Bandar Lampung (SL)-Pihak Rumah Sakit Umum Daerah Abdoel Moeloek (RSUD-AM) menyatakan bahwa tidak pernah memaksa keluarga pasien yang meninggal untuk menandatangani pernyataan positif Covid-19. Hal itu disampaikan Plt. Wakil Direktur Keperawatan, Pelayanan dan Penunjang Medik dr. Mars Dwi Tjahyo Sp.U, menanggapi kabar yang menyebutkan bahwa ayah meninggal, anak di paksa tanda tangan pernyataan Covid-19.
dr Mars Dwi Tjahyo mendampingi plt Direktur Utama RSUD Andoel Moeloek, dr Reihana mengatakan hal itu disampaikan sebagai bentuk klarifikasi atas berita yang beredar Sabtu 10 Oktober 2020, yang menyebutkan bahwa pihak rumah sakit memaksa keluarga pasien yang meninggal untuk menandatangani pernyataan positif Covid-19.
“Tidak ada itu, dan tidak benar. Bahwa terhadap pasien bernama Mailinah (45), warga Telukbetung Timur, Bandar Lampung, yang dibawa keluarganya ke IGD RSUDAM pada tanggal 8 Oktober 2020 Pukul 10.58 WIB. Pihak keluarga mengatakan bahwa sebelumnya pasien sempat dirawat di RS Bumi Waras Bandar Lampung,” kata Dwi Tjahyo.
Kemudian pihak keluarga mengaku membawa pasien pulang karena tidak menerima hasil rapid test saat diperiksa di RS Bumi Waras dan ingin berdiskusi di rumah. Kemudian pasien dibawa kembali ke RS Bumi Waras, namun keluarga mengatakan pihak RS Bumi Waras menyarankan pasien dibawa langsung ke RSUDAM untuk dilakukan Swab karena di RS BW tidak bisa melakukan pemeriksaan Swab.
“Pasien datang dengan keluhan sesak nafas, demam 7 hari, batuk (+), dilakukan pemeriksaan fisik oleh dokter jaga dan dilakukan anamnesa yang mana hasilnya menunjukkan bahwa yang bersangkutan Suspek Covid-19. dari hasil tersebut dokter jaga IGD memberikan advis. Advis sudah langsung di berikan oleh perawat dan sampel darah Swab diambil oleh petugas Laboratorium,” katanya.
Kemudian, berdasarkan hasil tes tersebut keluarga pasien yang dalam hal ini merupakan anak kandung pasien Tuti Komalasari, di berikan inform consent kalau pasien di rawat di ruang isolasi IGD RSAM sesuai dengan prosedur yang berlaku, keluargapun bersedia menandatangani inform consent tersebut.
“Pada pukul 16.32 dokter jaga sore IGD melakukan Konsultasi dengan dokter spesialis paru. Kemudian pada pukul 17.48 Dr. Jaga IGD melakukan pemeriksaan didapat data HR (-), RR (-), dilakukan RJP 5 siklus, dari hasil pemeriksaan tersebut pasien dinyatakan meninggal dunia Pada pukul 17.55 WIB, oleh dokter jaga IGD,” katanya.
Lalu, pukul 19.00 dilakukan Inform Consent oleh dokter jaga, dokter forensik dan Tim Satgas Covid untuk pemulasaran jenazah dengan Protokol Covid-19. Hal ini dilakukan karena hasil pemeriksaan pasien menunjukan bahwa pasien reaktif Covid-19.
Namun pada pukul 20.50 keluarga pasien menolak untuk menandatangani inform consent tersebut. Dikarenakan keluarga pasien tidak mau mengikuti pemulasaran pemakaman secara protokol Covid-19 maka keluarga pasien tersebut diminta membuat surat pernyataan bermaterai yang berisi bahwa keluarga pasien akan menanggung segala resiko dan sanksi hukum yang berlaku.
“Dan Hasil test Swab yang dilakukan keluar pada tanggal 9 Oktober 2020 menunjukkan yang bersangkutan Positif Covid-19. Jadi tidak benar ada paksaan menjadikan pasien covid-19,” katanya. (rls/red)
Tinggalkan Balasan