Tidak Ada Dasar Hukum Petetapan Biaya Beban Listrik PT PLN = Pungli?

Bandar Lampung (SL)-Penetapan biaya beban listrik yang diterapkan PT PLN selama ini ternyata tidak memiliki dasar hukum alias bisa dikatakan pungutan liar. Pasalnya PLN tidak bisa menunjukkan dasar hukum atau aturan yang menentukan tentang beban listrik yang dibebankan kepada setiap pelanggan. PLN hanya memiliki dasar soal tarif listrik sesuai peraturan menteri ESDM tetang tarif dasar listrik.

Hal itu terungkap dalam sidang mediasi pemohon informasi publik atas nama Agus Saprudin Warga Jalan By Pass Soekarno Hatta, Kampung Jambu RT 002. LK II Kelurahan Way Lunik, Kecamatan Panjang, Bandar Lampung, Kamis 22 Oktober 2020, di Kantor Komisi Informasi Provinsi Lampung, dengan mediator Alwi Siregar.

“Yang kami minta adalah dasar hukum atau aturan yang digunakan oleh PLN untuk menentukan biaya beban, karena ternyata rumus itu itu tidak ada dasarnya. Jika ada UU nomor berapa, pasalnya mana, dan bunyinya seperti apa. Yang ditunjukan PT PLN adalah soal tarif dasar liastrik, bukan soal beban,” kata Agus kepada sinarlampung.co, usai sidang mediasi gagal tersebut.

Karena, kata Agus dasar beban bagi pelanggan PLN tidak memiliki dasar hukum, dan tidak ada sosialisasi. Termasuk soal pemadaman listrik, yang ternyata PLN memiliki kewajiban menganti dengan mengurangi beban yang harus di bayar tiap bulannya mencapai 30% jika mati lampu hingga tiga jam.

“Setiap pemadaman listrik ada hitungan ganti rugi sesuai lamanya waktu pemadaman, misal 3 jam minimal pemotongan 30 persen dari tagihan. PLN hanya menunjukan tarif berdasarkan Peraturan menteris SDM tentang tarif. Tapi soal beban itu aturannya apa, Sementara PLN menentukan beban mulai 450, 900, 130, 220 dst, dengan angka paling kecil Rp16 ribu,” katanya.

Nah, jika beban pelanggan rata rata Rp25 ribu saja, dikali 2 juta pelanggan minimal saja, itu udah Rp50 miliar/perbulan. Jika dikali 12 bulan jadi Rp600 miliar pertahun. “Ini nilai yang luar biasa, uang rakyat yang di pungli PT PLN. Buktinya jelas, punya saya ternyata di ketahui kelebihan bayaran Rp218 ribu lebih. Bagaimana dengan yang lain, jika rata rata kelebihan pembayaran sampai 200-300%. Punya saya ingin dikembalikan, dan saya menolak karena saya ingin semua pelanggan lainnya juga di kembalikan,” kata Agus.

Selain itu, kata Agus, soal Token listrik yang disinyalir sarat dengan pungli. Karena jika mengisi token Rp50 ribu, yang masuk menjadi listrik hanya 33 ribu, kemana yang 17 ribu. “Belum lagi soal token, isi 50 masuk 33 ribu artinya 17 ribu tidak jelas kemana, Isi 100 ribu masuk 66, jika itu beban dan pajak artinya langsung dipotong sejak awal. Ini kejahatan namanya, melanggar uu konsumen. PLN bisa didenda 2 miliar hukuman 5 tahun jika mengaku UU konsumen, melanggar aturan baku,” urainya.

Sementara dalam salinan berita acara mediasia gagal, No.002/1X/KIProv-LPG-PS-A/2020 Pada hari ini Kamis, tanggal 22 Oktober 2020, dikantor Komisi informasi Provinsi Lampung, menyebutkan, Pemohon atas nama Agus Saprudin dan Abdul Azis, dengan termohon PT. PLN (Persero) Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan Tanjung Karang : Jalan Pangeran Diponegoro No. 14 Bandar Lampung.

Dihadiri Ardila Imayanti, S.H. dan Elok Faigah Saptining Ratri berdasarkan Surat Kuasa, Nomor : 0003.Sku/SDM.06.05/B26030000/2020 tanggal 28 September 2020, dan Dicky Hiwardi sebagai Manager Unit Pelaksana Pelanggan (UP3) Tanjung Karang pada PT PLN (Persero) Unit Induk Distribusi Lampung.

Bahwa termohon telah memberikan jawaban permohonan yang diminta oleh Pemohon berupa salinan dokumen Rumus pembengkakan Pembayaran Listrik, Dasar hukum beban dengan rincian dokumen sebagai berikut : 1) UU RI Nomor 30 Tahun 2009 tentang ketenagaistrikan. 21 Peraturan Pemerintah RI Nomor 14 Tahun 2012 tentang kegiatan usaha penyediaan tenaga listrik. 31 UU RI Nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Materai.

Kemudian Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perubahan Tart Bea Maferai Biaya Materai. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral RI Nomor 28 Tahun 2016 tentang Tarif Tenaga Listrik yang disediakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Teramsuk Peraturan Daeroh Kota Bandar Lampung Nomor 01 Tahun 2011 lentang Pajak dan Besarnya Batas Pengenaan Harga Nominal yang dikenakan Daerah.

Termohon telah menjelaskan bahwa biaya beban yang dimaksud Pemohon ada secara spesifik diatur dalam pengaturan Tarif tenaga listrik pada Permen ESDM No 28 Tahun 2016. juncto Undang-undang No 30 Tahun 2009 Pasal 36, diatur dengan PP Nomor 14 tahun 2012. Namun termohon dalam menghitung biaya pemakaian tenaga listrik berdasarkan aturan tersebut di atas, dimana biaya beban termasuk salah satu komponen yang ada di dalamnya.

Bahwa terhadap dokumen yang disampaikan oleh termohon di atas pada titik pihak pemohon menolak dokumen tersebut karena tidak sesuai dengan yang dinginkan pemohon, adapun yang pernohon maksud adalah Undang-Undang yang mengatur tentang beban bukan peraturan Menteri ESDM.

“Yang kami minta dasar hukum soal beban, tapi PLN menunjukkan soal tarif. Jadi kami tolak, jika bebna itu tidak ada dasar hukum, kemudian mengakui terjadi kesakahan hitung, sehingga banyak masyarakat pelanggan PLN beban naik menjadi 200-400 persen, ya kembalikan, jangan punya saya saja yang ingin dikembalikan. Dan jika beban tidak ada dasar hukumnya, kembalikan,” katanya. (Red)

Comments

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *