelolaan pinjaman pertahun sebesar 0,185% dari jumlah pinjaman PEN daerah?,” tanyanya lagi.

Moch Ojat Sudrajat juga menyatakan jika dihitung beban masyarakat dari utang Pemprov Banten dan biaya provisi utang sebesar 1% maka, 1% x Rp4.990.000.000.000/- Rp 49.900.000.000 sehingga besar biaya pengelolaan pinjaman pertahun adalah,0,185% x Rp 4.990.000.000.000 atau setara Rp9.231.500.000. Jika dikalkulasi dengan tenor waktu 10 tahun akan berjumlah Rp92.315.000.000.

”Sehingga total beban biaya provisi dan biaya pengelolaan pinjaman atas pinjaman Pemprov Banten sebesar Rp4,99 triliun selama 10 tahun adalah Rp142 miliar lebih. Dengan demikian, maka setiap tahunnya masyarakat Banten akan memikul beban atas pinjaman PEN daerah sebesar Rp142 miliar lebih dibagi 10 tahun adalah Rp14,2 miliar,” paparnya.

Juga, jangka waktu atau tenor pinjaman PEN selama 10 tahun dimana beban pengembalian dan biaya pengelolaan utangnya akan dibebankan kepada masyarakat. ”Seharusnya, Pemprov Banten dan DPRD Banten mempertimbangkan ketentuan PP 58 Tahun 2018 tentang pinjaman daerah,” papar Sudrajat.

Yang lain, yakni, pinjaman jangka menengah mempersyaratkan kewajiban pembayaran kembali pinjaman yang meliputi pokok pinjaman, bunga, dan biaya lainnya, yang seluruhnya harus dilunasi dalam kurun waktu yang tidak melebihi sisa masa jabatan kepala daerah di daerah yang bersangkutan. ”Nanti setelah Pak Wahidin tidak jadi gubernur lagi, masyarakat Banten akan tetap terbebani untuk membayar bunga pinjaman,” cetusnya.

Tak kalah janggalnya, kata Sudrajat, biaya pembangunan sport center Rp430 miliar yang akan diambil dari pencairan tahap pertama pinjaman PEN sebesar Rp856,27 miliar. Lalu ada juga hal menarik dari pernyataan Sekda Al Muktabar yang mengatakan pembangunan sport center dilakukan dengan pola padat karya yang akan menyerap tenaga kerja sebanyak 7.500 orang.

Selain itu ada juga pernyataan Kepala BPKAD yang menyebutkan kalau pembangunan sport center menggunakan bahan baku lokal. ”Sekda Banten perlu menjelaskan secara teknis bagaimana sport center dapat menyerap 7.500 pekerja dan Kepala BPKAD perlu menjelaskan, bahan baku lokal apa yang dapat diserap secara signifikan,” sindir Sudrajat lagi.

Di sisi lain, kata Sudrajat juga, pernyataan Kepala BPKAD Banten menyatakan akan menaikkan Tunkin ASN sebesar 75 persen pada November dan Desember 2020, karena pertimbangan ekonomi membaik merupakan pernyataan yang tergesa-gesa. ”Logikanya kalau memang perekonomian membaik, tidak perlu terburu-buru menaikkan tunkin ASN,” sarannya.

Lebih baik, peruntukkan dana kenaikan tukin ASN digunakan untuk pembangunan infrastruktur maupun program lain untuk kesejahteraan masyarakat. ”Adalah ironi jika dikatakan pendapatan daerah membaik tetapi berutang dan membebani masyarakat dalam pengembalian utang itu,” tandasnya.

Sebelumnya, Kepala BPKAD Banten Rina Dewiyanti seperti dilangsir media lokal Banten mengatakan akan seoptimal mungkin memanfaatkan, berkolaborasi, dan mendukung skema yang ditawarkan oleh pemerintah pusat untuk pemulihan ekonomi nasional di wilayah Banten.

”Pemprov Banten tidak abai terhadap kesulitan yang dialami masyarakat dengan melakukan refocussing anggaran yang diprioritaskan untuk penanganan kesehatan, bantuan sosial, rekonstruksi dan bantuan keuangan untuk penanganan COVID-19 serta dukungan terhadap program bantuan pekerja serta UMKM,” terangnya kepadamya pada wartawan

Mantan Kepala BPKAD Kabupaten Lebak ini juga mengatakan, pemerintah pusat juga menawarkan skema lain yang diamanatkan lewat Kementerian Keuangan melalui PT SMI sebagai pihak yang ditugaskan melakukan pemulihan ekonomi nasional di daerah lewat pembangunan infrastruktur yang mekanisme pengajuan pinjaman PEN sesuai dengan aturan.

Yaitu, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 105/2020 serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43/2020. ”Peluang inilah kalau kita cermati merupakan kesempatan bagi Pemprov Banten memperoleh pembiayaan murah dalam melakukan pembangunan infrastruktur. Bila dibanding seandainya pembangunan itu tertunda karena kenaikan harga bahan baku, biaya upah, dan eksalasai kenaikan harga tanah,” paparnya. (suyadi)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *